10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Tari Sakral Jejumputan di Pura Sekaa Juragan, Desa Pedawa: Tidak Boleh Difoto

I Gede Teddy SetiadibyI Gede Teddy Setiadi
January 30, 2024
inKhas
Tari Sakral Jejumputan di Pura Sekaa Juragan, Desa Pedawa: Tidak Boleh Difoto

Penari perempuan Tari Jejumputan, Desa Pedawa, Buleleng | Foto: Teddy Setiadi

PADA era modern seperti saat ini, kesenian tari sepertinya sudah mengalami pergeseran nilai. Banyak tari di Bali yang dipentaskan hanya untuk memenuhi permintaan dunia pariwisata dan mengabaikan nilai-nilai yang dikandungnya. Namun, jangan khawatir, karena ternyata masih banyak desa-desa yang mempertahankan tari ciptaan leluhur agar sesuai dengan roh dan nilainya.

Seperti halnya di Desa Pedawa di Kecamatan Banjar, salah satu Desa Bali Aga yang terletak di utara Pulau Bali. Desa ini masih tetap mempertahankan seni tari sesuai dengan nilainya. Apalagi, Desa Pedawa memiliki tari yang terbilang unik, yakni tari Jejumputan.

Tari Jejumputan adalah tari yang dipentaskan pada saat pujawali di Pura Sekaa Juragan atau pada saat ngusaba Nguja Binih di Desa Pedawa. Pura Sekaa Juragan adalah salah satu pura tua yang terletak di Dusun Insakan Desa Pedawa.

Penari laki-laki Tari Jejumputan, Desa Pedawa, Buleleng | Foto: Teddy Setiadi

Keterangan yang dihimpun dari pengelingsir pengempon Pura Sekaa Juragan menyebutkan, dahulu kala para leluhur di Desa Pedawa mempunyai kebiasaan berburu (meboros).

Pada suatu ketika saat pergi berburu, warga tidak satupun  menemukan binatang buruan. Karena merasa lelah, para pemburu beristirahat sambil berharap menemukan binatang buruan.

Pada saat itulah para pemburu menemukan batu berbentuk lonjong yang bentuknya bagus sekali. Pada saat menemukan batu itu, para pemburu yang sedang beristirahat itu juga mendengar bisikan atau pawisik yang terdengar samar-samar supaya di tempat ditemukannya batu itu dibangun pelinggih Ida Bhetara Sri.

Karena mendapatkan pawisik seperti itu, warga pemburu itu kemudian membangun pelinggih Ida Bhetara Sri, yang dibangun di samping batu lonjong yang ditemukan pada saat berburu, dan diberi nama Pura Sekaa Juragan.

Seiring perkembangannya, Pura Sekaa Juragan juga disebut dengan Pura Pucak Sari yang berarti Pura yang terletak di pegunungan dan memuja Ida Bhetara Sri yang melambangkan Amertha (Amerthasari).

Pujawali di Pura Sekaa Juragan jatuh pada Purnama Sasih Kawulu. Tari Jejumputan yang dipentaskan pada saat pujawali itu memiliki keunikan dan nuansa sakral yang masih dipertahankan.

Tari Jejumputan ini ditarikan oleh anak-anak. Proses pemilihan penarinya dilakukan dengan cara yang tidak boleh sembarangan. Sebelumnya, calon penari yang dipilih terdiri dari pria dan wanita yang berusia kurang dari 10 tahun. Juga dilakukan pemilihan pemain suling yang dilakukan sebelum penek banten (hari H).

Para penari yang dipilih adalah keterwakilan keluarga (dadia) di Desa Pedawa yang berasal dari yos Tapakan Gunung Agung, Bukit Anyar, Labuan Aji dan juga penari yang dipilih di luar ketiga yos tersebut.

Proses pemilihan atau penjumputan para penari dan pemain suling ini dilakukandengan membawa pabuan yang berisi daun sirih (base), pinang, pamor, tembakau, gambir, dan pis bolong sebanyak 25.

Setelah para penari dan pemain suling dipilih (di-jumput), akan diadakan latihan yang lokasinya juga tidak boleh jauh dari keberadaan Pura Sekaa Juragan. Sore hari sebelum pementasan tari jejumputan ini, semua penari akan melakukan pembersihan diri di Kayuan Jeringo, tempat permandian yang lokasinya tidak jauh dari Pura Pucak Sari.

Setelah melalukan pembersihan diri, para penari Jejumputan akan dikenakan pakaian sakral peninggalan leluhur seperti Gegelungan untuk penari laki-laki, Belengker untuk penari perempuan, serta kamben yang dipadukan dengan kain rembang.        

Pada saat penek banten dan seluruh ritual persiapan pementasan selesai dilakukan, maka saat itulah tari Jejumputan sudah boleh dipentaskan. Pementasan dilakukan pada saat malam sampai dengan pagi hari yang diiringi alunan gamelan khas yang terdiri dari suling, ceng-ceng, kendang, dan juga kempul yang menghasilkan alunan suara yang sangat klasik.

Penari perempuan Tari Jejumputan, Desa Pedawa, Buleleng | Foto: Teddy Setiadi

Tarian Jejumputan ini memiliki empat urutan jenis tarian yaitu pertama Aris-Arisan, Semar Pegulingan, Umang dan Merak Mengelo. Tetapi karena memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, jenis tarian Merak Mengelo tidak ditarikan.

Para penari Jejumputan akan dipisahkan antara barisan laki-laki dengan perempuan. Para penari laki-laki dan perempuan yang berada di barisan paling depan masing-masing akan membawa canang sari.

Formasi pada barisan depan merupakan penari yang berasal dari yos tapakan Gunung Agung, dan diikuti oleh para penari yang berasal dari yos lainnya. Tari Jejumputan ini diiringi oleh alunan intrumen yang klasik dan irama yang sangat khas dengan alunan melambat di bagian akhirnya.

Gambelan tari Jejumputan mempunyai beberapa nada saja, yang kemudian dipertebal dengan bunyi kempul sebagai wujud akhir sajian gamelan, lalu dimainkan berulang. Tak jarang instrumen gamelan pengiring tarian Jejumputan ini membuat haru para pendengarnya.

Pada saat menari, seluruh pemedek (warga yang sembahyang) yang menyaksikan tari Jejumputan ini akan dilarang untuk mengabadikan dengan foto dan juga video. Tetapi pengambilan foto dan vidio boleh dilakukan pada saat persiapan pementasan ataupun sesudah selesai tari dipentaskan.

Alasannya jelas karena pada saat pujawali sebelumnya terdapat bebawos, bahwa tidak boleh merekam ataupun mengambil foto pada saat tari Jumputan ditarikan.

Selain sarana banten pujawali terdapat juga banten yang dihaturkan khusus sebagai pengiring dari tarian Jejumputan. Ketika mamasuki pukul 00.00, saat inilah terdapat sedikit jeda bagi para penari yang boleh digunakan untuk beristirahat.

Pada saat jeda ini, Dane Balian serta para Permas akan melakukan matur piuning manyampaikan terimakasih karena telah diberikan keselamatan serta mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga kepada Ida Sesuhunan yang kelinggihang di Pura Sekaa Juragan karena telah diberikan merta sari yang cukup, telah diberikan oksigen, alam yang bersahabat, hasil pertanian yang melimpah, tidak ada bencana serta rasa syukur lainnya.

Setelah Dane Balian dan Permas selesai matur piuning yang juga diikuti oleh seluruh masyarakat yang hadir melakukan persembahyangan, tari Jejumputan akan kembali dipentaskan.

Pementasan tari jejumputan ini akan selesai apabila sudah terjadi daratan. Masyarakat Pedawa percaya bahwa daratan adalah turunnya (rauh) energi Sang Hyang Widhi yang masuk ke dalam tubuh manusia yang bersih atau suci dan memberikan pesan kepada umat manusia.

Makna dari pementasan tari jejumputan ini merupakan bentuk permohonan kepada Ida Sesuhunan yang melinggih di pura Sekaa Juragan agar memberikan kemakmuran bagi pertanian yang menjadi salah satu penghasilan ekonomi di Desa Pedawa. Memohon agar mendapat bibit yang unggul, terhindar dari hama dan bencana alam yang menyebabkan hasil pertanian menjadi gagal.

Ada juga persepsi yang meyakini bahwa tari Jejumputan ini bertujuan untuk menghibur atau persembahan kepada Bhetara-Bhetari yang berstana di Pura Sekaa Juragan yang selalu senantiasa melimpahkan kemakmuran untuk masyarakat Pedawa.

Penari laki-laki Tari Jejumputan, Desa Pedawa, Buleleng, Bali | Foto: Teddy Setiadi

Tetapi intinya masyarakat meyakini pementasan tari jejumputan ini adalah sebagai konsep tentang warisan leluhur yang harus dijaga dan paham-paham pikiran yang semestinya tidak perlu diperdebatkan, baik itu tentang kesederhaan gambelan, kesederhanaan pakaian, cara pemilihan para penari, serta ritual yang seperti sudah memiliki pakemnya yang diwariskan oleh para leluhur Pedawa terdahulu.

Sebagai masyarakat Pedawa terutama generasi muda sangat perlu kiranya tetap melestarikan pementasan tari jejumputan sesuai dengan pakemnya, tetap menjaga komponen-komponen yang telah diwariskan oleh para leluhur, agar kesenian ini tetap lestari hingga generasi ke generasi.

Tidak hanya itu sebagai generasi muda juga perlu menanamkan nilai-nilai yang terkandung di dalam tari Jejumputan ini, sehingga prosesi sakral mulai dari sebelum pementasan tari Jejumputan sampai akhir tetap dilaksanakan sesuai dengan pakem yang telah diwariskan sejak dari dulu. serta mempertahankan kesakralan tari Jejumputan di era gempuran pariwisata yang sangat masif ini. [T]

BACA artikel lain tentang DESA PEDAWA

Pedawa: Kebahagiaan Adalah Kekeluargaan
Tradisi Ngangkid: Upacara Penyucian Roh di Pedawa
“Mepetokan” dari Desa Pedawa: Arena Perang Pantun Untuk Proses Pendewasaan Diri
Tags: bali agabulelengDesa Pedawakesenian balitari sakral
Previous Post

d’Bukit Kreatif Space: Ruang Belajar Anak-Anak Bukit Yangudi

Next Post

Counter Politik Sangkuni Itu Bernama Sri Krishna

I Gede Teddy Setiadi

I Gede Teddy Setiadi

Lahir di Desa Pedawa. Kini tinggal di Singaraja

Next Post
Counter Politik Sangkuni Itu Bernama Sri Krishna

Counter Politik Sangkuni Itu Bernama Sri Krishna

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co