PERGANTIAN semester dari genap menuju ganjil selalu diwarnai dengan libur panjang, waktu di mana siswa atau mahasiswa terbebas dari tugas yang menumpuk untuk sementara waktu.
Anak sekolah atau kuliah biasanya akan bersantai dan menikmati waktu bersama keluarga atau sahabat di bulan Juni, bulan yang menurut saya sangat cocok untuk liburan sebab rintik hujan yang jarang terjadi seakan mendukung rencana liburan—yang barangkali telah disusun sedemikian rupa untuk mengobati rutinitas yang melelahkan dan membosankan.
Oleh sebab itu kata liburan selalu terasa menyenangkan dan tentunya dinanti-nantikan semua orang, termasuk saya dan sahabat saya. Tetapi, sangat disayangkan, sampai saat ini, itu hanya sekadar wacana. Ya, waktu mendekati liburan tiba, kami tidak pernah absen menyusun rencana liburan.
Selama nyaris 9 tahun kami berteman, tak sekalipun pernah merasakan liburan bersama, miris sekali. Kadang kami iri melihat orang lain yang berlibur ke tempat-tempat yang jauh bersama sahabatnya, bahkan sampai menginap. Sedangkan kami mentok-mentok hanya sampai Pantai Indah atau Taman Kota Singaraja.
Segala tempat aesthetic yang ada di Bali sudah kami masukan ke dalam list wisata yang akan kami kunjungi ketika libur panjang tiba. Mulai dari wisata alam, wisata religi, wisata sejarah, wisata kuliner sampai mendaki. Jogja, Lombok, Papua, bahkan Jepang juga pernah singgah di daftar rencana wisata kami. Namun, sayangnya, satupun belum pernah kami kunjungi bersama.
***
Libur panjang tahun ini pun sama seperti libur-libur sebelumnya—kami sudah menyusun rencana liburan. Kami berencana untuk mengunjungi Kebun Raya Bedugul, sembari piknik ala-ala yang sedang trending, menyewa sepeda untuk mengeliligi Kebun Raya yang luasnya tidak memungkinkan untuk kami—remaja jompo—mengelilingi seluruh spotnya dengan berjalan kaki.
Pulangnya kami berencana untuk singgah di dagang-dagang pinggir jalan dekat Kebun Raya Bedugul untuk sekadar membeli oleh-oleh. Rencana ini sudah kami rancang sedemikian rupa dari akhir Mei 2023 kemarin, bahkan kami sudah mulai menabung khusus hanya untuk liburan, namun yah seperti yang sudah-sudah, rencana tersebut lagi-lagi hanya menjadi wacana.
Lebih mengesalkan lagi, kemarin sahabat saya membuat rencana untuk mendaki berdua hanya karena seluruh fyp Instagram-nya dipenuhi konten mendaki, padahal rencana untuk mengunjungi Kebun Raya Bedugul saja masih berstatus wacana.
Terkadang saya heran, kenapa kami tidak pernah ditakdirkan untuk liburan berdua, dari sekian lamanya kami bersama kenapa tidak ada satu hari saja yang mengantarkan kami merealisasikan rencana mengunjungi tempat wisata?
Setelah saya pikir-pikir, barangkali rencana tersebut tidak kami imbangi dengan niat yang kuat. Selalu ada saja hal-hal yang bisa membatalkan rencana liburan yang sudah kami susun sedemikian apik—bahkan segala tips liburan di Google sudah kami baca dan kami ikuti satu persatu, tapi tetap tidak ada gunanya.
Dan setelah saya pikir memang banyak sekali hal—mungkin bagi sebagian orang sepele—yang bisa membatalkan liburan kami, seperti misalnya:
Dana
Karena kami adalah mahasiswa kere, sudah pasti kami harus menabung untuk bisa menikmati liburan. Uang adalah modal utama dalam menikmati liburan yang nyaman dan meyenangkan (menurut saya). Kami adalah orang-orang yang selalu mengutamakan makanan, tanpa makanan liburan tidak akan terasa menyenangkan.
Nah, dalam proses menabung inilah selalu saja ada godaan yang sangat sulit saya tepis, khususnya godaan dalam bentuk bakso, mie ayam, lalapan dan kawan-kawannya.
Dan sialnya lagi, ketika uang saya untuk liburan sudah terkumpul, uang sahabat saya belum, ketika uang sahabat saya sudah terkumpul, giliran uang saya yang sudah habis. Kalau dipikir-pikir uang bukanlah masalah besar dalam liburan, kembali lagi semua ini hanya tentang niat.
Strict Parent
Kami dibesarkan dalam lingkungan yang sama, keluarga yang keras dan tegas, sehingga sangat jarang kami bisa keluar bersama ke tempat-tempat yang jauh, bahkan waktu keluar kami pun terbatas, jangan harap bisa menginap.
Meminta izin untuk pergi ke tempat-tempat yang dekat saja susahnya minta ampun, dijejali dengan banyak pertanyaan pergi sama siapa, ngapain ke sana, berapa lama, apa tujuan ke tempat tersebut dan masih banyak lagi pertanyaan yang harus kami jawab.
Barangkali orangtua kami takut terjadi sesuatu yang buruk ketika kami melakukan perjalanan jauh, sehingga selalu menetapkan aturan yang ketat dan hukuman yang siap menanti bila kami melanggarnya.
Ya, saya tidak pernah menginap, tidak pernah ikut kemah (kecuali kemah yang diadakan di sekolah ketika pramuka). Artinya, semalam apapun saya akan pulang, entah setelah kegiatan kuliah maupun kerja, ayah saya lebih memilih menjemput saya dan menunggu di jalan sepi daripada menginzinkan saya menginap. Inilah alasan utama gagalnya liburan yang kami rencanakan.
Terikat Pada Zona Nyaman
Bisa di katakan kami adalah dua orang introvert yang sangat susah bersosial kecuali terpaksa. Kami menyukai tempat-tempat yang sepi, jauh dari keramaian dan menenangkan, sedangkan ketika waktu liburan tiba, sudah pasti semua tempat wisata ramai pengunjung. Nah, alasan inilah yang menyebabkan surutnya niat liburan kami.
Di saat kawan-kawan yang lain berkelana mengunjungi tempat-tempat wisata terbaru, kami sibuk di kamar bergelut dengan selimut dan mulai berselancar di internet mencari tempat-tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Seringkali kami menunda-nunda waktu untuk mengunjungi tempat wisata hingga tanpa terasa waktu liburan sudah berakhir.
Waktu Libur yang Berbeda
Meski kami bersahabat sudah 9 tahun, kami dipisahkan oleh sekolah pilihan kami masing-masing. Kami bersama hanya saat SMP, setelahnya dia memilih SMA sedangkan saya SMK, kuliah pun di kampus yang berbeda, namun kami masih sering bersama saat mengerjakan tugas meski berbeda almamater.
Berbeda almamater juga menjadi sebab kami tidak bisa berlibur bersama. Begini, ketika kampusnya sudah memasuki waktu liburan, saya sedang riweh-riweh-nya mengikuti UAS; ketika waktu liburan saya tiba, dia sudah memasuki tahun ajaran baru. Sungguh menyebalkan.
Ditambah lagi kegiatan kampus yang kami ikuti, yang tentu saja tidak memberikan kami waktu berleha-leha seperti orang lain, maklum kami anak beasiswa. Belum lagi sahabat saya sangat ambis, separuh waktunya dihabiskan di kampus.
Dan tentu masih banyak lagi alasan yang menghancurkan rencana liburan kami, seperti acara-acara penting yang mengharuskan kami meng-cancel liburan, hingga alasan tidak ada baju yang cocok untuk dipakai ke tempat wisata tersebut.
Yah, sampai di sini, saya hanya berharap, ada satu waktu di mana kami bisa merealisasikan sebagian rencana liburan kami, hanya sebagian, karena kalau semua rencana terlalu mustahil. Kalau kalian bagaimana?[T]