10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Gede Rimbawa: Petinju, Pelatih, dan Orang Tua

JaswantobyJaswanto
September 12, 2023
inPersona
Gede Rimbawa: Petinju, Pelatih, dan Orang Tua

Gede Rimbawa | Dok. Jas

DARI BANYUNING sampai Air Sanih itu tidak dekat, sekitar 15 kilometer. Kira-kira butuh waktu sekitar 28 menit menggunakan sepeda motor dan 3 jam lebih jika ditempuh jalan kaki atau lari-lari kecil. Namun, jika orang pada umumnya pasti lebih memilih menggunakan motor, lain dengan Agus, ia memilih lari. Sebab, lari memang bagus untuk pernapasan seorang atlet tinju.

“Itu latihan yang diberikan bapak kepada saya. Bahkan kadang dari Banyuning sampai Penimbangan,” kata Agus.

Agus merupakan seorang atlet tinju yang lahir dari keluarga atlet. Kakek dan bapaknya sama-sama petinju—bapaknya bahkan pernah beberapa kali bertanding di luar negeri. Sedangkanya ibunya merupakan seorang atlet renang.

Tetapi, ini bukan tentang Agus atau yang lain, ini tentang bapaknya yang bernama Gede Rimbawa, seorang atlet tinju legendaris dari Kelurahan Banyuning, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.

Pak Bawa, sebagaimana ia akrab dipanggil, lahir di Banyuning, 21 Juni 1966. Lelaki paruh baya yang kini tinggal di Jl. Pulau Menjangan samping lampu merah Banyuning itu, dulu adalah seorang atlet tinju pilih tanding—meski jika dilihat dari fisiknya, ia lebih cocok sebagai atlet lari. Benar. Tubuhnya tinggi dan berat badannya tak sampai 60 kg. Namun, untuk menjadi atlet tinju, fisik bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi, tapi juga skill dan mental, tentu saja.

Jauh sebelum menjadi atlet, Pak Bawa mulai tertarik berlatih tinju sejak ia dirundung di sekolahnya di SDN 1 Banyuning (waktu itu ia masih kelas 3). Ia mengaku pernah dikeroyok enam orang. Wajar, katanya, ia murid pindahan dari Lombok. “Mungkin karena saya murid baru,” jelasnya kepada tatkala.co saat dikunjungi di kediamannya, Senin (11/9/2023) sore.

Gede Rimbawa berpose dengan sarung tinju dan beberapa medali yang diraihnya / Foto: Dok. Jas

Atlet yang sudah berkepala dua itu, sebelum belajar tinju, ia pernah belajar silat dengan pamannya di Lombok. “Tapi bapak yang mengajarkan tinju kepada saya,” ujarnya, tegas. Ya, bapaknya juga seorang atlet tinju tahun 60an.

Seperti dalam film Dangal (2016)—film India yang mengisahkan perjuangan seorang ayah bernama Mahavir Singh Phogat (Aamir Khan), pegulat senior India, dalam melatih anak perempuannya Geeta Phogat (Fatima Sana Shaikh) menjadi atlet gulat dan memenangkan medali pertama India di Commonwealth Games 2010—Pak Bawa juga mendapatkan latihan yang serius dari bapaknya. Sepulang sekolah, ia harus lari keliling Banyuning, setiap hari.

“Latihan tinju itu berat, sakit. Tapi menyenangkan,” katanya.

Pak Bawa memulai kariernya sebagai petinju amatir junior pada tahun 70an. Di bawah bimbingan bapaknya, beberapa kali ia memenangkan pertandingan.

“Bapak saya memiliki motivasi yang sangat tinggi. Ketika saya kalah bertanding, ia akan lebih giat melatih saya. Bahkan, bapak selalu mencernati calon lawan-lawan saya. Itu dilakukannya untuk mengetahui kelemahan lawan,” terangnya menggebu-gebu.

Bapaknya tidak main-main. Ia mau anak laki-lakinya menjadi atlet tinju yang hebat. Maka dari itu, selain latihan fisik, mental, dan teknik, ia juga memberi Pak Bawa vitamin seperti susu, telur, dan suplemen lainnya. Perlakuan tersebut membuat Pak Bawa semakin termotivasi untuk terus latihan.

Tak hanya bertanding di Buleleng, Pak Bawa juga diajak bapaknya untuk bertanding di daerah lain seperti Denpasar dan Jembrana. Bersama bapaknya ia kerab menempuh perjalanan jauh dan melelahkan.

“Dulu bapak punya sepeda motor. Itu yang kami pakai ke mana-mana, termasuk seleksi PON XI di Denpasar,” ujarnya.

Pada tahun 1982, Pak Bawa meraih juara 1 Tinju Kelas Terbang Madia se-Bali di Negara. Dan tiga tahun kemudian, ia meraih juara 2 dalam Kejuaraan Tinju Amatir Sarung Tinju Emas Nasional (STEN) X 1985 di Manado, Sulawesi Utara. Di tahun yang sama, ia meraih medali emas dalam Kejurnas Junior V di Jakarta untuk kelas 54 KG setelah menumbangkan 27 peserta, termasuk atlet dari Sumatera Utara dalam babak final. Ia menang angka.

Piagam penghargaan Gede Rimbawa saat mendapat juara 1 dalam Kejuaraan Antar Sasana se-Bali tahun 1982 / Foto: Dok. Jas

Saat bertanding di Probolinggo, Jawa Timur, sekitar tahun 80an, Pak Bawa pernah diteriaki dengan sebutan “Leak Bali. Leak Bali. Leak Bali” karena berhasil menumbangkan atlet tuan rumah kurang dari satu menit. “Dia KO. Sampai tak sadarkan diri. Dan kabarnya dilarikan ke rumah sakit,” jelas Pak Bawa sesaat setelah meneguk minuman isotoniknya.

Tak hanya bertanding di tingkat nasional, Pak Bawa juga pernah merasakan atmosfir ring internasional. Ia pernah bertanding di Thailand dan Rumania. “Pertandingan di luar negeri itu sangat keras. Kami harus benar-benar siap. Apalagi kalau bertemu sama orang Rusia,” ungkapnya.

Menurut Pak Bawa, atlet yang bertanding di internasional tentu bukan atlet sembarangan. Mereka adalah atlet yang sudah lolos seleksi dari sekian banyak atlet di negera masing-masing. Jadi, porsi latihannya pun berbeda dengan latihan saat menghadapi kejuaraan di daerah maupun nasional.

“Pertandingan yang paling berkesan bagi saya adalah saat di Thailand, Piala Raja, sekitar tahun 90an.”

Saat bertanding di Thailand, lawan terberat bagi Pak Bawa adalah atlet dari Uganda dan Kenya. Menurutnya, kualitas pukulan mereka sangat keras, lain dengan rata-rata atlet dari Indonesia. Padahal, dari ketahanan napas dan fisik, Indonesia tak kalah dari negara asal Robert Wangila—petinju dari Kenya yang membuat sejarah dengan menjadi orang Afrika pertama yang memenangkan medali emas Olimpiade ketika mengalahkan Laurent Bouduani dari Prancis di final—itu.

Selain pernah bertanding di Thailand, seperti yang sudah sempat disinggung di atas, Pak Bawa juga pernah bertanding, bahkan berlatih, di Rumania. Ia mengaku pernah berlatih selama lima bulan di sana. Dan berkat pengalaman berlatih selama di negara yang terletak di bagian utara Semenanjung Balkan itulah, Pak Bawa merasa percaya diri untuk melatih tinju di Buleleng.

Selama menjadi atlet, cedera terparah yang pernah didapatkan Pak Bawa hanya saat mengikuti kejuaraan di Denpasar. Waktu ia kepalanya sampai bocor, berdarah, terkena gigi lawan. “Pelindung giginya dia terlepas. Ini bekas jahitannya masih ada,” katanya sambil meraba kepalanya, mencoba meyakinkan.

Gede Rimbawa saat menerima penghargaan dari KONI Buleleng / Foto: Dok. Rimbawa

Saat ini, Pak Bawa masih aktif melatih tinju di sasana miliknya, Sasana Panca Satria Boxing Camp, namanya. Sasana yang terletak di Desa Banyuning, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, itu, sudah mencetak beberapa atlet tinju, termasuk anaknya sendiri.

Dan pada momen peringatan Hari Olahraga Nasional (Haornas) 2023, KONI Buleleng memberikan penghargaan kepada Pak Bawa, Jumat (8/9/2023). Penghargaan tersebut diberikan atas prestasi dan pengabdiannya di dunia tinju selama ini. “Saya sangat senang, karena pemerintah masih mengingat kami. Saya memberi dua jempol,” ucapnya, penuh haru.

Pak Bawa, selain sebagai seorang petinju dan pelatih, ia juga orang tua. Sebagai orang tua, ia berharap bakatnya, dunianya, bisa diteruskan oleh anaknya—atau setidaknya anak-anak yang berlatih tinju di sasana miliknya.

Masa Depan Tinju

Mengobrol tentang keadaan tinju di Indonesia saat ini. Menurut Pak Bawa, dibandingkan dengan periode 1970-1980an, popularitas tinju kini telah jauh menurun. Pada masa itu kompetisi tingkat nasional bisa diadakan hingga belasan kali per tahun, dengan penyelenggara bermacam-macam, mulai dari pemerintah hingga Komando Daerah Militer atau Kodam.

Sekarang, petinju Indonesia banyak yang bergantung pada undangan bertanding dari luar negeri. Promotor juga tinggal sedikit. Dari 78 promotor Indonesia yang tercatat dalam database situs Boxrec.com, saat ini hanya 17 yang aktif.

Benar, 80an seperti tahun emas olahraga tinju. Nama bintang seperti Mike Tyson bisa lebih terkenal daripada presiden suatu negara. Apalagi setelah hook kiri Mike tepat menghantam rahang Trevor Berbick dalam laga perebutan gelar juara tinju kelas berat WBC yang berlangsung di Las Vegas. Hook kiri itu amat bertenaga dan membuat Berbick ambruk tiga kali dalam waktu berdekatan.

Di Indonesia, saat ini tinju tak sepopuler bulu tangkis, voli, atau sepak bola. Berbeda dengan era petinju legendaris Ellyas Pical tahun 1980an. Dilansir dari Harian Kompas, pada saat Ellyas meraih sabuk juara dunia IBF Super Flyweight, yel-yel “Hidup Ely, Viva Ely, Ely manise!” bergemuruh di lokasi pertarungan yang dihadiri sekitar 12.000 penonton. Sekarang, cabang olahraga tinju di Indonesia bisa dibilang meredup.

Persatuan Tinju Seluruh Indonesia (Pertina) pada 2018 mengaku tak ada lagi petinju-petinju yang menjadi ikon yang mampu mempertahankan prestasinya seperti Syamsul Anwar atau Cris John.

Menurut pengamat tinju Hengky Sitalang, saat ini karena kurangnya pembinaan membuat cabor tinju seolah turun pamor. Program pembinaan yang digalakkan oleh Pertina juga diakuinya membutuhkan waktu.

Sedangkan menurut Pak Bawa, jika kondisi ini tidak segera ditangani, maka kita tidak akan memiliki atlet yang bagus. Ia menambahkan, tak hanya pembinaan, kemajuan olahraga tinju juga memerlukan perhatian khusus dari pemerintah melalui dana. Sebab menurutnya, sejauh ini pemerintah tak sepenuhnya serius memberikan perhatiannya.

Dan Martines dos Santos, pengamat tinju Indonesia dan mantan Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Persatuan Tinju Amatir Indonesia (PP Pertina), dilansir dari Tirto.id, menyatakan bahwa dana, sarana, dan prasarana adalah faktor terpenting untuk menciptakan para petinju hebat. Menurut dia, sekalipun melibatkan pelatih-pelatih yang mumpuni, tanpa ketiga hal itu pembinaan akan sukar sekali.

Di tengah meredupnya tinju, cabang olahraga lain yang sama-sama bertanding di atas ring, tarung bebas atau MMA, justru seolah sedang menemukan momentumnya. Acara MMA di televisi memang cukup digemari. Pada 2017, One Pride—kompetisi MMA yang ditayangkan tvOne—mendapat penghargaan Panasonic Gobel sebagai program pertandingan olahraga terfavorit. Ia mengalahkan acara olahraga yang sudah terlebih dulu mapan, semisal GoJek Traveloka dan Piala Presiden (sepakbola), dan BCA Indonesia Open dari bulu tangkis.

“Rating One Pride cukup tinggi untuk acara olahraga,” kata Ardi Bakrie, Presiden Komisaris PT. VIVA Media Baru dan pendiri Komite Olahraga Beladiri Indonesia.

Maka, sampai di sini, apa yang ditulis oleh Nuran Wibisono bisa jadi benar, bahwa “Tinju adalah masa lalu, tarung bebas adalah masa depan.”[T]

Baca juga artikel terkait TOKOH atau tulisan menarik lainnya JASWANTO

Reporter: Jaswanto
Penulis: Jaswanto
Editor: Made Adnyana

Tags: banyuningKONI Bulelengtokoh
Previous Post

Tradisi yang Hidup: Wayang Ramayana dan Kreativitasnya

Next Post

Festival ke Uma IV: Anak-anak Bermain Lumpur di Subak Pamo, Cau, Marga-Tabanan

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Festival ke Uma IV: Anak-anak Bermain Lumpur di Subak Pamo, Cau, Marga-Tabanan

Festival ke Uma IV: Anak-anak Bermain Lumpur di Subak Pamo, Cau, Marga-Tabanan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co