10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

In the Forest One Thing Can Look Like Another (2023): Yang Tampak dan yang Tak Tampak

JaswantobyJaswanto
January 30, 2024
inUlas Film
In the Forest One Thing Can Look Like Another (2023): Yang Tampak dan yang Tak Tampak

Foto: Asian Film Archive

APA yang akan Anda katakan saat ditanya mengenai film India? Nyanyian, tarian, cengeng, romantis, penuh drama, pemandangan yang eksotis? Barangkali ini sedikit jawaban yang menggambarkan sinema nehi-nehi itu. Meski mungkin ada jawaban yang, bisa jadi, lebih panjang daripada itu. Tidak percaya? Silakan tanya kepada Mahfud Ikhwan.

“Seperti film porno, film India disukai sekaligus tidak diakui, dikonsumsi tapi dianggap terlalu kotor untuk dibincangkan, ditonton sendirian kemudian dihinakan di depan banyak orang.” Ini kata Mahfud Ikhwan.  

Mengenai seluk-belum film India, mungkin tak ada orang Indonesia yang bisa sedalam, setahu, dan seserius seperti sastrawan asal Lamongan yang dekat dengan Warto Kemplung itu.

Bukan hanya menonton, atau mengakuinya secara terang-terangan di depan publik bahwa itu film yang disukainya, tapi ia juga menuliskannya, bahkan menerbitkannya menjadi dua jilid buku (serius) berjudul “Aku & Film India Melawan Dunia”.

(Saya menyukai film India. Tapi tentu derajat saya jauh lebih rendah daripada Mahfud Ikhwan.)

Baru-baru ini saya menonton film India yang lain, yang sama sekali jauh dari sedikit jawaban di paragraf pertama. Tak ada romantisme, tak ada tangis haru-biru, tak ada tarian, tak ada nyanyian, tak ada Shah Rukh Khan. Bukan saja karena itu, tapi juga sebab ini bukan film komersial. Ini film dokumenter pendek yang kebetulan dibikin oleh sutradara India dan tentang India—yang lain—pula.

Judulnya In the Forest One Thing Can Look Like Another—judul yang panjang untuk film berdurasi pendek. Film ini disutradarai Priyanka Chhabra, seorang sutradara perempuan yang menyukai tema tentang ingatan, lanskap, dan hubungan antara manusia dan tempat. Ia menyebut praktiknya sebagai sebuah arkeologi keheningan dengan menggali situs-situs yang dicirikan dengan trauma fisik maupun emosional.

Film In the Forest… terhimpun dalam program Monographs 2023 Asian Film Archive (AFA) bersama enam film pendek lainnya, yaitu Apat (2023), The Landscape of Sanatoriums (2023), Letter to T: in nuclearity we are connected (2023), mmm (2023), Precious. Rare. For Sale (2023), dan Swimming, Dancing (2023).

Saya menonton film In the Forest di Rumah Belajar Komunitas Mahima dalam sebuah acara nonton dan diskusi film yang diselenggarakan komunitas mikro sinema Singaraja Menonton yang bekerjasama dengan Minikino, Jumat (26/1/2023) malam.

Film ini berpusat pada kota yang terletak di negara bagian Himachal Pradesh, India: Manali. Saat menonton, saya seolah diajak Priyanka untuk membaca sebuah esai atau catatan perjalanan yang ditulisnya di buku catatan miliknya. Ya, film ini barangkali bisa disebut sebagai “video atau film esai”, anggap saja begitu, sebab narator memang seperti membacakan esai panjang tentang dirinya, sinema India, dan wajah Manali di layar kaca dan di dunia nyata.

(Saya sebut sebagai video esai karena memang, sebagaimana penjelasan singkat pihak Asian Film Archive (AFA), bahwa Monograf adalah serangkaian esai video dan teks tentang sinema Asia yang diproduksi pada masa merebaknya COVID-19. Edisi kedua Monographs terdiri dari 13 karya yang diproduksi—tujuh esai video dan enam esai tertulis—melalui konsultasi dengan pembuat film/editor Daniel Hui dan peneliti/kurator Matthew Barrington.)

Menampakkan yang Tak Tampak

In the Forest… merupakan video esai yang kritis terhadap industri film India yang selalu berusaha menampilkan keindahan alamnya tapi nyaris tak pernah menayangkan realitas di baliknya. Nama-nama tempat seperti  Ladakh, Manali, Rajasthan, Kalkuta, Shimla, New Delhi, Kashmir, Bombay, dan lain sebagainya, menjadi objek “eksploitasi”—jika bisa dikatakan demikian—industri film Bollywood.

Lihatlah adegan terakhir 3 Idiots (2009), atau lokasi di mana aktor manis dan pandai menangis Shah Rukh Khan menyimpan aktris cantik Anushka Sharma dalam Jab Tak Hai Jaan (2012), misalnya. Dalam dua film yang disebutkan, mata Anda dimanjakan dengan pemandangan indah Danau Pangong yang terletak di Ladakh.

Atau dalam Jab We Met (2007), yang menangkap keindahan Jalan Rohtang, Himachal Pradesh, dengan cara tertentu, mengabadikan bentangan seluloid yang diselimuti salju. Kabarnya film ini telah menginspirasi banyak orang untuk melakukan perjalanan dengan ransel mereka, dan belajar menikmati perjalanan dengan cara terbaik, seperti Aditya Kashyap (Shahid Kapoor)—pengusaha muda patah hati—yang naik bus terbaik, pergi ke Stasiun Kereta Chatrapati Shivaji, naik kereta, dan bertemu dengan Geet Kaur Dhillon (Kareena Kapoor), lalu jatuh cinta.

Bertahun-tahun setelah film Rishi Kapoor Heena (1991) yang membawa Manali ke kanvas sinematik, Yeh Jawaani Hai Deewani (2013)—yang dibintangi Ranbir Kapoor—mengarahkan kota itu menjadi salah satu tujuan plesiran paling favorit.

Sejak Kashmir terus bergejolak, sebagaimana disampaikan Priyanka dalam In the Forest…, industri film Bollywood mulai melirik banyak tempat di belahan India lain, termasuk Manali. Priyanka tinggal di sana, di kota terpencil di pegunungan Himalaya itu. Dan atas konstruksi pengalaman pribadi tinggal di daerah itu lah, Priyanka memotret Manali yang lain—yang tak tampak dalam sinema Bollywood.

Secara historis, Manali merupakan destinasi populer yang kerap menjadi objek syuting lagu-lagu atau film Bollywood. Lanskap glasial Manali telah lama menjadi tempat bayangan perdesaan yang indah, yang sarat dengan kiasan petualangan, erotisme, dan romantisme.

Lain dengan film panjang komersiil yang menampilkan Manali dari sisi keindahannya saja, In the Forest… mencoba menginterogasi lapisan tipis dari praktik-praktik naratif tersebut; mencoba membangun tablo tentang pegunungan di dataran tinggi sebagai objek statis dan latar belakang fantasi perkotaan yang mengandaikan aspirasi kebahagiaan, sementara realitas yang genting tentang kehidupan di ekosistem yang sangat sensitif ini menggerakkan sebuah petualangan yang jauh dari angan-angan.

Manali, dalam beberapa film Bollywood, ditampilkan sebagai tempat yang nyaris sempurna. Hutan, lembah, padang rumput hijau dengan latar belakang gunung Himalaya, gletser, adalah gambaran imajinasi surga yang begitu nyata.

Manali dianggap sebagai tempat yang sempurna untuk menggambarkan kisah-kisah yang membahagiakan—sebagaimana ending film India. Namun, dan ini yang hendak disampaikan Priyanka dalam In the Forest…, nyaris tak ada film Bollywood yang menggambarkan Manali sebagaimana kenyataannya.

Pada kenyataannya, berdasarkan beberapa penelitian yang disebutkan dalam film In the Forest… terungkap bahwa Manali berada di wilayah yang memiliki potensi gempa seismik pada skala yang berbahaya. Selain itu, pembangunan dan eksploitasi berlebihan juga menyebabkan jalur menuju Manali sering mengalami banjir dan tanah longsor.

Pada 2023 di sekitar Manali, misalnya, lebih dari 700 jalan diblokir karena banjir dan tanah longsor. Wilayah ini sering menyaksikan dan merasakan tanah longsor dan banjir bandang yang merusak jalan dan bangunan. Beberapa distrik mengalami curah hujan sebulan penuh dalam satu hari. Di Manali, jalan-jalan tersapu banjir, membuat wisatawan dan beberapa kendaraan mereka terdampar.

Tetapi, orang macam apa yang mau menampilkan tragedi ekologis semacam itu di gemerlap industri layar sinema? Bukankah menampilkan yang baik-baik, indah-indah, merupakan salah satu tulang punggung kapital?

Rasanya akan sulit menemukan film Bollywood yang menampilkan situs warisan dunia Taj Mahal yang sudah pudar dan berlumut atau kondisi sungai penuh sampah yang mengapitnya. Atau jujur mengatakan bahwa cuaca di Danau Pangong, Ladakh, sebetulnya sangatlah ekstrem.   

Sebagai sebuah bentuk keprihatinan, film In the Forest One Thing Can Look Like Another setidaknya memberi sudut pandang baru, atau membuka mata kita atas sesuatu di balik yang indah-indah, bahwa realitas di balik layar bisa jauh terlihat lebih buruk dari gambaran idealnya.

Film ini barangkali juga mengajukan seruan untuk meningkatkan kesadaran ekologis orang-orang India, khususnya Manali, dan kita semua, manusia, makhluk yang harus bertanggungjawab atas hal-hal semacam itu.[T]

Made (2022): Film Konvensional yang Mengabaikan Nalar-Logika
Ma Gueule : Arabphobia dan Trauma Kolektif Jangka Panjang
Menyangsikan Dutar & Papaya Sebagai Sinematik Eksperimental Nonkonvensional: Bukti Kita Butuh Pembacaan Ulang
Acung Memilih Bersuara (2023): Diskriminasi Etnis Tionghoa dan Skenario di Balik ‘65
Tags: filmfilm asiafilm dokumenterfilm pendekindiaMinikinoSingaraja
Previous Post

“Music Celebration 2024” | Harmonious Echoes: Musik, Lingkungan, dan Kolaborasi Komunitas

Next Post

d’Bukit Kreatif Space: Ruang Belajar Anak-Anak Bukit Yangudi

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
d’Bukit Kreatif Space: Ruang Belajar Anak-Anak Bukit Yangudi

d'Bukit Kreatif Space: Ruang Belajar Anak-Anak Bukit Yangudi

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co