BAGI PEGIAT dan penikmat teater di tanah air, naskah teater berjudul “Lautan Bernyanyi” karya Putu Wijaya itu sudah tak asing di jagad sastra dan drama pertunjukan. Bahkan bisa dikatakan sudah menjadi salah satu naskah yang menjadi rujukan dalam pementasan berbagai kelompok teater baik di tingkat pelajar, mahasiswa maupun kelompok teater komunitas.
Bagi saya yang awam dengan teater, pengalaman menonton pementasan ini menjadi sangat berkesan. Seperti pada pementasan Lautan Bernyayi oleh kelompok teater Legion 28 asal Tasikmalaya dalam rangkaian Festival Bali Jani ke-5, Minggu (23/7/2023), di Taman Budaya Bali, telah berhasil merebut antusias penonton. Bahkan kelompok teater dari Universitas Siliwangi itu dinobatkan sebagai juara 1 pada Utsawa (parade) teater modern terbaik di Festival Bali Jani 2023 ini.
***
Ketika memasuki ruang pertunjukan gedung Ksirinawa itu, saya ditakjubkan dengan setting panggung berupa kehadiran kapal kayu yang cukup besar. Kapal kayu itu disetting menjorok ke arah penonton, memberi kejutan skala gigantik.
Melalui video mapping, Pesisir Sanur di timur Kota Denpasar yang menjadi latar tempat drama itu seakan dihadirkan di atas panggung secara nyata oleh sutradara, Bode Riswandi.
Suara debur ombak, desir angin yang kencang pun memecah kesunyian pesisir Sanur yang terkenal wingit melalui okestrasi audio-visual dan tata cahaya yang dirancang dengan matang.
Kapal kayu di atas panggung pementasan teater “Lautan Bernyanyi” / Foto: Dok. Tim Kreatif FSBJ 2023
Sebagai naskah teater yang cukup legendaris—karena ditulis pada tahun 1969, ketika Putu Wijaya berusia 23 tahun—maka kebaruan pementasan teater Lautan Bernyanyi ini perlu dihadirkan untuk menarik minat penoton lintas generasi terutama anak muda.
Naskah drama ini memang memantik peluang menghadirkan artistik panggung dengan berbagai kemungkinan inovasinya. Dengan latar cerita di lautan dan seluruh adegan di atas kapal pinisi, jika diterjemahkan ke panggung dalam bentuk setting artistik, tentu akan menciptakan visual dan scenary panggung yang sangat apik. Inilah poin keberhasilan Legion 28 dalam pementasan sore itu.
Temaram lampu panggung pun mulai menciptakan suasana Pesisir Sanur yang penuh misteri. Syahdan, julukan kapal Harimau Laut yang dinahkondai Kapten Leo dan beberapa awak kapal lain seperti Panieka, Rubi, Abu, Dangin beserta Comol sebagai juru masak pun kandas di perairan sekitar Pesisir Sanur.
Kapten Leo bersama anak buahnya di kapal Harimau Laut / Foto: Dok. Tim Kreatif FSBJ 2023
Peristiwa itu disebabkan oleh kelalaian awak kapal akibat melanggar larangan adat yang dipercaya masyarakat setempat. Kandasnya Harimau Luat yang telah malang melintang menjelajahi lautan itu membuat seluruh awak kapal mencari bantuan ke pesisir pantai. Sementara Kapten Leo dan Comol tetap berada di kapal.
Kapten Leo yang tegas, gagah, berwiba, cepat ambil keputusan—bahkan pemarah—menggambarkan sifat pelaut sejati sebagai pengembara lautan yang terbiasa menghadapi tantangan alam yang selalu mengancamnya.
Sedangkan Comol, menghadirkan sosok yang secara fisik tak sempurna, tubuh yang kecil dengan cara berjalan yang bongkok. Namun, sosoknya menghadirkan sikap bijak berupa kesetiaan kepada Kapten Leo. Ia sangat hormat dan menerima segala konsekuensi buruk menghadapi kemarahan Kapten Leo bahkan ancaman bahaya di lautan sekalipun.
Kedua pemeran utama ini mendominasi seluruh adegan pementasan. Di usianya yang cukup muda, kedua pemeran menampilkan akting teatrikal yang mumpuni dalam membawakan sosok Kapten Leo dan Comol.
Kapten Leo bersama Comol / Foto: Dok. Tim Kreatif FSBJ 2023
Vokal pemeran Comol yang khas berhasil menggambarkan sosok Comol yang kadang menghadirkan sosok jenaka. Begitu juga dengan Kapten Leo yang penuh ketegasan sebagai sosok pemimpin.
Dengan latar cerita di atas kapal yang berada di lautan, selain akting tubuh dan ekpresi wajah, teknik vokal menghadirkan dialog di tengah lautan yang membutuhkan intonasi tinggi seperti selayaknya para pelaut sungguhan berhasil dibawakan dengan baik. Tentu, dukungan perangkat audio dan akustik ruang pertunjukan juga memberikan peran yang cukup penting.
Kandasnya Harimau Laut selama tujuh hari tujuh malam itu telah menyebabkan Kapten Leo dilanda kecemasan akibat teror suara misterius yang selalu menghantuinya. Teror itu telah menumbangkan kegagahan sosok Kapten Leo yang pemberani.
Saban malam ia mendengar suara-suara gaib tak berwujud yang selalu mengancam dan membuat Kapten ketakutan. Berulang kali ia memastikan keberadaan suara itu kepada Comol yang tak tahu menahu. Keberadan para pelaut ini telah menganggu penunggu gaib yang menjaga lautan Pesisir Sanur. Para pelaut ini menyebut suara gaib itu sebagai lautan bernyayi, sebuah pertanda peristiwa buruk akan terjadi.
Celakanya, Panieka, salah satu awak kapal telah membawa kabur gadis bernama Dayu Badung. Di mana gadis itu ternyata adalah anak Dayu Sanur, seorang tukang leak yang sangat ditakuti warga sekitar.
Kaburnya Dayu Badung membuat kemarahan wanita tukang leak itu yang mengancam akan membunuh sang anak. Mengetahui ancaman itu, Panieka membawa gadis yang dicintainya itu ke kapal Harimau Laut untuk disembunyikan di dalam lambung kapal.
Celakannya lagi, Dayu Badung sedang menderita virus cacar, wabah mematikan yang sedang melanda warga pesisir Sanur kala itu. Peristiwa ini membuat kepanikan semua orang di atas kapal. Kapten Leo pun, putus asa. Ia mengambil langkah menyeburkan diri ke lautan untuk mencari berbagai bantuan. Comol dibiarkan di atas kapal, ia setia menjaga Harimau Laut.
Comol sendirian di atas kapal / Foto: Dok. Tim Kreatif FSBJ 2023
Sosok Dayu Sanur pun hadir menyeruak, membawa suasana panggung pertunjukan yang mencekam. Comol menghadapi wanita sihir itu dengan ancaman kematian. Dayu Sanur pun meminta persembahan tiga bayi harus dipenuhi agar selamat dari kemarahannya.
Namun akhirnya, ia dikalahkan oleh sosok spiritual dari pesisir yang mengetahui kejahatannya itu. Ketika Dayu Sanur tumbang, Comol meniup kerang atas perintah wanita itu sebagai syarat menjadi muridnya agar bisa diampuni kesalahannya.
Suara tiupan kerang itu disangka Kapten Leo sebagai suara gaib yang selama ini mengganggunya. Maka, tembakan pun tepat menyasar sumber suara itu yang tak lain adalah Comol. Comol pun akhirnya mati tertembak senapan dari tangan Kapten Leo.
Dayu Sanur / Foto: Dok. Tim Kreatif FSBJ 2023
Kapten Leo awalnya sangat gembira menyambut kemenangan yang disangkanya berhasil mengalahkan Dayu Sanur. Setelah menaiki kapal dan mencari-cari anak buahnya yang paling setia itu, ia menemukan Comol tergeletak tak bernyawa di atas geladak kapal. Kapten Leo pun sangat menyesal atas terbunuhnya Comol dari tangannya itu.
Pertunjukan berakhir dengan apresiasi yang sangat luar biasa dari penonton. Di akhir pertunjukan saya menemui salah satu penonton untuk saya minta pendapat mengenai pertunjukan teater ini. Saya sengaja meminta pendapat dari kalangan anak muda yang hadir kala itu.
Jonathan Alfian Setyawan, siswa SMAN 2 Denpasar yang juga bergiat di kelompok teater sekolahnya memberikan testimoni yang sangat apresiatif dalam pertunjukan ini.
“Keren, bagus apalagi saya tertarik dengan setting panggung yang dibuat sangat realis berupa Kapal Kayu dan Video Mapping itu,” ujarnya dalam sebuah obrolan di tengah audience yang mulai meninggalkan ruang pertunjukan.
***
Upaya menghadirkan kebaruan melalui pendekatan desain setting panggung pada teater Lautan Bernyayi oleh Legion 28 ini memberikan kesegaran pada kesenian teater dengan naskah yang cukup legendaris itu. Walaupun menurut Bode Riswandi, penggunaan video mapping pada pertunjukan teater itu bukan sesuatu hal yang baru.
Ia menegaskan, pemelihan setting panggung dengan pendekatan setting panggung realistik berupa kapal kayu dan video mapping itu sebagai upaya menerjemahkan teks dalam naskah dalam bentuk visual yang mendukung cerita Lautan Bernyanyi ini secara tepat. Apalagi, rekam jejak Sang Sutradara itu kerap kali menghadirkan eksperimen setting panggung teater dengan pendekatan realis semacam itu pada karya-karya sebelumnya.
Di samping itu, kekuatan naskah teater Lautan Bernyanyi yang ditulis Putu Wijaya ini memang memberikan warna pada lanskap teater di zamannya.
Latar belakang Putu Wijaya sebagai orang Bali yang menghadirkan kampung halamannya pada jagad yang lebih luas melalui kesenian teater, menciptakan karya otentik yang khas.
Seperti pada teater Lautan Bernyayi, naskah ini mungkin sudah dipentaskan oleh berbagai kelompok teater di Indonesia dengan berbagai latar belakang budaya yang berbeda.
Melalui karyanya, penulis naskah seakan berupaya mengenalkan realitas kebudayaan Bali melalui cerita rakyat ilmu Pengleakan yang berkembang di masyarakat.
Kehadiran rombongan kapal Harimau Laut itu melalui dialog antara Kapten Leo dan Comol menggambarkan orang pendatang yang memang benar-benar memiliki nalar berpikir yang berbeda antara Kapten Leo dengan masyarakat lokal pesisir Sanur. Sehingga menciptakan kutub dialog nalar berpikir antara luar dan dalam, antara orang pendatang dan yang lokal.
Maka, upaya penghadiran kembali teater Lautan Bernyayi dengan respon kebaruan oleh kelompok teater Legion 28 ini memberi kesegaran pada naskah teater legendaris karya seniman Putu Wijaya yang selalu memberikan ruang kreatif melalu berbagai interpretasi bagi sutradara penggarapnya.
Kebaruan itu juga sebagai upaya untuk menjaga karya-karya maestro seniman dan sastrawan itu agar bisa dijangkau dan dinikmati oleh anak-anak muda yang haus tontonan dengan kurasi yang berkualitas.[T]