TARI NELAYAN diciptakan pada tahun 1960 di Desa Kedis, Busungbiu, Kabupaten Buleleng oleh I Ketut Merdana.
Tari ini menggambarkan kehidupan seorang nelayan dalam kehidupan kesehariannya dalam menangkap ikan, seperti saat mendayung, menebar jala ikan, tertusuk duri ikan, dan berbagai gerak tari lainnya.
Tari Nelayan biasanya ditarikan oleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Biasanya dipentaskan secara kelompok dengan iringan gamelan gong kebyar.
Maestro tari Bali, Ni Ketut Arini, termasuk salah satu penari Bali yang sejak dulu mengajarkan anak-anak menari Tari Nelayan, terutama di sanggarnya, di Sanggar Warini Denpasar.
Pada Senin pagi, 26 Juni 2023, ia tampak begitu semangat mengajarkan anak-anak menarikan Tari nelayan pada program Kriyaloka (Lokakarya) serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) XLV tahun 2023 di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Provinsi Bali.
Banyak anak-anak dan remaja ikut belajar dalam kegiatan itu. Mereka adalah pengunjung PKB yang kebetulan berkunjung, atau pengunjung yang memang datang untuk belajar Tari Nelayan dari sang maestro.
Remaja-remaja laki-laki dan perempuan itu kebanyakan datang dari SMK Negeri 3 Sukawati, SMK Negeri 5 Denpasar, Sanggar Warini Denpasar dan sekolah-sekolah di Denpasar dan luar Denpasar.
Ni Ketut Arini tampak mengajari para penari-penari muda itu dengan sabar. Ia melakukan pembinaan gerak tari secara detail dan benar.
Arini mengatakan, dalam menari itu, seorang penari mesti mampu “ngunda bayu” sebuah teknik pernafasan rahasia dalam tari Bali yang harus dikuasai oleh seorang penari Bali. Pengaturan nafas untuk mengendalikan keluar masuknya tenaga tatkala menari. Ngunda bayu sangat penting dalam tari.
“Saya setiap hari melakukan gerak tari, baik menari atau tidak,” katanya.
Prof. Dr. I Wayan Dibia dan Ny. Putri Koster yang hadir di tengah-tengah kegiatan itu juga turut memberikan motivasi kepada para penari muda itu untuk giat belajar.
“Kita beruntung terlahir sebagai orang Bali karena di tubuh kita sudah ada kekuatan. Penggabungan kekuatan tubuh (buana alit) dan kekuatan alam (buana agung) akan dapat memunculkan taksu,” kata ibu Gubernur, Ny. Putri Koster.
Jika dilihat dari kualitas, lanjut Putri Koster, anak-anak sekarang sejatinya memiliki kualitas gerak yang lebih bagus dari pada anak-anak jaman dulu. Berbeda dengan anak-anak dulu, memiliki gerak yang kurang, namun tubuhnya sudah menyatu dengan alam.
Satu hal lagi, pregina (penari) dulu selalu memuja kekuatan Hyang Widhi dan Sang Taksu. “Karena itulah, pregina jaman dulu profesional di bidangnya karena melakoni dengan sungguh-sungguh, sehingga muncul inner power, sebuah kekuatan,” katanya.
Sementara Prof, Wayan Dibia mengatakan, kegiatan seperti ini dapat memberikan suatu pemahaman bagi masyarakat luas, terkait Tari Nelayan. Banyak yang mengaitkan Tari Nelayan dengan ideologi PKI, karena kebetulan Bapak Merdana dikait-kaitkan dengan politik itu.
Padahal, Desa Kedis merupakan asal pencipta tari yang lokasinya tidak terlalu jauh dengan pantai. Karena kehidupan itu kemudian menginspirasi penciptanya. “Ini juga ada kesamaan dengan tema PKB XLV, yakni Segara Kerthi” sehingga pas untuk bicara soal Tari Nelayan.
Tari yang mengisahkan seorang mengarungi laut dengan suka-dukanya. Apa yang dilakukan tanpa harus merusak pantai dan laut, serta menggunakan alat-alat ramah lingkungan,” paparnya.
Dulu pada tahun 60-an hingga 70-an merupakan jamannya drama gong. Tari Nelayan ini sering ditampilkan sebagai pembuka drama gong. Karena itu, dulu hampir tiap banjar di Bali mementaskan Tari Nelayan.
Sebelum pementasan drama gong, paling tidak ada 2 pementasan tari, salah satunya Tari Nelayan ini. Itu yang menyebabkan di tahun itu sering dipentaskan Tari nelayan di banjar-banjar.
Prof. Dibia mengatakan, Tari Nelaran yang dibawakan oleh anak anak sekarang tentu beda dengan anak anak jaman dulu. Anak anak sekarang sangat jarang yang melihat kehidupan laut itu. Padahal itu penting untuk menjiwai tarian itu sendiri. Sebut saja mendayung.
Sementara anak-anak kini tak pernah melihat orang mendayung, sehingga ketika mendayung, maka ada gerakan yang menjadi lambat. “Artinya, anak-anak harus tahu, bahwa nelayan itu bukan tarian murni, melainkan tarian bersifat pantomime,” katanya. [T][Pan]
- BACA artikel-artikel lain tentangPESTA KESENIAN BALI