TULISAN saya berjudul “Pertarungan Bangsawan Oesoel Vs Bangsawan Pikiran” di Tatkala (31/8/2023) mengaitkan ketokohan Chairil Anwar dengan R.A. Kartini. Keduanya memang memiliki kesamaan, sama-sama mati muda. Chairil lahir 26 Juli 1922 dan wafat pada 28 April 1949 dalam usia 27 tahun, sedangkan R.A. Kartini lahir 21 April 1879 wafat 17 September 1904 dalam usia 25 tahun. Selain itu, keduanya juga sama-sama mendobrak.
Chairil Anwar mendobrak dunia perpuisian Indonesia melepaskan diri dari belenggu Pujangga Baru. Ia ingin bebas merdeka dari segala termasuk memerdekakan bangsanya dengan pena runcing yang diasah terus-menerus menyerap elan nafas tokoh pejuang kemerdekaan. Demikian juga R.A. Kartini mendobrak belenggu feodalisme Jawa berkat pendidikan yang membuka mata telinganya terhadap kemajuan dunia luar. Ia menolak dipingit sebagai wanita dan ingin bebas merdeka sebagaimana kaum laki-laki melakoni. Perjuangan mewujudkan kesetaraan gender melekatkan R.A. Kartini sebagai tokoh emansipasi wanita Indonesia.
Kesamaan berikutnya adalah keduanya menolak adanya bangsawan oesoel yang lahir dari warisan orang tuanya. Mereka sama-sama memperjuangkan bangsawan pikiran. Bahkan, R.A. Kartini memperkenalkan dua macam kebangsawanan, bangsawan jiwa dan bangsawan budi. “Bagi saya hanya dua macam kebangsawanan : bangsawan jiwa dan bangsawan budi. Pada pikiran saya tidak ada yang lebih gila, lebih bodoh daripada melihat orang-orang yang membanggakan apa yang disebut “keturunan bangsawan” itu ( R.A. Kartini, 2018:11).
Kesamaan lain dari Chairil Anwar dan R.A. Kartini adalah sama-sama kutu buku. Buku telah membukakan jendela dunia bagi keduanya. Berkat keliteratannya, keduanya menemukan titik kulminasi perjuangan memberaksarakan rakyatnya. Merekalah duta literasi pada zamannya tanpa selempang bertuliskan “Duta Literasi”. Tanpa selempang itu, mereka menjadi literat sejati yang memproduksi puisi dan narasi sebagai candi pustaka warisan untuk generasi kini.
Dari titik inilah mereka memasuki ruang batin bangsanya, mendengar dan merasakan nafas bangsa yang ditulis dengan tinta emas. Korespondensi R.A. Kartini dengan sahabat-sahabatnya di Negeri Belanda pertanda R.A. Kartini adalah pembelajar sejati yang membuka diri dengan kemajuan Barat. “Kita harus membuat sejarah. Kita mesti menentukan masa depan yang sesuai dengan keperluan sebagai kaum perempuan dan harus mendapat pendidikan yang cukup seperti kaum laki-laki”, tulis Kartini dalam bukunya, Habis Gelap Terbitlah Terang.
Pernyataan itu menandakan Kartini adalah perempuan otonom menentukan nasib kaumnya. Ia adalah perempuan yang mandiri dan ingin merdeka dari pingitan, sekalipun dia berada dalam sangkar emas. Semangat itu adalah bentuk sindiran buat bangsanya yang memingit dan kaum penjajah yang membelenggu. Hanya perempuan cerdas seperti R.A. Kartini bisa membuat pukulan bernas, sekali pukul membukam dua sasaran.
Jika menelisik sejarah, R.A. Kartini selain sebagai tokoh emansipasi wanita, ia juga sebagai tokoh pendidikan Indonesia jauh sebelum Ki Hadjar Dewantara mendirikan Tamansiswa, 3 Juli 1922. Tercatat R.A. Kartini mendirikan Sekolah untuk anak perempuan yang diberi nama Sekolah Kartini pada 1903. Mengapa sekolah perempuan ? Ia ingin memerdekakan kaumnya untuk bisa mandiri sebagaimana layaknya laki-laki tanpa meninggalkan kodratnya sebagai wanita yang kelak akan menjadi ibu.
Istimewanya, Sekolah Kartini menjadi inklusif karena menerima siswa dari kaum ningrat, kelas menengah biasa, dan membantu kaum miskin. Baginya, wanita tidak hanya menjadi pajangan kaum laki-laki yang mengurus dapur, sumur, dan kasur. Demokratisasi pendidikan nyatanya sudah diperjuangkan Kartini setara dengan perjuangan paedagog Brasil Paulo Freire. Kini ketika Program Sekolah Penggerak (PSP) digulirkan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, nyaris tanpa pernah menyebut kepeloporan Kartini tampaknya kurang adil. R.A. Kartini adalah pelopor sekolah penggerak perempuan yang tercatat dalam sejarah perjuangan emansipasi wanita.
Setelah lebih dari 120 tahun perjuangan emansipasi Kartini, kaum wanita Indonesia tampak makin maju pendidikannya. Jabatan untuk kaum wanita pun makin moncer. Namun harus diakui, perjuangan kaum perempuan Indonesia masih sering dijegal kaum laki-laki. Dalam sejarah Reformasi Indonesia (1998) misalnya, kemenangan Megawati Soekarno Putri sudah di depan mata. Namun, berkat kelihaian Amien Rais (laki-laki) membentuk poros tengah melahirkan Abdul Rachman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden dan Megawati sebagai wakilnya. Alasannya pun dicari-cari untuk membendung Megawati sebagai presiden dan terkesan bias gender. Walaupun pada akhirnya Megawati mencapai jabatan puncak sebagai Presiden RI menggantikan Gus Dur, tahtanya tidak utuh diperoleh gegara diakali laki-laki.
Kuota 30 % perempuan untuk merebut kursi DPR sejak Pemilu Langsung (2004) juga tidak pernah tercapai. Di Kabinet Indonesia Maju (2019-2024) keterwakilan perempuan juga belum mencapai kuota 30%. Padahal sejak memasuki gerbang 2000 berdasarkan pengalaman, para juara siswa di sekolah didominasi oleh kaum perempuan. Demikian pula, saat wisuda Indeks Prestasi tertinggi dan lulus tercepat dominan diraih kaum perempuan. Bahkan seorang futurolog Amerika, Alvin Toffler meramalkan abad ke-21 adalah abad kepemimpinan perempuan. Namun, sejauh ini tanda-tanda belum terbukti dalam sejarah kontemporer Indonesia.
Siaran pers Komnas Perempuan tentang kekerasan terhadap perempuan tahun 2023 sebanyak 289.111 kasus mengalami penurunan 55.920 kasus dibandingkan tahun 2022. Data itu yang dilaporkan, yang tidak dilaporkan bisa jadi lebih daripada itu. Pelaku kekerasan terhadap perempuan umumnya adalah mereka yang memiliki kuasa (politik, struktural,pendidikan, agama). Relasi kuasa ini menempatkan perempuan pada posisi yang lemah. Tidak berlebihan bila perempuan disebut benoa gelap, dark continent oleh Sigmun Freud. Walaupun emansipasi wanita telah diperjuangkan oleh R.A. Kartini lebih dari seabad melalui karyanya terkenal, Door Duisternis Tot Licht ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’, sampai kini masih samar-samar. Habis Gelap Belumlah Terang! [T]
BACA artikel lain dari penulis NYOMAN TINGKAT