— 𝐂𝐚𝐭𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐇𝐚𝐫𝐢𝐚𝐧 𝐒𝐮𝐠𝐢 𝐋𝐚𝐧𝐮𝐬, 𝟓 𝐒𝐞𝐩𝐭𝐞𝐦𝐛𝐞𝐫 𝟐𝟎𝟐𝟎
Raghu Vira (30 Desember 1902 – 14 Mei 1963) adalah tokoh besar India yang kagum dengan Indonesia, khususnya bahasa Kawi (Jawa Kuno) dan Bali yang dinilainya telah berjasa menyelamatkan lontar-lontar (naskah atau manuskrip) sastra kuno Nusantara. Raghu Vira selain seorang ahli bahasa dan cendekiawan, adalah politisi terkemuka India dan menjadi anggota Majelis Konstituante. Raghu Vira lahir di Rawalpindi (Punjab Barat), setelah memperoleh gelar MA dari Universitas Punjab, ia menerima gelar Ph.D. di Inggris dan D. Litt. dari Leiden Belanda.
Ketika Prof. Raghu Vira berkunjung ke Indonesia , ia dijamu secara khusus oleh Soekarno. Mereka berdiskusi berbagai hal hubungan kebudayaan India kuno dan Nusantara kuno. Diskusi dan tulisan tangan Soekarno ada di buku perjalanan Prof. Raghu Vira yang tersimpan di perpustakaan putranya, Prof Lokesh Chandra yang juga dikenal sebagai salah satu pakar Sansekerta terbaik di India. Disamping karena Bung Karno dan Raghu Vira sama-sama bersabahat dengan Nehru, Soekarno secara pribadi yang sangat tertarik belajar Sanskerta dan telah mengetahui kemahsyuran nama Prof. Raghu Vira sebagai pakar dunia yang disegani, dan sebagai pejuang India dalam mengusir penjajahan Inggeris. Presiden Soekarno sempat bersurat ke Prof Raghu Vira agar dikirimi kamus Sanskerta untuk dijadikannya panduan mendalami Sanskerta.
Selama di Indonesia, hampir sebulan Prof. Raghu Vira dijamu dan ditemani oleh Soekarno, baik di Jakarta dan Sumatra.
Ketika Prof. Raghu Vira ke Bali, Presiden Soekarno meminta kepada kepala daerah di Bali untuk menjamunya, meminta cendikiawan terbaik Bali menemani selama riset di Gedong Kirtya. Dalam perjalanan Raghu Vira dari Denpasar ke Singaraja, melewati Kintamani, perjalanannya ditemani oleh Resident Bagoes Oka (suami dari Ibu Gedong Bagoes Oka — kakek dan nenek Isyana Bagoes Oka, jurnalis yang sekarang aktif di PSI). Selama di Buleleng ia menginap di rumah Bagoes Oka, dan Prof Raghu Vira memberikan dua kali Kuliah Umum Perbandingan Agama Hindu India dan Bali. Saya membayangkan Ibu Gedong Bagoes Oka kemungkinan bertindak sebagai penterjemah kuliah itu, mengingat Ibu Gedong adalah pengajar bahasa Inggeris yang bahasa Inggerisnya paripurna. Profesor Raghu Vira bukan hanya pakar riset Sanskerta, tapi pembicara ulung: Soekarno saja terpikat! Saya mendapat kesaksian dari Ibu Gedong dan putranya atas kekagumannya terhadap Prof Raghu Vira, sampai-sampai Ibu Gedog memberi nama putranya nama Vira.
Sementara itu atas penugasan Bung Karno, seorang tokoh besar dan pakar lontar yang fasih berbahasa Inggeris dan Belanda dari Buleleng bernama I Wayan Bhadra menemani Raghu Vira selama riset di Gedong Kirtya. I Wayan Bhadra adalah pakar terbaik dengan reputasi internasional dalam hal Jawa Kuno di masa itu. Posisinya sebagai pustakawan pertama Gedong Kirtya (perpustakaan lontar terbaik yang pernah ada).
Dari riset di Gedong Kirtya yang ditemani oleh I Wayan Bhadra ini, Prof Raghu Vira menemukan khazanah lontar terbaik Nusantara yang tersedia. Lontar-lontar penting berbahasa Sansekerta yang dibawa copy dan atau alihaksaranya antara lain: Ślokāntara, Sāra-samuccaya, Saṅ Hyaṅ Mahājñāna, Saṅ Hyaṅ Tattvajñāna, Gaṇapatitattva, Svara-vyañjaya, dll. Lontar-lontar selanjutnya digarap, diterjemahkan dengan sangat detail sebagai kajian disertasi dan buku, dalam bahasa Inggeris oleh putra, putri dan menantunya: Prof Dr. Lokesh Chandra, Dr. Sudarshana Devi, Dr. Sharada Rani, yang kesemuanya pakar-pakar besar ahli Jawa Kuno dan Sansekerta kuliah doktoral di bawah bimbingan Prof. Jan Gonda (1905—1991) profesor bidang Jawa Kuno dan Sanskerta dari Universitas Utrecht dan Leiden, Belanda. Disertasi, terjemahan dan kajian mereka tersebut menjadikan lontar-lontar Kawi dan Sanskerta koleksi Gedong Kirtya semakin terkenal di dunia peneliti internasional. Para pakar India atau indologist menjadikan karya kesarjanaan mereka sebagai acuan memasuki teks Kawi-Sansekerta dan pemikiran Hindu di Nusantara. Sayangnya, masyarakat Bali dan Indonesia sendiri umumnya kurang serius membacanya.
Bung Karno dan Nehru memahami keberadaan naskah-naskah kuno berbahasa Sansekerta tersebut terselamatkan di Jawa dan Bali dari informasi Prof Raghu Vira. Prof Raghu Vira berjuang dengan mencari dana sendiri dan keliling Asia untuk meneliti, menggali dan mengumpulkan teks-teks Sansekerta yang tersebar di Mongolia, Cina, Asia Tengah, Selatan, Asia Timur. Termasuk Indonesia. Usahanya ini membuat kagum Presiden Sukarno, dan Jawaharlal Nehru juga memberikan penghargaan bagi Raghu Vira. Persabahatan Raghu Vira dengan Jawaharlal Nehru dan Presiden Sukarno membawa relasi India-Indonesia bukan sebatas relasi diplomasi biasa, tapi menyusup pada akar persaudaraan masa silam kedua bangsa yang diasuh dan dibesarkan oleh karya sastra dan filsafat yang sama.
Dari kunjungan ke Gedong Kirtya, Prof. Raghu Vira bersaksi bahwa: “The Kirtya collection is also unparalleled.” (Koleksi Kirtya juga tidak tertandingi).
Kutipan catatannya saya terjemahkan dari buku yang ditulis Prof Lokesh Chandra (putra Prof Raghu Vira) berdasarkan catatan tangan yang ditulis Prof Raghu Vira, sebagai berikut :
“Saya telah menghabiskan seminggu di Bali, tanah pesona, permata Indonesia, di mana orang-orang masih menulis dan mengukir di atas lontar, dengan kedalaman jiwa manusia yang unik, menakjubkan, dan saleh berkembang dalam tarian dan perayaan ritual. Barong mengilustrasikan kepada rakyat sederhana yang bersahaja tentang kemenangan kebaikan atas kejahatan. Jika seseorang mencari orang yang artistik sampai ke inti batinnya, inilah orang Bali. Di sini orang dapat melihat kehidupan Jawa Kuno, agama, upacara, relief bergambar di batu, bahkan mendengar lagu-lagu Jawa Kuno.”
“Saya mendapat banyak manfaat dari lembaga penelitian, seperti Kirtya Liefrinck van der Tuuk di Singaraja … Koleksinya sudah lama dikumpulkan dan di sini orang bisa mempelajari berbagai aspek seni dan karya sastra… Koleksi Kirtya juga tak tertandingi. Saya merasakan kebutuhan yang besar dari publikasi mereka dalam edisi yang tepat dilengkapi dengan esai kritis…”
“Beberapa koleksi ini bersumber aslinya dari India, jadi wajarlah jika orang India terkesan melihat beberapa dari masa lalu negaranya sendiri dipelihara dengan setia beberapa ribu mil jauhnya”.
Ia dengan teliti dan sangat hati-hati menterjemahkan Sarasamuscaya yang menjadi kitab acuan penting dalam pemerintahan Kerajaan Majapahit dan teks ini telah ada jauh sebelum Majapahit berdiri. Dalam pengantar buku terjemahan Sarasamuscaya Prof Raghu Vira menyatakan bahwa “Sarasamuscaya adalah Bhagawadgita-nya umat Hindu di Bali”.
Pakar bahasa Kawi ternama dari Bali I Nyoman Kajeng, dalam pengantar Sarasamuscaya yang ia terjemahkan, mengakui bahwa kitab lontar Sarasamuscaya yang diterjemahkan berasal dari koleksi lontar di Gedung Kirtya dan usaha penerjemahannya sempat terhenti. Kemudian mengakui penterjemahannya dilanjutkan kembali saat mendapat naskah terjemahan Sarasamuscaya yang diterbitkan oleh Prof Raghu Vira, dan penomoran sloka dari 1 sampai 511 diberikan oleh Prof Raghu Vira.
Profesor Raghu Vira mempunyai reputasi besar di bidang sastra Sansekerta karena ia adalah pakar yang langka, yang langsung melacak dan membaca edisi manusript kuno lontar yang berisi teks-teks Sanskerta kuno, yang ditemukan budaya Mongolia, Cina, Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Timur dan Indonesia — beberapa lontar-lontar ia peroleh dari salinan dan atau copy dari Gedong Kirtya. Profesor Raghu Vira mengoleksi manuskrip Sanskerta dari berbagai negara di luar India, termasuk lontar-lontar dari Bali. Pemikiran dan riset-risetnya menjadi rujukan para pakar India dalam mempelajari sastra Kawi, Sansekerta, dan Hinduism.
Namanya sebagai tokoh besar India dikenal berjejer dengan nama Jawaharlal Nehru (Pejuang dan Perdana Menteri India pertama). Ia dikenal seorang ahli bahasa dan pejuang nasionalis India, sahabat dan rujukan Nehru dalam membahas urusan politik dan kebudayaan India. Ia terlibat dalam mengorganisir para pemimpin India melawan monopoli imperialis Inggris. Riset-risetnya didukung oleh pimpinan negara-negara seperti: Jawaharlal Nehru, Chou En-lai dan Sukarno. Ia adalah pakar berbagai bahasa, seperti Hindi, Sanskrit, Persia, Arab, Inggris, Urdu, Bengali, Marathi, Tamil, Telugu dan Punjabi, dll. Menciptakan sekitar 150.000 istilah ilmiah dan peristilahan parlementer dengan bahasa Sansekerta sebagai pijakan umum peristilahan politik di India. Kamus Besar Bahasa Inggris-Hindi karyanya tetap memberikan kontribusi fundamentalnya untuk tujuan bahasa India. [T]
- BACA artikel dan esai lain dari penulis SUGI LANUS