SEBELUM pementasan dimulai, beberapa bule (wisatawan asing) sudah duduk manis di Kalangan Angsoka, Denpasar. Mereka menanti rekasadana (pergelaran) Gambang dari Duta Kabupaten Klungkung yang diwakili Sanggar Sudamala, Desa Tangkas, Kecamatan Klungkung, Kamis (6/7/2023), dengan raut muka berbinar. Turis-turis itu berbaur dengan masyarakat lokal yang kebanyakan orang tua.
Sanggar yang didirikan Mangku I Nyoman Sukarya itu, menampilakan Gamelan Gambang dan Gamelan Saron.
Suasana pergelaran kesenian klasik itu memang beda. Tak ada sorak-sorai (riuh) penonton. Semua takzim, terpaku, seolah lebih banyak menikmati dari hati. Karena, mungkin, kesenian klasik ini sebenarnya memang sakral, lebih banyak dipentaskan pada saat upacara Dewa Yadnya atau Pitra Yadnya.
“Kami menyajikan pupuh yang sudah diwarisi oleh leluhur kami. Bahkan, kami tak berani menambah atau mengurangi dari esensi pupuh tersebut,” ujar Mangku I Nyoman Sukarya.
Dalam pergelaran tersebut, Sanggar Sudamala menampilkan penabuh dari generasi tua dan generasi muda. Bahkan, melibatkan seorang sepuh di bidang Pupuh Gambang.
Pada kesempatan itu, Sanggar Sudamala menyajikan Pupuh Gambang, seperti Pemungkab Lawang, Panji Marga, Demung, Manukaba atau Mayura dan Pupuh Wargasari. Selanjutnya menampilkan Gamelan Saron yang menyajikan 5 pupuh, seperti Pupuh Abuang, Ratna Mangelo, Ida Bagus Botok, Gedang Renteng dan Semuran Abuang.
Mangku Sukarya mengatakan, semua pupuh itu tergolong lama dan masih orisinil, asli yang dipelajari dari leluhurnya. Semua itu merupakan tabuh cikal bakal gamelan gambang dan sarong yang ada di Desa Tangkas. “kami tak menampilkan gending baru. Pupuh ini sudah turun-temurun, karena di Tangkas, Klungkung memang cikal bakal gamelan tua yang dalam konteks upacara keagamaan baik Pitra Yadnya maupun Dewa Yadnya,” katanya.
Masyarakat Klungkung selalu mencari gamelan gambang di Tangkas. Selain itu, di Tangkas juga ada Saron dan Gong Luwang. Karena itu, sanggar yang berdiri sejak 1994 ini terus menggali pupuh klasik yang ada.
“Pupuh ini memang kami pelajari secara turun-temurun. Leluhur kami semua pemain gambang dan saron. Maka dari itu, kami berupaya terus menggali agar gamelan ini tidak punah. Kalau hanya berbicara finansial, mungkin tak akan menarik bagi generasi muda, tetapi kami mencoba memberi pemahaman, bagimana kelangsungan gamelan ini dalam konteks upacara,” paparnya.
Walau demikian, sedikit demi sedikit, pihaknya akan melangkah ke depan agar gamelan ini terus dipelajari—walupun dalam permaian kesulitannya cukup tinggi. Untuk bermain dan mempelajari gamelan ini sangat sulit, tetapi pihaknya terus berusaha untuk memberikan dukungan moral kepada generasi muda—untuk mencintai kesenian ini.
“Saya tetap berupaya dan dalam event ini kebetulan dipercaya oleh Disbud Klungkung. Jadi, 60 persen pementasan ini bertujuan dalam penggalian dan pelestarian, maka kami belum berani mengembangkan gamelan ini baik untuk mengiringi tari atau yang lainnya. Tetapi, dalam konteks upacara, kami tetap mempertahankan pakem gamelan Saron dan Gambang sesuai dengan kebiasaan kami di Tangkas,” tekadnya.[T][Jas/*]
- BACA artikel lain tentang PESTA KESENIAN BALI