17 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Sarpi, Batik Gedhog, dan Tradisi Masyarakat Gaji

JaswantobyJaswanto
January 11, 2024
inPersona
Sarpi, Batik Gedhog, dan Tradisi Masyarakat Gaji

Sarpi

DI rumahnya yang sederhana di Desa Gaji, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, Sarpi (39) mulai merajut mimpinya. Sejak duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar, ibu dari dua anak itu sudah mulai belajar membatik. Sebagai perempuan yang lahir dari keluarga pembatik dan penenun, baginya, membatik adalah semacam panggilan jiwa.

Batik dan kain tenun, rasanya memang sulit dipisahkan dari kehidupan orang Kerek, termasuk di Desa Gaji. Goresan canting dan hentakan alat tenun, berjalan seirama dengan hela napas masyarakatnya. Selain untuk melengkapi estetika sandang, bagi masyarakat Gaji, batik dan kain tenun juga sebagai sarana menyelaraskan diri dengan alam dan mendekatkan diri pada Sang Pencipta.

Sekadar informasi, setidaknya ada lima dari 17 desa di Kecamatan Kerek—yang para perempuannya dikenal memiliki kemampuan memintal benang, menenun, membatik, hingga mewarnai—yakni, Margorejo, Gaji, Kedungrejo, Karanglo, dan Temayang.

Para perempuan sedang membatik di Dedy Batik / Foto: Sarpi

Dulu, mereka, para perempuan itu, sebagaimana dituliskan Sri Rejeki dalam “Gores Canting Para Seniman Batik” (2016), membagi diri dengan bidang keahlian masing-masing sekaligus membentuk sistem ekonomi berlandaskan gotong royong.

Orang Gaji dikenal akan keterampilannya membatik tanpa pola atau jiplakan kain, baik untuk motif utama maupun latar. Kain dibatik bolak-balik, bagian depan dan belakang. Mereka bagaikan seniman yang melukis kain dengan cantingnya.

“Motif kembang jeruk [salah satu motif kuno di Gaji] adalah motif pertama yang saya batik. Dulu saya belajar membatik di kain ukuran 1 meter. Kain itu saya beli sendiri dengan uang jajan yang saya simpan,” ujar Sarpi saat dihubungi tatkala.co melalui telepon genggam, Rabu (10/1/2023) sore.

Sarpi mengaku sejak kecil sudah memiliki hobi corat-coret motif batik di kertas.  Hanya saja, katanya, saat itu ia belum bisa memegang canting dengan benar. “Saat kelas 4 SD itu baru bisa memegang canting dengan benar, jadi sudah berani mencoba [membatik] di kain.”

Sejak saat itu ia mulai berlajar tahap-tahap membatik, dari tahap pertama proses pencucian kain, tahap mendesain, tahap mencanting (membatik), tahap pewarnaan, tahap proses penembokan, sampai tahap pelorodan. Semua itu ia pelajari secara otodidak dengan memperhatikan dan mencermati orang-orang di sekitarnya, yang memproduksi batik.

Hari ini, Sarpi dikenal luas sebagai salah satu pembatik yang masih mempertahankan kain gedhog sebagai produk batiknya. Karena, baginya, selain sebagai upaya mempertahankan dan melestarikan warisan leluhur, produk itu memang menarik. “Soalnya hanya di Kerek batik tenun gedhog dihasilkan, tidak oleh daerah lain,” katanya, menegaskan, seolah batik gedhog adalah satu-satunya warisan leluhur yang harus dirawat dan dijaga.

Motif batik Turangga Ranggalawe karya Sarpi / Foto: Sarpi

Sejak awal tahun 2016, setelah mendapat juara 2 lomba desain batik se-Kabupaten Tuban, Sarpi mendirikan usaha batik sendiri dengan modal uang pembinaan yang ia dapat dari pihak penyelenggara. Usaha tersebut diberi nama “Dedy Batik”. Sejak saat itu, ia merasa telah meraih mimpinya. Dan kini, ada sekitar 20 orang yang membantu produksi batik di tempat usaha yang ia dirikan.

Selama menjalankan usahanya, untuk kebutuhan kain tenun gedhog ia dapatkan dari Desa Gaji sendiri—yang ia sebut sebagai “desa tercinta” itu. Namun, untuk kain katun juantiyu, malam (lilin batik), serta obat pewarna batik, ia harus membelinya dari Bima Kunting, Solo, Jawa Tengah.

Saat ditanya mengenai pemasaran produk batiknya, Sarpi menjawab, “Saya pasarkan di pasar online seperti Instagram, Facebook, dan WhatsApp.” Dan sampai sejauh ini, katanya, orderan paling besar ia dapatkan dari kantor-kantor dinas di Kabupaten Tuban. “Kalau luar kota, pesanan biasanya datang dari Jakarta, Bali, dan Yogyakarta,” terangnya.

Sarpi selalu berusaha menciptakan motif-motif baru untuk menarik minat konsumen supaya tidak bosan dengan motif yang itu-itu saja. Ini adalah salah satu strategi yang ia terapkan. Ada banyak sekali motif yang ia ciptakan, bahkan ada yang selalu mendapat juara setiap kali diikutkan lomba.

“Motif andalan saya adalah motif yang saya beri nama ‘Perjuangan Menjunjung Derajat’, yang sering dipakai Mas Lindra, Bupati Tuban sekarang. Tapi, motif ‘Turangga Ranggalawe’ yang best seller tenan,” jelas Sarpi.

Selain menggunakan pewarna kimia, atau buatan, Sarpi juga menggunakan pewarna alami. Ia biasa menggunakan kayu tingi, kulit kayu mahoni, secang, kulit manggis, akar mengkudu, dan daun tom atau indigo sebagai pewarna batik yang diproduksinya. “Sesuai pesanan,” katanya.

Sarpi dan penghargaan juaranya / Foto: Dok. Sarpi

Sebagai pengerajin dan pengusaha batik, Sarpi mengatakan bahwa tantangan usaha batik hari ini adalah banyaknya pendatang baru, khususnya pengrajin batik, yang menjual karya batiknya dengan harga yang lebih murah (banting harga) bahkan tidak sebanding dengan biaya produksinya. “Itu kan sangat merusak harga pasar,” ujarnya, menyesalkan.

Meski demikian, itu tidak boleh membuatnya patah arang. Ia tetap harus berusaha menghasilkan inovasi baru dan mempertahankan kualitas produknya. Dan benar, atas kegigihannya, selama berkarier sebagai pengerajin batik, ia sudah meraih 6 gelar juara.

“Pertama juara 2 tingkat kabupaten untuk motif Tri in One tahun 2015; juara 3 tingkat Provinsi Jawa Timur untuk motif Turangga Ranggalawe (2017); juara 1 tingkat Kabupaten Tuban untuk motif Sandang Pangan Papan (2017); juara 1 tingkat Kabupaten Tuban untuk motif Kloso Pandan (2017), juara 2 tingkat Provinsi Jawa Timur untuk motif Ombak (2018), dan juara 1 tingkat Provinsi Jawa Timur untuk motif Perjuangan Menjunjung Derajat (2022),” jelasnya.

Selain kerap mengikuti lomba dan meraih juara, Sarpi juga sering mengikuti pameran produk batik. “Sudah 15 kali ikut pameran. Itu semua dibiayai oleh pemerintah,” katanya sambil mengucap syukur. Seringnya mendapat juara dan mengikuti pameran, membuat nama dan produknya semakin dikenal luas oleh masyarakat.

Batik Gedhog dan Tradisi Setempat

Sudah sejak lama Desa Gaji dikenal sebagai salah satu sentra batik tulis tenun gedhog—batik yang dibuat di atas kain tenun khas Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Disebut gedhog karena ketika alat tenun difungsikan berbunyi dhog-dhog.

Kain gedhog di Desa Gaji dibuat dari benang kapas yang dipintal sendiri. Kapasnya pun ditanam di tanah setempat. Dengan demikian, orang-orang Desa Gaji menguasai proses produksi batik gedhog mulai dari hulu hingga hilir.

Menurut Sarpi, ada dua jenis kapas yang biasa digunakan, kapas putih dan kapas coklat. Hasil pintalan kapas berupa benang itu disebut lawe. Khusus untuk benang dari kapas coklat disebut lawe lawa—merujuk pada warna codot, hewan sejenis kelelawar.

Lawe lawa / Foto: Sarpi

Batik gedhog pada awalnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Kain panjang yang disebut tapeh atau sewek beserta selendang atau sayut adalah dua hal yang harus—untuk tidak mengatakan wajib— dimiliki perempuan Gaji. Bahkan, kain dan selendang bisa menjadi simbol status sosial seseorang.

“Bagi kami orang Gaji, kalau tidak punya jarik jawa (gedhog) dan jarik lasem (dari mori), rasanya bukan orang Gaji. Kalau pas buwoh (kondangan) pakai jarik dan selendang gedhog, rasanya top banget,” ungkap Wahyuni, pembatik dari Desa Gaji, sebagaimana dikutip dari koran Kompas.

Hal serupa juga diungkapkan Sarpi. Orang Gaji punya kebiasaan menyumbang beras ketika menghadiri hajatan kerabat atau tetangga yang dibawa ketika buwoh. Wadahnya berupa bokor kuningan yang digendong dengan selendang gedhog.

Sayut atau selendang khas Tuban / Foto: Sarpi

Dalam pernikahan, jika orang tua laki-laki punya semacam kewajiban menyiapkan kain batik sebagai seserahan, orang tua perempuan punya kewajiban menyiapkan baju dan sarung batik gedhog bagi calon menantu pria. Namun, tradisi itu kini telah banyak digantikan batik berbahan mori keluaran pabrik.

Selain terkait pernikahan, batik atau kain gedhog juga erat kaitannya dengan ritual seperti sedekah bumi, musim tanam dan panen, tingkeban (syukuran kehamilan tujuh bulan), kelahiran bayi, serta kematian.

Dulu, pada musim panen padi, misalnya, beberapa orang Gaji masih menggunakan ukel (gelung) benang kapas sebagai pelengkap sesaji yang ditaruh di takir—wadah yang terbuat dari daun pisang—di sudut sawah beserta uba rampe lainnya, seperti tumpeng, ayam panggang, telur, sisir kecil, dan cermin. Tetapi itu zaman dulu, sebelum orang-orang Desa Gaji mengenal banyak hal dari luar daerah.

Motif batik karya Sarpi digenakan seorang model di Batik Fashion 2018 / Foto: Sarpi

Meski demikian, menurut Sarpi, masih banyak orang Gaji yang menanam kapas—walaupun masih menganggap kapas sebagai tanaman selingan, tidak pokok. “Bahkan yang tidak punya lahan pun berminat menanam kapas di polybag,” ujarnya.

Namun, hal tersebut berbeda dengan minat memintal kapas dan menenunnya menjadi kain. Tradisi memintal dan menenun kain gedhog di Desa Gaji tampaknya sudah mulai luntur, sebelum benar-benar muspra. Rata-rata perempuan pemintal benang dan penenun kain di desa tersebut sudah berusia uzur. Artinya, sangat sulit menemukan penenun yang masih muda. Memintal dan menenun rupanya kegiatan yang tidak menarik bagi generasi belakangan. Sungguh memprihatinkan.

“Padahal, permintaan tenun gedhog dari luar kota saat ini banyak. Tetapi, tidak banyak anak muda yang minat menjadi penenun. Kalau pun ada, hasil tenunnya sangat kasar—karena ingin cepat menghasilkan banyak produk—tidak sebagus dan sehalus penenun dulu,” ucap Sarpi sebelum mengakhiri wawancara.[T]

Reporter: Jaswanto
Penulis: Jaswanto
Editor: Made Adnyana

Wayan Antari, Gerip Maurip, dan Makin Kencanglah Angin Sastra dari Bangli
Carma Mira dan Gerip Maurip yang Menumbuhkan Semangat Baru dalam Menulis Sastra
Dek Cita: Aktivis ‘98, Politisi, dan Politik Keseimbangan
Diki Wahyudi | Sarjana Hukum Undiksha Sukses dengan “Tiktok Sarjana Hukum” untuk Indonesia
Tags: batikJawa Timurtenun
Previous Post

Seribu Mahasiswi Undiksha Menari Joged Bumbung Serentak, Bayangkan Betapa Hebohnya…

Next Post

Menyongsong Bulan Bahasa Bali Tahun 2024: Sebuah Catatan Kecil tentang Aferesis, Sinkope, dan Paragog dalam Bahasa Bali

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post

Menyongsong Bulan Bahasa Bali Tahun 2024: Sebuah Catatan Kecil tentang Aferesis, Sinkope, dan Paragog dalam Bahasa Bali

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

‘Narasi Naïve Visual’ Ni Komang Atmi Kristia Dewi

by Hartanto
May 16, 2025
0
‘Narasi Naïve Visual’ Ni Komang Atmi Kristia Dewi

KARYA instalasi Ni Komang Atmi Kristia Dewi yang bertajuk ; ‘Neomesolitikum’.  menggunakan beberapa bahan, seperti  gerabah, cermin, batu pantai, dan...

Read more

Suatu Kajian Sumber-Sumber PAD Menurut UU No. 1 Tahun 2022

by Suradi Al Karim
May 16, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

TULISAN ini akan menarasikan tentang pentingnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya di Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Karena  PAD adalah...

Read more

Sikut Awak : Mengukur Masa Depan Bali

by Mang Tri
May 16, 2025
0
Sikut Awak : Mengukur Masa Depan Bali

SORE itu beruntung hujan tidak turun seperti hari-hari sebelumnya. Krisna Satya atau yang kerap saya panggil Krisna sedang berada di...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Literasi Film untuk Keluarga: Anak-anak Menonton Sekaligus Belajar
Panggung

Literasi Film untuk Keluarga: Anak-anak Menonton Sekaligus Belajar

AMFLITEATER Mall Living World, Denpasar, ramai dipenuhi pengunjung. Sabtu, 10 Mei 2025 pukul 17.40, Tempat duduk amfliteater yang bertingkat itu...

by Hizkia Adi Wicaksnono
May 16, 2025
Sariasih dan Manisnya Jaja Sengait Gula Pedawa 
Kuliner

Sariasih dan Manisnya Jaja Sengait Gula Pedawa

ADA beberapa buah tangan yang bisa kalian bawa pulang untuk dijadikan oleh-oleh saat berkunjung ke Singaraja Bali. Salah satunya adalah...

by I Gede Teddy Setiadi
May 16, 2025
45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
Kuliner

45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

by Komang Puja Savitri
May 14, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co