1 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Chris Brown, Tukang Kebun Laut Pemuteran

JaswantobyJaswanto
February 8, 2024
inKhas
Chris Brown, Tukang Kebun Laut Pemuteran

Chris Brown | Foto: Dok. Jaswanto

“AKU ke sini bukan untuk bekerja, tapi untuk hidup,” kata Nyoman Chris Brown. Saya bisa bertemu Chris di kediamannya di Reef Seen Divers’ Resort Pemuteran, berkat Wan Ode, salah seorang pejuang pariwisata Desa Pemuteran. Pertemuan ini tidak direncanakan sama sekali. Meski saya percaya ini bukan suatu kebetulan. Toh, Tuhan tidak pernah bermain dadu, bukan.

Tentu saja saya tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Seperti biasa, saat bertemu orang baru, apalagi mereka yang berpengetahuan atau setidaknya memiliki riwayat pernah melakukan pengabdian, perjuangan, di bidang apa pun, beberapa informasi harus saya dapatkan—atau paling tidak mendapat sekadar cerita yang bisa saya jadikan inspirasi; dan akan kembali saya ceritakan kepada siapa pun yang sudi membaca dan mendengarnya.

Setelah berkenalan—Chris orang yang ramah—saatnya memberondongnya dengan banyak pertanyaan, pikir saya. Tanpa menunggu waktu lama, saya memintanya untuk bercerita, bagaimana ia, yang notabene orang asing, justru mempunyai kesadaran akan kerusakan terumbu karang dan kehidupan penyu yang ada di laut Pemuteran, desa di barat Buleleng, Bali.

Saya menginjakkan kaki di Pemuteran pada musim kemarau. Saat Bukit Kursi gundul, panas, dan gersang. Bukit yang namanya cukup tersohor di jagat pariwisata Bali Utara itu, saat musim panas, hanya menyisakan debu, batu, dan bangkai rumput liar. Di kakinya, orang-orang mengantre air minum. Meski kemarau, sumberan air itu tetap deras mengucur, seperti tak ada habisnya. Banyak orang Pemuteran mengandalkannya. Cukup membayar seketeng rupiah, sejerigen air dapat dibawa pulang.

Bukit Kursi bukan satu-satunya yang menjadi primadona. Ada bukit lain yang ditawarkan Pemuteran. Dua di antaranya adalah Bukit Beratan dan Bukit Ser. Dari atas bukit yang disebutkan, pelancong disuguhi hidangan matahari terbit sekaligus tenggelam. Juga jajaran bukit di selatan, dan laut di timur, barat, dan utara, seperti tak bertepi, mengepung tanah gundukan itu. Di bawah Bukit Ser, terhampar Pantai Romantis. Pada sore menjelang, senja seperti mimpi di sana. Indahnya bukan main.

“Jika aku ke sini hanya untuk mencari kekayaan, tentu saja aku tidak akan peduli dengan semua ini. Aku ke sini untuk hidup bersama orang-orangnya, adat-istiadatnya, kepercayaannya, dan tentu saja hidup bersama alamnya,” Chris Brown memulai bercerita.

Di tempat itu sedang tak ada tamu. Meja-kursi tampak melompong. Petugas itu tak henti-hentinya menggeser-geser gawainya di belakang mesin kasir yang dijaganya. Ia tampak begitu tak peduli atas kedatangan saya. Angin pantai berkesiur. Perahu-perahu yang tertambat bergoyang-goyang. Seorang pria paruh baya memunguti daun-daun yang berserakan. Di kolam penangkaran, seorang lainnya sibuk menyuapi penyu-penyu.

“Aku tidak mau menjadi seperti orang kebanyakan—orang asing maupun lokal, yang hanya mau mengambil, tanpa mau memberi. Prinsip seperti itu hanya menghasilkan kerusakan, eksploitasi. Kita mengambil sesuatu dari alam, kita juga harus memberi sesuatu kepada alam. Dengan begitu, dunia ini akan seimbang,” tutur bule Australia itu.

Chris, bersama I Gusti Agung Prana, berada di garda terdepan, menjadi pionir perlindungan terumbu karang dan penyu di Pemuteran. Hingga bertahun-tahun kemudian, dengan bantuan masyarakat, terumbu karang mulai terlihat lebih sehat. Ia melakukan pencegahan praktik penangkapan ikan yang merusak dan mengkhawatirkan.

Dulu, di Pemuteran, telur-telur penyu dikonsumsi. Pengetahuan bahwa penyu adalah hewan langka dan dilindungi terlalu gelap bagi mereka. Orang-orang belum memiliki kepedulian dan pengetahuan akan hal itu. Chris, dengan uangnya sendiri, mengambil telur-telur dari tangan warga Pemuteran. Ia menetaskannya. Ia melepas tukik-tukiknya.

Tahun 80-an, nelayan di Pemuteran menggasak ikan dengan pukat, potas, dan bom, yang menyebabkan ekosistem laut rusak parah. Tak hanya laut, tapi bukit-bukit juga tak seindah saat ini. Dulu, bukit-bukit itu gundul dan gersang, seperti tak ada kehidupan. Lingkungan yang kering membuat masyarakat Pemuteran putus asa.

“Dulu Pemuteran hanya diisi pemuda-pemuda kehilangan gairah dan kebingungan bagaimana mestinya mengisi petang, selain memancing ikan di samping perahu-perahu yang mulai menjamur, atau mabuk sampai teler di pinggir jalan sambil bernyati tak karuan,” ujar Chris sinis.

Tetapi, di tengah keputusasaan yang akut itu, Chris dan Agung Prana muncul sebagai hero. Mereka memberikan harapan baru kepada Pemuteran. Dan harapan baru itu bernama pariwisata.

Chris menamatkan pendidikan di Marist Brothers High School, Kogarah, pada 1974. Selama delapan tahun, dari 1981-1989, ia bekerja di IBM Australia—semacam perusahaan teknologi multinasional—sebagai customer service. Pada 1991, ia mendirikan usaha di Pemuteran.

Chris mendirikan usaha bernama Reef Seen Divers’ Resort. Selain dijadikan tempat penghidupan, sebagaimana telah disinggung d atas, Reef Seen juga merupakan proyek penangkaran penyu dan restorasi terumbu karang. Reef Seen Divers’ Resort terletak di Barat Laut Bali, di teluk Pemuteran yang indah, pintu gerbang menuju area penyelaman serta Cagar Alam Laut Pulau Menjangan. Reef Seen menggabungkan Reef Seen Aquatics dan Reef View Bungalow dengan nama yang sama. Mereka fokus pada dunia selama-menyelam.

Resor itu terletak tepat di pantai di tengah teluk, sekira 50 meter dari tepi perairan. Di perairan itu lah, para penyelam dari berbagai negara rela merogoh kocek demi bisa bernapas di dalam air dan melihat taman laut yang tak pernah terbayangkan.

Pemuteran menawarkan pantai yang tenang, sinar matahari sepanjang tahun, budaya yang menarik, dan kuda poni yang menggemaskan. Semua dapat ditemukan di sini, di desa pesisir ini. Tak ada pedagang kaki lima atau penjual di pinggir pantai yang terlihat.

Pada tahun 2011, Chris menggagas pembangunan taman di bawah laut dengan nama “Garden of God”. “Kami membuat taman dengan menanamkan keindahan dewa di sana,” katanya.

Garden of God, atau Taman Nawa Sanga, adalah idenya yang gila. Dia menanam sebanyak 41 patung Dewata Nawa Sanga yang ditata menyerupai sebuah taman di bawah air. Penanaman patung-patung dewa ini, selain untuk melestarikan terumbu karang, juga merupakan inovasi pariwisata terbaru di Pemuteran.

“Aku ingin berpartisipasi menjaga alam dan laut Buleleng. Patung dewa yang diturunkan ke laut dapat menjadi tumpuan berkembangnya biota laut, seperti terumbu karang dan ikan. Selain menjaga laut, aku ingin Pemuteran lebih ramai dikunjungi wisata, tapi tanpa merusak alam,” ujarnya.

Tentu saja, Pemuteran kini sudah ramai dikunjungi wisatawan. Ekonomi, status sosial, dan taraf hidup sudah meningkat di sini. “Itulah tujuanku, kesejahteraan warga Pemuteran dan kelestarian alamnya. Hanya ini yang bisa aku berikan kepada tanah yang telah memberiku kehidupan,” sambung Chris.

Sampai di sini, saya teringat Alain Compost, fotografer Prancis yang datang ke Indonesia pada 1975 untuk membuat dokumentasi mengenai orangutan di Bohorok, Sumatera Utara. Setelah bertahun-tahun berada di Indonesia, ia memutuskan untuk ikut aktif melestarikannya.

Saya menatap Chris dan mendengarkan ceritanya dengan sungguh-sungguh. Saya tak mau melewatkan sedikit pun kata yang keluar dari bibirnya. Tapi waktu melesat seperti anak panah, memaksa kami untuk berpisah. Dengan bahagia saya menjabat tangan Chris. Ia mengucapkan sampai berjumpa kembali; dan saya hanya membalasnya dengan senyuman yang sebenarnya lebih kepada kegetiran.

Saat perjalanan kembali ke penginapan Wan Ode, pikiran saya terus bekecamuk. Jika saja Chris—ia menyebut dirinya tukang kebun laut Pemuteran. “Jika di darat ada tukan kebun, kenapa di laut tidak?”—peduli terhadap Indonesia, mengapa kita tidak melakukan hal yang sama. Sangat janggal rasanya jika orang-orang yang memiliki kepedulian pada Indonesia adalah mereka yang justru tidak berakar pada budaya Indonesia. Kejanggalan ini saya rasakan sampai hari ini.[T]

Di Balik Kemajuan Pariwisata Pemuteran Ada Nama Ketut Sutrawan Selamet
Bukit Ser, Tempat Terbaik untuk Menenangkan Diri
Tags: bulelengDesa PemuteranPariwisatapariwisata baliPariwisata Berkelanjutansave penyuterumbu karang
Previous Post

Postmen dengan “Caturaksa” Tetap Setia di Jalur Rapcore

Next Post

Ajik Cok Krisna: Berbisnis dan Menulis Berita Itu Sama, Tak Ada Hoaks

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Ajik Cok Krisna: Berbisnis dan Menulis Berita Itu Sama, Tak Ada Hoaks

Ajik Cok Krisna: Berbisnis dan Menulis Berita Itu Sama, Tak Ada Hoaks

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co