BANYAK orang mengira, menjadi seorang petugas PDAM itu hanya berurusan dengan sambung-menyambung pipa saja. Padahal, di luar itu masih banyak tugas lain yang jarang kita ketahui.
Di rumah kita, setiap bulan sering kita mendengar, “Permisi, cek air.” Benar. Itu suara seorang pembaca water meter PDAM. Menjadi petugas pembaca water meter bukanlah perkara yang mudah. Malah bisa dikatakan, lebih banyak dukanya daripada sukanya. Coba kita tanya kepada Komang Arya Darmawan, salah satu petugas pembaca meter di kantor Perumda Air Minum Tirta Hita Buleleng.
Mang Arya sapaan akrabnya. Ia mengemban tugas pembaca meter PDAM sudah hampir 9 tahun. Selama ia bertugas, tentu banyak cerita menarik untuk disampaikan. Kalau soal panas terik matahari dan derasnya hujan bisa dibilang sudah menjadi kawan setia baginya.
Dulu, awal bertugas, Arya mengaku agak bingung menggunakan aplikasi, tapi lama-kelamaan jadi terbiasa sebab sudah di-update sedemikian rupa, demi kelancaran dalam bertugas. Tapi kini tugasnya jadi lebih mudah dengan aplikasi baca meter, hanya dengan difoto data bacaan sudah masuk ke server.
Mang Arya sedang memfoto water meter | Foto: Pande
“Dengar cerita dari pegawai senior, ke mana-mana masih catat angka meteran pakai buku, kadang-kadang bukunya basah terkena hujan. Tapi sekarang lebih mudah, tinggal foto saja langsung bisa, tanpa ribet mencatat manual lagi,” kata Arya.
Memakai buku, atau sistem manual, selain rentan kerusakan fisik karena basah, dll, terkadang bacaan juga bisa tertukar dengan petugas lain. Data menjadi tidak akurat dan jelimet. Jika ini terjadi, mau tidak mau petugas harus mengulang kembali bacaannya satu persatu.
Namun, berbeda dengan dulu, sekarang petugas sudah menggunakan aplikasi baca meter, secara otomatis jadi lebih gampang dalam proses input data bacaan.
Di Perumda Air Minum Buleleng, setiap petugas rata-rata mengemban tugas membaca kurang lebih 2.600 data bacaan pelanggan. Semua bacaan harus diselesaikan sesuai tanggal yang telah ditentukan. Lokasi bacaan pun tidak tanggung-tanggung, mencakup sebagian wilayah Kota Singaraja, Banyuning, Penarungan, Sambangan, hingga seputar wilayah Desa Sangsit.
“Sekarang 2.600 pelanggan, itu harus selesai setiap tanggal 25 di akhir bulan. Setiap petugas pembaca dapat wilayah I sampai IV yang tersebar dari wilayah Kota Singaraja dan sekitarnya, kadang harus nambah jam kerja di hari-hari libur,” ujar Arya.
Semakin lama menjadi pembaca meter, sebagaimana diceritakan Mang Arya, semakin banyak duka daripada sukanya. Tantangan di lapangan bukan hanya sekadar cuaca, tapi juga kejadian-kejadian tak terduga, seperti cuitan-cuitan kecil, untuk tidak mengatakan protes, dari pelanggan tentang air mati atau kebocoran, sudah biasa ia dengar.
“Kalau air mati, pelanggan pasti komplainnya ke sini (pembaca water meter),” keluh Arya. Kalau sudah begini, biasanya Arya akan mendengarkan dan berjanji akan segera melaporkannya kepada petugas yang bersangkutan. Ia merasa itu bagian dari pelayanan.
Selain cuitan pelanggan, tak jarang Arya juga mendapat gangguan dari “satpam” atau anjing pelanggan. “Seremnya itu pas di rumah pelanggan ada anjingnya. Kadang tuan rumah bilang, ‘masuk saja anjingnya tidak galak’, tapi baru satu langkah saja, kaki sudah dihap,” celetuk Arya.
Sejauh pengalamannya menjadi petugas cek meteran air PDAM, Arya bahkan sudah 2 kali digigit anjing, celananya sampai robek. Saking tak kuat menghadapi situasi semacam itu, ia kadang tak melanjutkan tugasnya. Nyawa lebih penting dari segalanya.
Saat digigit anjing, ia langsung melakukan pertolongan pertama dengan membasuh luka menggunakan air mengalir. Waktu itu ia juga ke rumah sakit untuk meminta vaksin anti rabies—walaupun tak mendapatkan hasil. Ya, dua kali digigit anjing, Arya tak mendapat vaksin. Tapi syukur, ia tidak merasakan ada tanda-tanda gejala rabies sampai hari ini.
“Kalau dikejar anjing sudah menjadi rutinitas sehari-hari. Lucunya, sudah dikejar, pelanggan selalu mengatakan aman saja, tidak galak, cuman sekadar kejar,” kata Arya sembari tertawa.
Biasanya, kalau di rumah pelanggan ada anjing, Arya memakai trik tertentu. Ia akan melangkah sangat pelan saat melewati binatang peliharaan itu. “Tapi kalau sudah terlanjur, ya sudah, harus ngebut. Untungnya aman saja sampai sekarang,” ujarnya.
Mang Arya dan pelanggan PDAM | Foto: Pande
Tapi Arya tidak berani mengambil risiko. Untuk menyiasati kejadian-kejadian tidak mengenakkan itu, ia kadang langsung memberikan telponnya kepada pelanggan untuk membantu proses foto water meter. “Kalau rumah terkunci atau tuan rumah tidak ada, biasanya minta nomor hp, biar foto wm dikirim lewat Whatsapp saja,” tambah Arya.
Bukan hanya itu, tak jarang Arya juga berjumpa dengan ular saat membuka meteran. Biasanya meteran air memang dibikinkan semacam wadah yang terbuat dari beton atau kayu.
Pada saat Arya mengecek water meter milik salah seorang pelanggan, seperti biasa, dengan santai ia membuka penutup water meter. Dari sana ia mendengar suara desisan. Ia mengira ada pipa bocor karena suaranya hampir mirip. Tapi setelah cek foto, ternyata ada ular melilit di water meter. Beruntung, nasib baik masih menyertainya waktu itu.
“Ular suka tempat lembap, tidak heran lagi. Tapi saya sedikit shock. Untung tidak dipatuk,” kata Arya.
Tetapi, terlepas dari pengalaman buruk yang Arya alami, di balik duka itu, juga banyak hal yang menggembirakan. Selama menjadi petugas, untuk menyebut satu contoh, ia kadang mendapat mangga dari konsumen, bahkan tak jarang ia disuruh petik langsung dari pohonnya.
Selain mangga, pernah ia hendak diberi ikan laut, tapi Arya menolak. “Itu untuk dijual. Dia juga pejuang rupiah, jadi tidak enak jika diterima,” katanya, bijak.
Banyaknya peristiwa di lapangan, baik suka maupun duka, tak membuat langkah Arya kendor. Ia memikili prinsip untuk tetap memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan atau masyarakat, kapan pun dalam kondisi apa pun.
“Kalau sedikit-sedikit ngeluh, tidak akan membuahkan hasil. Bekerja di bidang pelayanan harus siap melayani yang terbaik,” katanya. Saat mengatakan ini, Arya terlihat sangat serius.[T]
Penulis adalah mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan Singaraja yang sedang menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) di tatkala.co.
Reporter: Pande Putu Jana Wijnyana
Penulis: Pande Putu Jana Wijnyana
Editor: Jaswanto