PEREMPUAN itu membangun sebuah menara di kepalanya, hingga pagi menjelang dengan isi pikiran yang memuntahkan beragam kekhawatiran. Tidak ada tanda-tanda masalah akhir-akhir ini, rutinitas masih sama. Namun ia bisa merasakan perubahan pada angin berembus makin dingin tiap harinya.
Ketika ia melihat kembali beberapa obrolan singkat pada gawai yang sedang ia pegang dan mulai menghitung jumlah kata yang terhapus juga pesan-pesan singkat yang ditata rapi kembali ia simpan. Ya, tidak ada pembicaraan di antara mereka berhari-hari.
Kehampaan menggerogoti sebentar, hubungan asmara yang penuh gejolak dan hatinya sedikit goyah. Perkara perasaan dan permenungan yang entah, dalam beberapa monolog tentang seorang lelaki bernama Bara. Ada beberapa kebiasaan yang hilang membuatnya merasakan kemarahan, kecemburuan, firasat dan pikiran negatif yang liar dan menggebu-gebu, padahal itu hanyalah tafsiran-tafsiran belaka yang belum terbukti kebenarannya.
Belakangan ini sepertinya Bara sedang sibuk-sibuknya, ia sering pergi ke rumah temannya hingga larut pagi—bahkan pergi ke beberapa tempat tanpa memberitahu gadis itu.
Hampir seminggu perempuan itu menunggu telepon dari Bara, hingga akhirnya ia memutuskan untuk menelpon Bara lewat panggilan WhatsApp. Sayang, beberapa kali telepon itu tak kunjung berdering, hanya “memanggil”—artinya memang sedang berada di luar jangkauan. Entah di luar jangkauan signal atau lain hal, ia juga kurang paham.
Ia mencoba menelpon berkali-kali namun hasilnya masih tetap sama. Pikirannya semakin kalut. Entah apa yang sedang dilakukan Bara di rumah kawannya yang entah di mana.
Rasa penasarannya semakin memuncak, lalu ia kirimkan pesan pada Bara.
“Kak Bara, memang gak ada signal ya? Atau memang gak bisa ditelepon?”
“Paketnya cuma paket chat, baru liat hp sudah ada panggilan tak terjawab aja,” balas Bara
Aneh ya, memang iya kalau paket chat tidak bisa dipakai untuk telepon WhatsApp? Jelas sekali telponnya tidak tersambung tapi chatnya masuk. Apa jangan-jangan…? Ah, tidak mungkin begitu, pikir perempuan itu.
Semalaman perempuan itu mencari berbagai tutorial di Youtube-nya, mulai dari paket chat, sampai panggilan yang dibatasi, dan benar saja, perempuan itu menemukan bermacam cara yang bisa dilakukan untuk membatasi panggilan telepon WhatsApp. Menemukan kenyataan tesebut membuat perempuan itu banyak mengira-ngira. Sebagian lagi masih menjelma pertanyaan, sedang waktu berputar cepat seperti gasing.
***
Keesokan harinya, perempuan itu bangun dengan mata sembab sebab ia hanya tidur selama dua jam saja, padahal ia juga harus bekerja. Namun, hatinya boleh saja kacau, tapi ia harus tetap tersenyum. Kebetulan sekali ia cukup sibuk dengan pekerjaannya saat itu hingga siang baru ia sempat mengambil ponselnya. Ternyata ada sebuah pesan dari Bara.
“Pagi ygs, baru bangun”
“Kak Bara di mana? Kapan ada waktu, boleh kita bicara?”
“Aiss, bicara apa? Serius gati (baca: sekali),” balas Bara dengan emoticon tertawa.
Rasanya seperti tersedak membaca pesan dari Bara, tetapi perempuan itu masih berusaha untuk tetap tenang, ia memberanikan diri dan menurunkan gengsinya yang setinggi langit ke tujuh itu, lalu sekali lagi bertanya pada Bara.
“Kak Bara kenapa? Aku perhatikan belakangan ini komunikasinya kurang baik. Apa karena lagi banyak kegiatan di luar? Atau kak Bara ada marah sama aku? Belakangan juga sulit sekali aku hubungi, aku telpon tapi gak bisa. Dan kak Bara tidak mencoba telepon balik aku. Ada apa, kak? Bisa ceritakan sama aku.”
“Gak kenapa, lagi malas lihat hp aja,” kata Bara
Sontak saja perempuan itu terperangah dengan jawaban Bara, bagaimana tidak, lelaki manis seperti Bara tetiba saja ketus seperti itu. Apa salahnya perempuan itu bertanya, mudahnya Bara tinggal menjawab dengan jujur. Perempuan itu menghentikan percakapan yang rasa-rasanya sudah tidak ada gunanya lagi. Ia merasa sangat kecewa dan sedih.
“Kalau lagi malas lihat hp, buang saja hpmu,” gumam perempuan itu dalam hatinya.
Perempuan itu sangat mengerti dengan perkataan Bara, tentu saja Bara tak bermasalah dengan ponselnya, sebab beberapa kali Bara update story di beranda WhatsApp-nya. Bara hanya sedang malas berdebat dan berurusan dengan perempuan itu.
Alih-alih bersikeras urat leher mendebat dan membela diri, nyatanya Bara lebih memilih tak menjawab. Dalam banyak diam yang mereka ciptakan. Perempuan itu terlihat murung memikirkan Bara, ia terisak menahan rasa seperti tertusuk duri mengingat beberapa kata yang selalu mengusik hatinya. Mau dijelaskan bagaimanapun, orang lain tak akan mengerti. Yang tahu seberapa sedihnya hanyalah ia sendiri.
“Rasanya baru kemarin kau datang dan menyapaku, lalu kenapa sekarang terasa begitu asing? Untuk semua hal yang telah kita lalui, aku bahkan tidak tahu mengapa kamu meninggalkanku, apa karena kau lama menungguku? Atau seorang telah mengambil hatimu? Oh sayang ini terlalu cepat untuk mengatakan kisah kita sudah berakhir.”
Tentu bukanlah hal yang mudah untuk mengetahui nilai dirimu di dalam hati seseorang, tetapi percayalah kau bisa mengetahuinya dari sikap mereka terhadapmu. Menghargai dan memberi apresiasi tanpa harus diminta saat mereka begitu peduli. Dan acuh ketika mereka merasa cukup untuk berhenti.
People come and go, masing-masing dari kita memiliki garis waktu. Beberapa hal memang harus berakhir saja, bukan karena hal lain melainkan tugasnya sudah cukup dan harus pisah jalan. Seperti perempuan itu yang tak cukup gila untuk memohon agar Bara tetap disampingnya.
Ia bahkan tak pernah memaksa Bara untuk sekedar memahami ataupun selalu ada menemaninya sepanjang waktu. Kalau memang mau pergi silakan dan kalau kembali juga menyesuaikan. Jangan sampai kita dipertemukan hanya karena keterpaksaan yang sama.
***
Waktu berlalu dan berlalu, tak ada komunikasi. Kalaupun ada hanya sebatas formalitas.
“Jika tiba-tiba aku terlihat kaku pada percakapan lain kita, sungguh banyak yang sedang aku tenangkan dalam diri ini, atau mungkin hatiku tak lagi menginginkanmu pulang ke rumah ini. Begitu banyak yang belum sempat kita selesaikan. Oh kasih, aku hanya menunggu jawaban-jawaban dari semua pertanyaanku. Dan menunggu keberanianmu mengungkap semua itu, apapun jawabanmu akan aku terima.”
“Kak Bara jangan kau diam lagi, aku tak sanggup menahan, aku tak punya kendali untuk menahanmu pergi, bicaralah sayang.”
Bagaimana mungkin perempuan itu bisa melalui hari-harinya lewat begitu saja, setelah sebelumnya mereka selalu menghabiskan hari dengan percakapan yang tak habis dikunyah waktu. Tidakkah lagi sehangat dulu? Seperti saat mereka sedang menaruh rindu pada kendi-kendi teracotta, atau barangkali penghuninya telah berkhianat dan memilih pergi berlalu.
Jangan berusaha memahami semuanya. Nanti akan tiba saatnya, semua menjadi bisa dipahami. Perempuan itu sudah jatuh cinta teramat sangat pada Bara, semua berlalu kecuali rindu. Menembus batas sepi pada suasana yang tak lagi ia mengerti.
Seperti kutipan dalam sebuah film, “Kamu tau gak? Sebelum hujan turun ke bumi, langit mendung terlebih dahulu memberitahumu?”
Begitu juga dengan harapan perempuan itu, setidaknya sebelum Bara memutuskan pergi beritahulah terlebih dahulu agar ia bisa menghadapi ketakutan akan dirinya. Mencintai dan bersetia adalah jalan yang tidak mudah. Batu saja bisa luluh karena air, semua ada prosesnya bukan sekedar mengambil, memanfaatkan dan menelantarkan begitu saja.
Lalu cintalah yang membuat perempuan itu melatih kesabaran, menghargai dalam segala bentuk perlakuan. Perempuan itu dikelilingi orang-orang yang ia sayang. Menerima semua yang terjadi adalah sekian cara untuk tumbuh dan sembuh karena mencintai tidaklah mudah.
We are sillence with sweet promises.[T]