BAYANGKAN jika sedang dalam perjalanan naik kereta api tanpa ditemani gawai. Stasiun tujuan terasa begitu jauh dan lama untuk sampai. Hendak mengobrol dengan teman duduk sebelah kurang nyaman, apalagi bila dia tertidur.
Menunggu panggilan pemeriksaan dokter di rumah sakit juga akan terasa sangat lama jika hanya berdiam diri. Dengan gawai di tangan, orang bisa lebih sabar menunggu. Bahkan rasa sakit bisa sejenak terlupakan.
Begitulah media komunikasi telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Fungsinya tidak sekadar sebagai sumber informasi. Media komunikasi saat ini begitu banyak memberi arti bagi manusia. Memberi hiburan, media transaksi bisnis, dan sarana peneguhan eksistensi diri.
Informasi bisa diperoleh kapan saja dan oleh siapa saja. Perkembangan teknologi komunikasi menjadikan tidak ada lagi monopoli informasi oleh orang atau penguasa seperti masa lalu. Setiap orang dengan cepat dan mudah dapat mengakses berbagai informasi.
Meski demikian, bukan berarti komunikasi interpersonal tidak lagi berguna. Di tengah maraknya penggunaan gawai dan media sosial, komunikasi interpersonal tetap saja memegang peran penting. Lewat komunikasi interpersonal orang dapat merasakan kedalaman dan kualitas komunikasi dengan orang lain.
Permasalahan tetap saja dapat muncul, baik komunikasi interpersonal maupun komunikasi bermedia. Bukan semata masalah gangguan teknis komunikasi. Masalah yang kadang timbul justru berkaitan dengan etika komunikasi.
Masalah Etika
Sungguh beruntung orang hidup di Indonesia, bukan di Korea Utara. Kebebasan untuk berpendapat dijamin oleh undang-undang. Orang bebas untuk berkomunikasi dan memanfaatkan media komunikasi sesuai seleranya.
Sedemikian bebas orang berkomunikasi, sehingga tidak jarang menimbulkan kejengkelan, kemarahan,dan ketersinggungan orang lain. Pada saat seperti ini orang lantas memandang pentingnya membincang etika dalam berkomunikasi.
Etika komunikasi bukan semata soal kesantunan dalam berkomunikasi. Masalah etika komunikasi adalah mempertanyakan secara kritis landasan moral saat orang berkomunikasi. Bahwa ada nilai-nilai moral yang perlu dijunjung tinggi ketika orang berkomunikasi secara interpersonal maupun bermedia.
Landasan moral dalam komunikasi itu bersifat universal. Tidak seperti kesopanan yang bersifat relatif, etika komunikasi bersifat mutlak. Masalah etika komunikasi adalah masalah benar-salah dan baik-buruk berkomunikasi dalam perspektif moral. Menyebarkan kabar bohong (hoax) adalah salah dan buruk dalam ukural moral; meski kebohongan itu mungkin saja dikemas dalam bahasa yang santun.
Masalah etika komunikasi sesungguhnya begitu banyak dan kompleks. Orang kadang tak peduli dengan ukuran moral dalam etika komunikasi itu, sepanjang lingkungan sosialnya tidak memberi teguran.
Namun masalah etika ini bisa menjadi runyam ketika masuk ranah pidana. Ketika persoalan privasi seseorang diungkap orang lain ke publik; masalah yang timbul bukan semata moralitas berkomunikasi, namun juga dapat berujung tuntutan hukum.
Banyak masalah privasi seseorang yang diumbar ke publik oleh media massa, seperti penyakit yang diderita seseorang maupun aib yang dialami seseorang. Entah sadar atau tidak, program-program infotainmen di televisi sering menyajikan tayangan yang sesungguhnya merupakan privasi. Pertimbangan komersialitas media mengalahkan moralitas komunikasi.
Etika Digital
Makin masifnya pemanfaatan internet sebagai sarana komunikasi memunculkan pandangan pentingnya membincang etika dalam ruang digital. Etika digital atau biasa dikenal dengan netiquette merupakan kemampuan individu dalam mempertimbangkan etika dalam kehidupan sehari-hari di ruang digital.
Etika digital akan menentukan apakah seseorang memiliki kompetensi dalam berkomunikasi di dunia maya. Etika ini akan membantu dan mengarahkan orang menjadi warga dunia maya yang bertanggung jawab. Dengan etika digital dapat dihindari dampak buruk dan kerugian yang diterima orang lain akibat komunikasi di dunia maya.
Etika digital ini biasanya diterapkan dalam media sosial. Beberapa panduan moral yang diharapkan, seperti penggunaan bahasa yang baik dan tidak provokatif di media sosial. Efek masif dan simultan media sosial menjadikan provokasi begitu cepat menyebar dan menimbulkan reaksi pro dan kontra di kalangan netizen.
Ujaran yang mengandung SARA dan pornografi perlu dihindari dalam penggunaan media sosial. Hal ini mengingat pengguna media media sosial tidak dibatasi sekat usia. Banyak kasus pidana yang menimpa netizen yang bersumber dari akses media sosial bermuatan SARA maupun pornografi.
Kegenitan dan kegatalan netizen saat menggunakan media sosial adalah karakteristik perilaku di ruang digital. Jika tidak dilandasi rambu-rambu etika, maka kegenitan bermedia itu akan berdampak luas. Keinginan untuk memviralkan sesuatu membuat netizen tak segan melakukan copy paste tulisan atau gambar milik orang lain tanpa izin atau menyebutkan sumber.
Etika komunikasi dan etika digital pada hakikatnya bertujuan agar orang merasa aman ketika berkomunikasi dan berada di dunia maya. Lebih jauh, etika dibutuhkan agar orang menjadi bijak dalam berkomunikasi. Ada saatnya berbincang online, dan ada kalanya offline.[T]
BACA artikel lain dari penulis CHUSMERU