INI tentang warung nasi campur yang berada di sekitar rumah, tanpa promosi, tanpa kontak handphone, namun selalu dicari dengan setia.
Ini tentang warung nasi campur, lokasinya agak terpencil, susah ditemukan, namun selalu dicari oleh orang yang sudah tahu maupun orang yang belum tahu.
Ini tentang warung nasi campur yang hanya buka pada malam hari, dan tanpa pemberitahuan apakah sedang tutup atau sudah buka, namun orang dengan setia dan sabar tetap menunggu sampai kapan pun warung itu buka.
Pada Sabtu, 20 April 2024, saya mengajak dua orang teman saya yang kebetulan ingin bermain di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng, dan ingin mencoba kuliner rumahan. Namanya, Mas Erdi dari Indonesia bagian timur dan Mas Fidi dari lembaga Sababay Winery.
Mereka ingin tahu tentang sesuatu yang tak jauh-jauh dari petani lontar dan petani garam, sekaligus mengenal lekuk Desa Les dari pantai hingga bebukitan.
Ketika hari sudah senja, dan gelap sudah terasa, saya mengajak kedua teman saya utuk makan malam. Saya mengajaknya ke warung nasi Bu Mangku, sebuah warung rumahan yang buka pada malam hari.
Ini semacam pertaruhan. Karena warung nasi Bu Mangku tidak punya jaminan buka setiap hari. Itu warung di tengah rumah, jauh masuk dari jalan raya utama, tidak punya sosial media bahkan tidak pernah ada promosi bahkan tidak memiliki kontak handphone.
Semua hal itu bisa disebut sangat unik karena melawan semua teori dagang, apalagi tentang branding.
Seingat saya, warung itu sudah buka ketika saya masih di Sekolah Dasar, dan hingga kini diperkirakan sudah berusia 37 tahun. Warung nasi Bu Mangku menjual nasi campur ayam dan nasi campur ikan laut.
Nasi campur Bu Mangku di Desa Les, Tejakula, Buleleng | Foto: Don Rare
Warung nasi Bu Mangku, bagi orang di sekitarnya, bisa disebut sebagai obat dan legenda. Obat, karena orang merasa terobati kerinduan dan kegelisahannya ketika mereka berhasil mendapatkan nasi Bu Mangku.
Meskipun orang sudah memasak makanan di rumahnya masing-masing, untuk makan malam (istilah di Desa Les “ngangetin”), mereka tetap membeli nasi di warung Bu Mangku, seakan menelan obat penutup makan malam yang sempurna untuk dibungkus dan makan bersama keluarga di rumah.
Tidak hanya orang dari Desa Les, pembeli dari desa tetangga juga tidak mau kalah berebut untuk membeli nasi Bu Mangku. Yang selalu menjadi keheranan dan kekaguman saya, warung itu tidak pernah sepi dan tidak pernah berubah rasa makanannya, sayur urab dan sambalnya yang khas.
Ketika pembeli sudah datang, mereka sering sekali harus melatih kesabaran karena ketika sampai di depan warung ternyata warung tidak buka. Tidak ada komplain. Yang menjadi jaminan adalah rasa.
Bahkan jika tutup berhari-hari pun, misalnya karena ada upacara adat, tidak akan menjadi persoalan bagi pelanggan, dan ketika buka kembali, pelanggan setianya seakan punya koneksi batin dan saling memberitahu satu sama lain. Dan warung tetap diserbu pelanggan.
Warung ini buka mulai pukul 5.00 sore, dan dipastikan tidak sampai jam 8.00 malam makannya sudah akan ludes.
Kebetulan dua teman saya, Mas Eri dan Mas Fidi suka nguliner, dan beruntung, hari itu warung nasi Bu Mangku sedang buka. Tampak puluhan motor dan orang-orang sudah memenuhi tempat duduk panjang di setiap sisi.
Kami bertiga masuk dan memesan. “Silahkan ditunggu,” sapa salah seorang pelayan warung.
Kami duduk lesehan. Kursi semua penuh. Saya ingin mendengar langsung dari teman saya yang notabena tinggal di Jakarta dan bolak-balik keliling nusantara dan lama tinggal di luar negeri tentang rasa nasi campur ini.
Nasi campur Bu Mangku di Desa Les, Tejakula, Buleleng | Foto: Don Rare
Pesanan datang, doa pun dimulai. Tidak butuh 10 menit piring bersih. Dan tak terhitung berapa kali tampak ekspresi kepuasan dari dua teman saya. Mereka, sambil geleng-geleng kepala khas orang India, memberi apresiasi pada rasanya. “Sambalnya biadab luar biasa,” kata Mas Fidi.
Mas Erdi juga tak bisa berkata-kata. Seakan malu untuk menambah sepiring lagi. Saya tak butuh 5 menit untuk melahap sampai beraih seujung-ujung piringnya. Perjalanan setengah hari di Desa Les ditutup sempurna di warung nasi Bu Mangku.
Jika teman-teman ke Buleleng timur, silakan mencoba nasi Bu Mangku. Cari saja Jalan Bukit Sangkur di Desa Les, lalu tanya-tanya warga sekitar. Dan untuk merasakan rasa legenda, mohon bersabar dan semoga beruntung. [T]
eporter: Nyoman Nadiana
Penulis: Nyoman Nadiana
Editor: Adnyana Ole
- BACA artikel lain tentang DESA LES