BULAN Bahasa yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober bukan hanya untuk memperingati Sumpah Pemuda, melainkan untuk membina dan mengembangkan bahasa dan sastra Indonesia. Selain itu, peringatan Bulan Bahasa diharapkan dapat memelihara semangat dan meningkatkan peran masyarakat luas dalam menangani masalah bahasa dan sastra Indonesia.
Peringatan Bulan Bahasa merupakan momen untuk merefleksi diri dalam menggunakan bahasa. Jelang tahun politik 2024 berita-berita hoaks berseliweran di media sosial. Pilihan kata yang digunakan sangat tidak santun. Penggunaan kata seperti itu tentu melukai hati orang. Memaki di media sosial tampaknya menjadi hal yang sangat lumrah dilakukan.
Kebudayaan suatu masyarakat tertentu, menurut Spencer dan Oatey (2001:4) dimanifestasikan dalam berbagai bentuk lapisan mulai dari nilai-nilai, asumsi dasar, sistem kepercayaan, sikap, konvensi, sistem kemasyarakatan dan institusi, bentuk ritual, tingkah laku, artefak dan produk kebudayaan. Bentuk lapisan kebudayaan tersebut perlu dipahami karena pada prinsipnya sistem kebudayaan suatu masyarakat akan direalisasikan dalam bentuk tingkah laku dan bentuk lingual setiap anggota masyarakatnya.
Sebuah tuturan dapat dipahami dengan baik tidak saja dilihat dari bentuk formal tuturan itu, tetapi juga dilihat dari praktis sosial yang melingkupi tuturan tersebut. Bagaimana struktur sosial dan sistem kebudayaan nilai-nilai kehidupan yang membentuknya. Menurut Eryanto (2001:7), percakapan (praktik wacana) dapat menampilkan efek ideologi. Dari kajian tuturannya dapat digali bagaimana sistem kepercayaan dan nilai-nilai kehidupan suatu masyarakat.
Praktis berbahasa tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan suatu masyarakat. Mengapa begitu? Seseorang yang menyatakan dirinya sebagai anggota masyarakat (suku) tertentu seharusnya orang tersebut menggunakan bahasa (bahasa daerah) yang mencerminkan identitas suku tersebut. Dengan menggunakan bahasa daerahnya, seseorang dapat mempraktekkan nilai-nilai, sistem kepercayaan, kebudayaannya dalam keseharian. Begitu juga identitas kebangsaan suatu masyarakat dikaitkan dengan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi bangsa tersebut.
Penggunaan bahasa di ruang publik terutama di daerah pariwisata kecenderungannya saat ini menggunakan bahasa Inggris. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan pada Pasal 36 ayat 3 tercantum bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Hal ini perlu diatur, dikhawatirkan daerah yang ramai dikujungi wisatawan manca negara seperti Kuta dan Ubud identitas kebaliannya dan keindonesiaannya tidak tampak.
Refleksi penggunaan bahasa Indonesia di media sosial perlu dilakukan oleh masyarakat. Perkembangan teknologi digital mengakibatkan orang dapat mengakses konten-konten yang bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan orang Indonesia. Generasi muda termasuk pelajar merupakan pengguna media sosial yang paling aktif dan paling banyak. Dalam memberikan reaksi terhadap konten di media sosial banyak yang menggunakan kata-kata yang cenderung kasar. Apakah ini merupakan karakter generasi muda kita. Orang mengatakan kata itu tajam ibarat mata pedang. Dengan analogi seperti ini, kata yang digunakan dapat melukai perasaan orang lain. Jika keadaan ini tetap terpelihara lambat laun generasi muda akan kehilangan identitas kesantunannya sebagai warga negara Indonesia.
Indonesia didapuk sebagai negara dengan tingkat kesopanan pengguna internet terendah di Asia Tenggara berdasarkan laporan “Digital Civility Index” yang dirilis Microsoft akhir Februari tahun 2021. Hal ini tentu sangat kontroversial karena orang Indonesia dulu terkenal dengan keramahan penduduknya, Nilai-nilai kesantunan yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita sudah pudar.
Bahasa dan identitas merupakan dua sisi mata uang. Penggunaan bahasa akan mencerminkan identitas seseorang sebaliknya identitas seseorang akan diketahui dari penggunaan bahasanya. Etika berbahasa perlu terpelihara dalam berkomunikasi. Pejabat, pengamat politik, elit partai, akademisi dan public figure hendaknya menjaga setiap kata yang mengalir dari mulutmya. Kalangan elit ini akan dijadikan panutan oleh generasi muda.
Apabila para elit ini tidak memberikan contoh bagimana bahasa digunakan secara santun generasi muda akan meniru cara berbahasa yang tidak santun tersebut. Momen peringatan Bulan Bahasa hendaknya dijadikan momen untuk memperbaiki cara berkomunikasi yang tidak santun menjadi cara berkomunikasi yang santun sehingga identitas kebangsaan kita tidak akan pudar. [T]