TIGA buku koleksi Gedong Kirtya ditemukan di Belanda, lalu dikembalikan ke Gedong Kirtya. Ini tentu berita gembira.
Tiga buku dikembalikan ke Gedong Kirtya oleh David Stuart-Fox, seorang pustakawan dari Belanda. David Stuart datang langsung ke Gedong Kirtya pada Rabu, 3 April 2024 lalu.
Dari hasil identifikasi, buku-buku lama itu dipastikan koleksi Gedong Kirtya. Ada cap yang masih tertera di lembar buku. Namun tidak diketahui bagaiamana buku itu bisa tiba di Belanda. Konon, secara tidak sengaja, buku kuno itu ditemukan saat pengadaan buku di Perpustakaan Universitas Leiden di Belanda.
Tiga buku itu masing-masing berjudul “Bali 1800-1814” terbitan tahun 1926, “Character and Personality” terbitan Desember 1935, dan “Babad Mengwi”, terbit tahun 1958.
Kembalinya tiga buku itu tentu saja harus disambut dengan syukur dan rasa gembira. Namun di sisi lain, peristiwa pengembalian buku kuno itu, sekaligus juga membangkitkan cemas –rasa cemas yang kadang terungkap berulang-ulang, dari tahun ke tahun.
Ketika berita baik itu muncul, ada pertanyaan dengan nada kecemasan terungkap di media sosial; bisakah Gedong Kirtya merawat buku-buku itu, misalnya, merawat sebaik yang dilakukan perpustakaan-perpustakaan di Leiden, Belanda?
Pertanyaan itu barangkali mengandung nada pesimis, bahwa kita di Bali, atau lebih khusus di Buleleng, tidak mampu merawat museum atau perpustakaan semacam Gedong Kirtya. Namun, pertanyaan itu patut direnungkan. Apalagi, sejak dulu, banyak orang cemas terhadap keberadaan Gedong Kirtya, karena banyak hal yang seharusnya ada di perpustakaan kuno itu, namun tak kunjung di-ada-kan, terutama menyangkut soal keselamatan lontar, arsip, dan pustaka kuno di dalamnya.
Dewa Ayu Putu Susilawati selaku Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Gedong Kirtya menyatakan rasa syukur dan kegembiraannya atas pengembalian tiga buku dari Belanda itu.
Namun, ia juga mengakui adanya kecemasan dari sejumlah orang, tentang bagaimana Gedong Kirtya akan merawat pustaka kuno, termasuk tiga buku itu, secara berkelanjutan.
“Ya, saya maklumi adanya kecemasan itu, dan untuk itu kami terus meningkatkan pengelolaan Gedong Kirtya ini,” kata Susilawati saat dihubungi tatkala.co, Kamis, 11 April 2024.
Kata Susilawati, hal yang paling mendesak dilakukan adalah upaya-upaya penyelamatan secara digital. Karena yang dihadapi selama ini adalah sesuatu yang bersifat biotik, yang rentan menimbulkan kerusakan pada pustaka lontar maupun buku-buku kuno.
Apa saja yang diperlukan untuk mendukung upaya-upaya perawatan dan penyelamatan pustaka kuno itu?
Kata Susilawati, Gedong Kirtya saat ini memerlukan alat scanner dan tenaga penerjemah, terutama penerjemah bahasa Belanda. Juga diperlukan tenaga yang bisa membantu untuk alih bahasa dan alih aksara. Dengan adanya alat dan tenaga-tenaga alih bahasa itu, maka penyelamatan digital bisa dilakukan dengan cepat.
Susilawati juga berencana akan bersurat kepada Arsip Nasional Republik Indonesia untuk minta bantuan dalam upaya-upaya perawatan pustaka kuno di Gedong Kirtya.
“Mekanismenya belum tahu seperti apa, tapi saya sudah bicara sama Pak Kadis (Kadis Kebudayaan Buleleng) tentang rencana ini. Apakah nanti juga akan membicarakan juga pada Bupati sebagai pimpinan daerah, masih kami bicarakan,” kata Susilawati.
Berapa sesungguhnya dana yang dikelola Gedong Kirtya selama ini?
“Saya tidak tahu yang sebelum-sebelumnya, tapi saat ditugasi memimpin UPTD ini kami mendapatkan DAK (Dana Alokasi Khusus) dari Kemendikbud,” jawab Susilawati.
Pertama, kata dia, Gedong Kirtya dapat dana DAK Rp 450 juta, lalu tahun berikutnya Rp 700 juta, dan terkahir mendapat Rp 800 juta.
Dana itu adalah dana stimulus, bukan dana utama. Dari dana itu, Gedong Kirtya bisa melakukan banyak kegiatan seperti kajian naskah, alih bahasa, seminar, konservasi, pameran dan sosialisasi museum, perbaikan.
“Kami juga gunakan untuk perbaikan arsip, dan mengganti sejumlah alat perawatan yang rusak, seperti lampu,” kata Susilawati.
DAK itu memang digunakan untuk kegiatan non fisik. “Tidak bisa digunakan untuk pengadaan barang,” kata Susilawati.
Lalu, dana apa yang bisa digunakan untuk pengadaan barang, semisal pengadaan scanner, CCTV, alat pemadam kebakaran, dan lain-lain?
Pertanyaan itu nanti akan ditanyakan ke Bupati, DPRD, atau pejabat-pejabat tinggi yang berwenang di Pemkab Buleleng. [T][Ado]
Editor: Adnyana Ole