CINTA kasih adalah rasa yang tidak dapat dijelaskan secara pasti. Ia lahir dari hati sanubari setiap insan untuk menabur aura positif dengan sesama. Untuk itulah banyak jalan untuk mencurahkan rasa kasih sayang. Ia dapat berwujud pemberian yang tulus ikhlas, kepedulian dengan sesama makhluk ciptaan Tuhan, atau wujud lainnya sesuai keinginan yang mencurahkannya. Cinta kasih menjadi unsur penting yang patut dijaga oleh insan berbudaya untuk mencurahkan rasa.
Berbicara mengenai kasih sayang secara lebih lanjut, terdapat sebuah tanggal yang dikenal populis sebagai hari peringatannya. Ialah tanggal 14 Februari yang dikenal dengan istilah Hari Valentine. Hari ini dikenal sebagai hari kasih sayang, dan dirayakan oleh beberapa negara di dunia tak terkecuali masyarakat Indonesia. Dari sisi perayaan, berbagi cokelat dan bunga kepada orang tersayang menjadi ciri khas. Hal ini juga tidak lepas dari promo atau turunnya harga cokelat dan bunga di beberapa toko yang membuat kedua benda tersebut menjadi laris di pasaran setiap bulan Februari.
Populisnya hari Valentine di era sekarang khususnya di Indonesia ternyata juga turut andil dalam menyentil eksistensi salah satu Hari Suci Agama Hindu. Hari suci tersebut adalah Hari Suci Tumpek Krulut yang diperingati setiap 210 hari sekali tepatnya hari Sabtu (Saniscara) Kliwon Wuku Krulut menurut Kalender Bali/Primbon Jawa. Banyak pihak yang menghubungkan keduanya karena memiliki esensi yang mirip sebagai hari kasih sayang. Bahkan tidak jarang beberapa pihak menganggap Hari Suci Tumpek Landep sebagai Hari Valentine-nya versi umat Hindu Bali (Suastini dan Suparwati, 2021).
Penyamaan persepsi demikian bukanlah sesuatu yang salah. Bahkan jika dipandang dari sisi kacamata positif, penyamaan Hari Suci Tumpek Krulut dengan Hari Valentine sesungguhnya dapat mendongkrak popularitas Tumpek Krulut sebagai hari suci yang mengandung nilai luhur dan filosofi yang kuat. Namun di era sekarang, tidak banyak masyarakat terutama generasi muda Hindu yang berkenan untuk menggali nilai filosofi luhur dari Hari Suci Tumpek Krulut sebagai entitas yang dimiliki oleh Agama Hindu.
Tidak jarang mereka justru terbuai dengan gempitanya perayaan hari Valentine dibandingkan meluangkan waktu untuk menggali ke dalam, dibalik luhurnya Hari Suci Tumpek Krulut. Hal ini tentu merupakan sesuatu hal yang merisaukan, karena bisa saja generasi Hindu baik di masa kini atau di masa yang akan datang, memandang Hari Suci Tumpek Krulut hanya sebagai adopsi dari Hari Valentine. Namun benarkah demikian?
Dari sisi literatur, sejarah Hari Valentine tertuang di dalam sastra cerita berjudul“Parlement of Foules”(Percakapan Burung-Burung) karya pujangga Inggris bernama Geoffrey Chaucer.
Perayaan Hari Valentine diperkirakan dimulai sekitar abad ke-14 sampai 15 Masehi tepatnya di negara Inggris dan Perancis. Hal ini erat kaitannya dengan kisah perjuangan dan kisah romantis Santo Valentinus kepada anak sipir penjara yang ia sembuhkan dengan cara menulis surat cinta sebelum dieksekusi mati. Hari itu diperkirakan bertepatan dengan tanggal 14 Februari sebagai hari yang juga dipercaya sebagai masa burung-burung untuk mencari pasangan hidup (Suastini dan Suparwati, 2021).
Berbeda dengan Hari Valentine yang berasal dari cerita sastra, perayaan Hari Suci Tumpek Krulut sesungguhnya lebih luhur karena bersumber dari pustaka suci yakni lontar Sundharigama dan Aji Ghurnnita yang dipercaya diwahyukan oleh Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai pijakan hidup umat manusia.
Dari dua sumber pustaka suci tersebut diketahui bahwa, Tumpek Krulut sejatinya merupakan hari Pemujaan kepada Sang Hyang Taksu yang dipercaya sebagai kekuatan Tuhan untuk menghadirkan karisma atau menghidupkan benda-benda seni. Hal ini tidak lepas dari asal kata “Krulut” berasal dari kata “Kelulut” yang berarti terpikat, daya pikat, atau karisma.
Sehingga tepatlah, apabila perayaan Tumpek Krulut biasanya dirayakan oleh umat Hindu dengan melaksanakan piodalan penyucian terhadap benda-benda seni seperti, Gong, Tapel, Gender, dan lain sebagainya. Benda-benda seni itulah yang dijadikan sebagai media pengungkapan rasa cinta atau kasih sayang baik kepada Tuhan maupun ciptaann-Nya oleh masyarakat Hindu sejak zaman dahulu (Sudarsana, 2003: 90).
Lebih dari pada itu, masyarakat Hindu Bali juga mengenal Tumpek Krulut sebagai Tumpek Lulut. Kata “Lulut”, dapat diartikan sebagai jalinan, perasaan senang, gembira, bahagia, atau sukacita. Sehingga atas dasar tersebut, masyarakat Hindu khususnya di Bali juga menghubungkan perayaan Tumpek Krulut sebagai hari kasih sayang untuk mempererat jalinan persaudaraan atau kekeluargaan.
Benda-benda seni yang diyakini memiliki Taksu, kemudian yang digunakan sebagai media untuk mewujudkan rasa tersebut kepada Sang Hyang Iswara sebagai manifestasi Tuhan yang menciptakan atau menurunkan suasanaSatyam(Kebenaran),Sivam(Kesucian), danSundharam(Keindahan) (Putra, 2021).
Dengan mengetahui penjelasan tersebut sudah jelas bahwa, Hari Suci Tumpek Krulut yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Nusantara, bukanlah hari suci yang mengadopsi dari hari Valentine.
Meskipun dari esensi hampir mirip sebagai peringatan hari pencurahan rasa kasih sayang, Hari Suci Tumpek Krulut lebih mengarah kepada pengehormatan luhur terhadap benda-benda seni tradisonal yang diyakini mengandung Ketaksuan dibandingkan hari berbagi cokelat atau bunga yang dipandang sebagai media pengungkapan rasa kasih sayang di Hari Valentine.
Dengan penjelasan ini pula, diharapkan generasi muda Hindu menjadi lebih peka dan peduli terhadap hari sucinnya yang mengandung nilai luhur, dibandingkan hari raya yang berasal dari budaya lain. [T]
Referensi:
Putra, I. W. S. (2021). Teo Estetis dalam Ritual Tumpek Krulut pada Masyarakat Bali (Suatu Upaya dalam Mewujudkan Etika Kasih Sayang). Jnanasiddhanta: Jurnal Teologi Hindu, 2(2), 56-65.
Suastini, N. N. dan Suparwati, N. P. (2021). Tumpek Krulut Hari Valentine Versi Umat Hindu Bali.Vidya Samhita: Jurnal Penelitian Agama, 7(1), 154-160. Sudarsana, I. B. Putu. 2003.Ajaran Agama Hindu Acara Agama.Denpasar: Yayasan Dharma Acarya
BACA artikel lain dari penulisDEWA GEDE DARMA PERMANA