9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Hari Buruh Sedunia: Kerja Keras Seorang Juru Parkir

Pande Putu Jana WijnyanabyPande Putu Jana Wijnyana
May 1, 2024
inEsai
Hari Buruh Sedunia: Kerja Keras Seorang Juru Parkir

Pak Wayan | Foto: Pande

AKU terbangun malam itu. Tubuhku gemetar, seolah menjadi alarm. Jarum jam sudah menunjuk pukul 9 malam. Aku tidak sakit, hanya ini pertanda bahwa perut sudah bisa diisi kembali. Ya, sebelum tidur, ini semacam menjadi acara puncak yang kutunggu-tunggu. Bergegaslah aku ambil dompet dan kunci motor. Dengan penuh harap, semoga para pedagang belum menutup kedainya lebih cepat.

Kecepatan motorku standar saja, hanya 45 km/jam, tentu itu masih kalah jauh untuk bisa menandingi Marc Marquez. Aku berhenti di tempat para pedagang makanan di dekat pasar. Tetapi aku tak begitu menyukai beberapa menu yang terpampang di tempat ini. Aku lihat hanya ada kedai es campur dan kedai sate-gulai kambing yang masih bertahan.

“Tidak ada yang menarik,” ucapku pada diri sendiri sembari membelokkan motor dan berjalan kembali. Dalam perjalanan itu, aku lihat pedagang sate favoritku. Ia masih kokoh berdiri di pinggir jalan besar itu. Tetapi, belum sempat aku berbicara, tukang sate nyeletuk, “Maaf dik, satenya sudah habis,” sembari masih mengepet sate milik pelanggan terakhirnya.

Rasanya ingin kembali pulang untuk memasak mie instan, sekadar untuk mengisi perut. Tetapi ingatanku kembali disadarkan, mie sudah menjadi menu makan malamku seminggu yang lalu, tak baik jika dalam waktu dekat menyantapnya lagi.

Dengan penuh harap dan rasa sabar, aku memutuskan untuk kembali membawa motorku berkeliling. Langkahku terhenti ketika melihat jejeran sepeda motor yang begitu tertata dengan rapi. Ketika aku perhatikan kembali, ternyata ini salah satu tempat food court yang ada di Kota Singaraja, tepatnya di Jalan A. Yani, seberang toko-toko smartphone.

Kendaraan begitu ramai malam itu, kesempatan untuk menyeberang sangat kecil. Aku pun bingung, karena dari arah depan dan belakang rasanya tidak ada satu pun pengendara yang menghiraukan lampu sein kananku yang telah menyala.

Namun, sesaat setelah itu, pengendara dari arah kanan mendadak berhenti, memberikan kesempatan untukku menyeberang. Oh, salah, pikirku. Ternyata itu berkat bapak petugas parkir yang menghentikan para pengendara itu. Begitu ramainya motor yang terparkir, membuat diriku bingung untuk kedua kalinya. Bapak itu menghampiriku ke tempat di mana aku parkirkan motor bututku.

“Dik, biarkan saja, nanti bapak yang atur motornya ya,” ucap bapak itu sembari menunjukkan senyum ramahnya kepadaku. Aku menjawab, “Terimakasih, Pak.” Aku bengong sembari melihat bapak itu sedang membantu menyebrangkan pengunjung lain.

Seumur hidup, baru kali ini aku bertemu dengan seorang tukang parkir seramah itu. Senyum, sapa, serta ramahnya itu, aku kira hanya diperlihatkan kepadaku saja, namun setelah aku perhatikan lagi, ternyata itu berlaku untuk semua pengunjung food court.

Aku lanjutkan langkahku menuju food court itu. Di sini memang banyak kedai kecil yang menawarkan berbagai macam menu. Tentu saja semua bisa aku coba, meski tidak semua bisa aku beli. Nasi goreng menjadi bidikan pertamaku. “Nasi goreng sosisnya satu, tidak pedas,” pesanku kepada penjual nasi goreng sambil menunjuk daftar menu dengan background berwarna merah itu.

“Serius harganya delapan ribu?” ucapku heran, saat langkahku terhenti di sebuah kedai minuman. Aku melihat minuman milo, salah satu minuman favoritku dari kecil. Dengan size gelas yang bagiku itu cukup besar, harga Rp. 8,000,- tentu cukup murah. Maka tak tanpa pikir panjang, sudah pasti aku pesan itu.

Aku duduk di salah satu bangku yang kebetulan menghadap ke jalan raya. Tak sengaja, kembali aku lihat bapak tukan parkir itu membantu pengunjung yang ingin meninggalkan area food court. Tak terasa memandang, nasi gorengku tiba. Bayangkan saja, hanya Rp. 12,000,- Anda sudah mendapatkan porsi yang cukup banyak.

Tak berselang lama, ini yang sebenarnya aku nantikan, es milo-ku akhirnya tiba. Dengan penuh terburu-buru aku santap semua, karena perut sudah tidak bisa diajak bekerja sama.

Sesekali aku melihat bapak itu. Wajahnya nampak lesu, semakin malam geraknya semakin berkurang. Namun yang aku perhatikan bukan itu saja. Tapi juga senyum dan sikap ramahnya kepada pengunjung, membuatku kagum dengan pribadinya.

Makananku telah habis, saatnya aku beranjak dari tempat ini. Tapi langkahku terhenti ketika ditanya, “Dik, ini mau ke mana, mau lewat kiri atau kanan? Biar bapak keluarin dulu motornya,” ucap bapak itu sembari mendekat ke motorku. Benar-benar belum sempat kuberpikir, bapak itu datang lagi, bukan untuk menagih uang parkir, tapi untuk menawarkan bantuan dulu.

“Terima kasih, Pak, saya mau lanjut ke kiri,” jawabku dengan penuh rasa terima kasih. Tanpa berpikir panjang bapak itu mulai memindahkan satu demi satu motor yang menghalangi motorku. Sontak aku bertanya singkat dan penasaran, “Kenapa Bapak bisa begitu ramah dengan semua pengunjung?”

Pak Wayan, juru parkir, sedang berinteraksi dengan pengunjung food court | Foto: Pande

Bapak itu tersenyum sembari memindahkan motorku. “Sudah terbiasa, Dik. Orang itu bisa menilai kita dari kesan pertama yang kita berikan kepada mereka. Kalau dari awal sudah tersenyum, pasti orang itu akan senang,” jawab lelaki yang hanya ingin dipanggil dengan nama Wayan itu.

Pekerjaannya mungkin dianggap sepele oleh beberapa orang, namun semangat dan kerja kerasnya benar-benar patut untuk dijadikan panutan. “Bapak di sini selalu semangat, bertahan di sini semata hanya untuk keluarga saja, Dik,” tutur Pak Wayan dengan tatapan kosongnya, entah apa yang ada dipikirannya kala mengatakan hal demikian.

Di bawah lampu penerangan jalan, percakapanku dengan Pak Wayan terasa cukup kaku. Aku menyimak saat ia bercerita. Di tangan kanannya ada benda yang selalu setia menemaninya. Sekali lagi aku perhatikan, itu bukanlah smartphone, namun lampu stick panjang berwarna merah.

Cuaca cukup cerah, sesekali aku melihat ia mengelap keringat yang keluar dari pori-pori kulitnya. Ia berharap tidak ada rintik-rintik air yang bisa menghentikan geraknya untuk membantu pengunjung kala itu.

“Semoga saja tidak hujan, Dik. Kalau hujan pasti bapak yang norokin. Sehari, misalnya, harus setoran Rp. 60,000, tapi jika dapatnya hanya Rp. 50,000, mau tidak mau harus tambahin lagi Rp. 10,000 agar nutup. Jadinya tidak dapat upah sama sekali,” tuturnya sambil menggaruk gatal di tangannya yang tampak lemas.

Setoran menjadi acuan utama dalam pekerjaan Wayan. Kadang jika ia ada keperluan dan tidak bisa bekerja, ia harus mencari seorang pengganti, yang bisa mengisi kekosongan di wilayah di mana tempat ia bekerja.

“Meskipun sakit, biasanya bapak tetap paksa, cuaca panas dan hujan harus tetap dilawan,” ucap Wayan sambil menunjukkan gesture “tahan dulu”. Ya, percakapanku dengannya harus terpotong sebentar, ada banyak pengunjung yang akan meninggalkan food court malam itu, jadi ia harus extra lebih sigap.

Pak Wayan mencoba masuk perlahan menuju badan jalan, ditiupnya peluit kecil itu, diiringi lampu stick lalu lintas dengan ayunan tangan naik-turun, itu tanda supaya pengendara dari arah lain dapat mengurangi kecepatan mereka.

“Upah juru parkir itu dapatnya dari uang sisa setoran, kalau setoran kurang, harus bisa ditutupi,” ujarnya. Aku bertanya secara spontan, “Ah, apakah bapak tidak rugi?”. Ia menjawab, “Sudah menjadi risiko, Dik. Tapi besoknya harus extra kerja keras lagi, agar dapat setoran lebih banya.”

Diriku termenung sejenak sebelum bertanya bertanya kepada diri sendiri, “Kapan ia merasa lelah?” Aku melihat Pak Wayan mengatur keluar-masuk kendaraan pengunjung.

Seolah mengetahui pertanyaanku, ia menjawab, “Kalau dibilang lelah atau mengeluh, itu pasti pernah, Dik. Bahkan selalu jadi pertanyaan, kenapa aku bisa jadi tukang parkir? Tapi intinya bersyukur saja. Bapak percaya Tuhan tidak akan pernah tidur.” Ia perlahan menghampiriku. Sepertinya ia tahu dengan apa yang sedang aku pikirkan.

Dalam suasana dinginya malam, interaksi Pak Wayan dengan pengunjung tidak ada hentinya. Aku tahu ia pasti merasakan dingin yang sama denganku. Aku saja yang sudah menggunakan jaket dingin masih saja mencoba menusuk masuk ke dalam tubuhku. Apalagi dia yang tidak mengenakannya.

Pak Wayan selalu memberikan pelayanan terbaik untuk semua orang. 3 S (senyum, sapa, dan salam) menjadi dasar untuk melaksanakan pekerjaannya. “Namanya suka duka di setiap pekerjaan itu pasti ada, kita harus tetap professional melayani dengan sepenuh hati,” tuturnya yang semakin menguatkan kekagumanku padanya.

Sempat terlintas di benakku, bahwa pasti tidak hanya faktor cuaca saja yang menjadi halangan saat ia bekerja. “Kadang ada yang sudah kami layani dengan baik, malah ditinggal pergi; kadang ada juga yang marah-marah. Tetapi kami tidak boleh menaruh rasa dendam, Dik,” ujarnya seolah kembali dapat menebak apa isi pikiranku.

Secara spontan aku bertanya kepadanya, “Lalu bapak bertahan di sini, apa ada sukanya juga?” Aku bertanya dengan penuh penasaran sembari mendekati motorku itu. Aku bisa menebak, bapak ini orang baik, tapi sekali lagi, jawabannya kala itu tidak bisa aku tebak sama sekali.

“Bapak suka menolong orang. Meskipun hanya seorang juru parkir, setidaknya kami sudah menyelamatkan orang, itu bapak anggap sebagai sebuah berkah,” jawabnya dengan penuh serius namun masih dengan senyum khasnya itu. Jawabannya benar-benar membuatku terdiam. Bagiku, jarang ada tukang parkir yang bisa berpikir hingga sejauh itu. Banyak pelajaran hidup yang bisa aku ambil dari pertemuan ini.

Lampu penerangan jalan itu benar-benar menjadi saksi bisu, ketika aku terdiam kagum mendengar cerita inspiratif dari Pak Wayan. Dari sekian banyak cerita itu, yang bisa aku ambil dan patut ditiru adalah tentang belajar arti bersyukur.

Belajar tentang berbuat baik tidak perlu menunggu punya materi, cukup dengan melakukan tindakan-tindakan yang baik, itu berarti kita sudah ikut menebarkan kebaikan bagi setiap orang.

Dalam kamus perjuangan Pak Wayan tidak mengenal kata lelah. Dan akhir dari tulisan ini, aku ingin menyampaikan “Selamat Hari Buruh Internasional, bagi seluruh buruh hebat di dunia ini.”[T]

Penulis adalah mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan Singaraja yang sedang menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) di tatkala.co.

Editor: Jaswanto

Belajar dari Natalia, Perempuan yang Hobi Donor Darah
Suka Duka Pembaca Water Meter PDAM: Diprotes Pelanggan, Digigit Anjing, sampai Bertemu Ular pun Sudah Biasa
Gede Artana, Sun Go Kong dari Desa Pedawa
Tags: Hari Buruh Internasionaljuru parkir
Previous Post

“Bee Dances” : Menembus Batas, Melebur Identitas

Next Post

Komunitas Govinda’s Kitchen, Kampanye Plant Based Food, dan Bagi-Bagi Makanan Gratis: Merayakan Hari Buruh dengan Cara Berbeda

Pande Putu Jana Wijnyana

Pande Putu Jana Wijnyana

Mahasiswa STAH Mpu Kuturan Singaraja

Next Post
Komunitas Govinda’s Kitchen, Kampanye Plant Based Food, dan Bagi-Bagi Makanan Gratis: Merayakan Hari Buruh dengan Cara Berbeda

Komunitas Govinda’s Kitchen, Kampanye Plant Based Food, dan Bagi-Bagi Makanan Gratis: Merayakan Hari Buruh dengan Cara Berbeda

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co