Sabtu, 4 Mei 2024, sebuah konser yang cukup signifikan dipagelarkan di galeri seni di atas lahan sekitar 1.500 meter persegi yang juga cukup menarik perhatian dengan dinding mukanya yang serba kaca.
Banyak yang bisa dibicarakan tentang galeri unik itu, tapi untuk sekarang kita fokuskan ke konser musiknya yang sangat mengesankan, yang dipersembahkan oleh tiga musisi klasik muda, penuh gairah dan berkualitas musikal tinggi.
Bertajuk “Voyage to a New Dawn”, berlokasi di Yun Artified Gallery (yang juga Community Art Center) di bilangan Pantai Indah Kapuk, para penampil adalah vokalis William Prasetyo – tenor, Wirawan Cuanda – bariton dan pianis Daniel Adipradhana.
Konser terdiri dari tiga babak : 1. The Land of Occident (Tanah di Barat), 2. The Land Back Home (Tanah Tempat Lahir dan Tinggal) dan 3. The Land of Orient (Tanah di Timur).
Di babak pertama mereka mempersembahkan karya Benjamin Britten dan George Frideric Handel (keduanya dari Inggris), Wolfgang Amadeus Mozart (Austria) dan Sergei Rachmaninoff (Rusia).

Aroma Inggris memang kental di sini karena Wirawan Cuanda adalah alumni University of York, dan sebaliknya William Prasetyo setelah ini akan melanjutkan kuliah di Guildhall School of Music and Drama di London. Sedangkan sang pianis Daniel Adipradhana adalah lulusan Royal College of Music di London.
Babak kedua terdiri dari 4 lagu, tiga pertamanya adalah karya Ananda Sukarlan yang hadir di konser itu, disusul lagu dari komponis muda rekan para vokalis, Arya Pugala Kitti yang kini sedang kuliah di Royal College of Music, London.
Ada dua tembang puitik dan satu aria dari opera Ananda yang dipilih oleh dua vokalis ini. “On Virtue” yang dinyanyikan William Prasetyo adalah berdasarkan puisi Phillis Wheatley, penyair kulit hitam Amerika pertama dalam sejarah. Ini adalah puisi pertama Wheatley yang digubah oleh Ananda, saat itu Ananda masih kuliah di Koninklijk Conservatorium di Den Haag, Belanda. Saat itu Ananda mulai riset mengenai puisi budak perempuan Phillis Wheatley dan membuat musik dari berbagai puisinya bahkan sampai saat ini.
Lahir di Gambia, Afrika, Wheatley ditangkap dan dibawa ke Amerika oleh pedagang budak pada tahun 1761 ketika ia berusia sekitar 7 tahun. Setibanya di sana, ia dijual ke keluarga Wheatley di Boston, Massachusetts.
Nama depan Phyllis berasal dari kapal yang membawanya ke Amerika, “The Phyllis.”. Wheatley dididik oleh keluarga pemiliknya sampai dia bisa membaca Alkitab, Yunani klasik dan Latin serta sastra Inggris. Setelah dibebaskan pasca kematian ibu keluarga Wheatley, Phillis menjadi lebih vokal dalam mengekspresikan pandangan antiperbudakannya, dan kemudian menjadi penyair kulit hitam pertama yang diakui secara internasional dalam sejarah, menerbitkan buku pertamanya pada tahun 1773.
Kemudian Wirawan Cuanda menyanyikan dua karya Ananda Sukarlan : “Kasih”, berdasarkan puisi dari Chendra Panatan, koreografer dan juga manager Ananda. Satu lagi, aria dari opera “I’m Not For Sale” tentang tokoh wanita Auw Tjoei Lan dan kepahlawanannya.
Aria “Kapten Lie di Penjara” ini di opera dinyanyikan dalam setting penjara Cimahi oleh pemeran suaminya, Kapten Lie Tjian Tjoen setelah ditangkap dan disiksa oleh tentara Jepang. Teks yang sangat puitik dari opera ini seluruhnya ditulis oleh penyair Emi Suy yang juga hadir dan memuji penampilan para musisi. Secara utuh, opera ini akan diperdanakan awal tahun depan.
Tidak kalah menarik adalah babak ke-3, dimana William Prasetyo menyanyikan lagu-lagu Toru Takemitsu (1930-1996). Takemitsu adalah komponis Jepang pertama yang berhasil mengasimilasi elemen musik dan filosofi tradisi Jepang dalam karya-karyanya, dan ternyata ia adalah idola Ananda Sukarlan.
Bukan hanya itu, dua maestro ini pernah bekerjasama cukup intens. William memilih menyanyikan karya-karyanya tanpa mengetahui fakta ini. Ananda adalah pianis pertama yang merekam seluruh karya piano komponis Jepang pertama yang membuat musik klasik Jepang diperhitungkan di panggung dunia ini, dan sampai kini “Complete Piano Works of Toru Takemitsu” itu bisa diunduh di Apple music dan Spotify. Saat masih hidup, Takemitsu sering berkunjung ke Eropa dan Ananda selalu menemuinya untuk konsultasi dalam menginterpretasi karya sang komponis Jepang itu.
“Waktu itu saya masih usia duapuluhan, baru memulai karir. Tiap kali saya datang untuk tanya-tanya tentang 3 atau 4 karya piano, lama-lama saya jadi tahu seluruhnya bahkan filosofi komposisinya secara keseluruhan. Sempat sebelum beliau wafat, beliau bilang bahwa saya sudah bisa konser dan merekam seluruh karya pianonya nih! Tapi baru sekitar tahun 2000 saya bisa merealisasikannya”, ujar Ananda mengenang pertemuannya dengan komponis yang juga sering menulis soundtrack untuk film-film Akira Kurosawa ini.
Ananda juga bisa dibilang adalah komponis Indonesia pertama yang berhasil menembus dunia musik klasik internasional karena identitas nasionalnya yang kuat. “Saya banyak belajar dari Toru, dan juga dari [komponis Australia] Peter Sculthorpe tentang menggunakan elemen musik primordial dari budaya dan bangsa kita, yang membuat musik kita menjadi kuat identitasnya serta dapat menghembuskan nafas baru di dunia musik klasik,” lanjut Ananda Sukarlan yang telah dianugerahi bukan hanya satu, tapi dua gelar tertinggi kesatriaan dari dua negara, yaitu Cavaliere Ordine della Stella d’Italia dan Real Orden Isabel la Catolica (dari Kerajaan Spanyol). Ia sendiri adalah lulusan Koninklijk Conservatorium Den Haag dengan predikat summa cum laude.

Pianis Daniel Adipradhana, tenor William Prasetyo, bariton Wirawan Cuanda | Foto: Ist
Wirawan Cuanda, sang penyanyi bariton, memulai pelatihan vokal solonya di tahun 2017 di bawah bimbingan Bagus Syafrieza Paradhika. Keikutsertaannya di Surabaya Opera Academy pada tahun 2018 dan 2022 sangat mengasah minatnya terhadap dunia opera. Di bawah arahan soprano Heny Janawati ia tampil sebagai Betto di Signa dalam produksi ‘Gianni Schicchi’ pada tahun 2022. Ia menyelesaikan gelar Master of Arts (MA) di bidang Musik (Studi Vokal) di University of York pada tahun 2023 di bawah bimbingan Susan Young dan Alex Ashworth, sekaligus belajar dari berbagai maestro selama prosesnya, seperti Gianluca Terranova, Mary Bevan, Matteo Pavlica dan Geraldine Cassidy.
Wirawan Cuanda juga berpartisipasi di Dartington Summer School 2023 dan National Opera Studio. Wirawan tertarik untuk mengeksplorasi Tembang Puitik, aria, dan opera serta menjembatani kolaborasi berbagai bentuk seni dan budaya. Bersama Ginevra House, ia menggubah Bhishma, sebuah siklus lagu yang menggabungkan nyanyian klasik Barat dan gamelan serta menceritakan kisah Bhishma dari Mahabharata, yang ditayangkan perdana dalam konser ujian akhirnya di York.
Wirawan juga suka mempromosikan kolaborasi antar artis dalam konser dan pertunjukan, sehingga menghasilkan beberapa konser independen bersama dengan sesama artis di Indonesia dan Inggris.
Sedangkan penyanyi tenor William Prasetyo sedang mulai naik daun setelah performanya yang gemilang dan menarik perhatian di konser “History Through The Arts” di konser Bimasena (Hotel Dharmawangsa) bersama Ananda Sukarlan Oktober 2023, serta menjadi tokoh “dukun” di opera Ananda Sukarlan “Mendadak Kaya” dari naskah Putu Wijaya yang diselenggarakan oleh Rotary Club bulan Februari lalu.
Performanya bersama penyanyi tenor Nick Lucas (sebagai tokoh “Alung” yang mencari pesugihan) di opera tersebut cukup memukau sehingga sang penyelenggara, Rotary Club International ingin mengulang kesuksesan opera ini kembali, Juli nanti, juga untuk para peminat yang tidak mendapatkan kursi saat itu.
William adalah pemenang ke-3 Ananda Sukarlan Award tahun 2021, dan sejak itu karir artistiknya cukup melejit.
Selama di Indonesia, William telah menimba ilmu dari para guru vokal Daniel Victor, B.Art., Satriya Krisna, B.Mus., Arvin Zaenullah, Dorcas Soenaryo dan saat ini dengan Yasashi-I E. Pangaribuan, GradDip., MMus
Peranan pianis Daniel Adipradhana juga signifikan dalam kemasan artistik konser ini. Ia mendampingi performa dua vokalis ini dengan cermat dan rapih, terutama di karya-karya Ananda Sukarlan yang teknik pianistiknya tidak mudah. Daniel adalah lulusan Master of Performance dari Royal College of Music, London dengan predikat “distinction” di bawah bimbingan para dosen piano Roger Vignoles, Andrew Zolinsky, Audrey Hyland dan Simon Lepper.
Konser “Voyage to A New Dawn” sendiri menjadi bersejarah karena merupakan konser “Selamat Datang kembali di tanah air” untuk Wirawan Cuanda, dan “Konser Perpisahan” untuk William Prasetyo yang akan berangkat kuliah Agustus nanti ke London. [T][Emi]