PERANG berkecamuk di beberapa negara belakangan ini. Rusia dan Ukraina hingga hari ini belum menyudahi peperangan. Perang antara Israel dan Palestina sudah berlangsung sejak tahun 1948 dan sampai kini belum juga berakhir. Terbaru, konflik dalam negeri di Sudan juga menimbulkan peperangan.
Mengapa perang menjadi pilihan bagi beberapa negara untuk menyelesaikan masalah? Apakah tidak ada jalan komunikasi lain tanpa harus dengan peperangan? Mengingat, perang bukan hanya menghasilkan pemenang, namun juga menimbulkan banyak korban jiwa. Selain itu, perang juga memberi dampak ekonomi, politik, sosial, dan budaya bagi negara yang terlibat peperangan maupun negara lainnya.
Perang antara Rusia dan Ukraina berdampak pada perdagangan internasional. Bahkan sektor pariwisata juga terkena imbas dari perang tersebut. Hubungan Israel dan Palestina yang belum menemukan jalan damai juga menimbulkan dampak politik di negara lain.
Indonesia gagal menjadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 gara-gara penolakan Gubernur Bali dan Gubernur Jawa Tengah terhadap keikutsertaan Israel dan kejuaraan sepak bola tersebut. Krisis dalam negeri di Sudan juga membuat Indonesia kerepotan, karena harus mengevakuasi ratusan warga negara Indonesia yang berada di Sudan.
Jika perang menjadi penyelesaian dalam setiap masalah hubungan antarnegara, bagaimana nasib rakyat yang hidup di negara tersebut? Apakah komunikasi internasional antarnegara saat ini tak lagi mampu menghasilkan jalan damai? Sulit untuk menjawabnya, karena hubungan antara satu negara dengan negara lain diwarnai dengan isu yang berbeda.
Isu Komunikasi
Dinamika hubungan antarnegara sangat dipengaruhi oleh strategi komunikasi internasional masing-masing negara. Sementara komunikasi internasional antara satu negara dengan negara lain selalu diwarnai dengan berbagai isu. Campur tangan pihak-pihak yang berpengaruh (influencers) juga akan menentukan strategi komunikasi internasional suatu negara.
Isu keamanan nasional acapkali mewarnai hubungan antarnegara. Masalah terorisme, kedaualatan negara, maupun narkotika sebagai isu keamanan dapat mempengaruhi hubungan dan komunikasi antarnegara. Ketika warga negara asing suatu negara terlibat tindak pidana terorisme maupun narkotika di negara lain, maka dinamika komunikasi kedua negara akan mengalami ketegangan.
Kepentingan ekonomi menjadi isu komunikasi internasional yang tak kalah penting. Jika tidak diselesaikan dengan baik, isu ekonomi dapat menimbulkan ketegangan komunikasi antarnegara. Ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump membuat kebijakan kenaikan tarif bea masuk impor baja dan aluminium sebesar 25%, banyak negara yang dirugikan.
Ketegangan hubungan terjadi antara Amerika Serikat dengan negara-negara seperti Jepang, Kanada, Korea Selatan, Brasil, China, dan Rusia. Bahkan Jepang membalasnya dengan membuat kebijakan yang membuat kebijakan yang sama bagi produk Amerika Serikat yang masuk ke Jepang. Namun berkat komunikasi internasional yang berjalan dengan baik, kedua negara tersebut akhirnya menyepakati untuk membebaskan tarif bea masuk.
Isu komunikasi internasional dapat juga bersumber dari kepentingan historis dan ideologis. Isu ini biasanya menyangkut perselisihan teritorial, kebijakan permusuhan dan persahabatan antarnegara, dan kesan emosional satu negara terhadap negara lain.
Indonesia dan Malaysia tidak memiliki isu idelogis yang serius. Akan tetapi, kesan emosional acapkali mewarnai dinamika komunikasi internasional negara serumpun itu. Begitu pula hubungan Indonesia dengan Belanda dan Jepang akan selalu diwarnai isu kepentingan historis akibat penjajahan di masa lalu.
Masalah prosedural menjadi isu komunikasi internasional, tatkala suatu negara ingin mencapai tujuan politik luar negerinya. Apakah suatu negara akan memilih bersikap damai atau lebih agresif, merupakan isu prosedural dalam komunikasi internasional. Tindakan penenggelaman kapal asing yang melakukan illegal fishing di Indonesia di era Menteri Perikanan dan Kelautan ,Susi Pudjiastuti merupakan pilihan agresif yang bersifat prosedural untuk menjaga kedaulatan wilayah Indonesia.
Peran Influencers
Kebijakan komunikasi internasional suatu negara sering dipengaruhi oleh para pihak yang berpengaruh (influencers). Pihak-pihak yang mempengaruhi bisa ada di birokrasi (bureaucratic influencers), representasi partai politik (partisan influencers), kelompok kepentingan (interest influencers), serta pengaruh massa (mass influencers).
Kasus mie instan produk Indonesia yang ditarik peredarannya di Taiwan dan Malaysia bukan sekadar persoalan makanan. Menteri Perdagangan dan Menteri Kesehatan sebagai perwakilan birokrasi perlu menjelaskan kepada kedua negara tersebut agar Indonesia tidak menyandang predikat negara pemasok makanan mengandung zat berbahaya.
Begitu juga travel warning yang dikeluarkan suatu negara terhadap Indonesia tidak semata akan berdampak pada angka kunjungan wisatawan ke Indonesia. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Menteri Luar Negeri sebagai birokrat harus berkomunikasi di pasar wisata dunia, bahwa Indonesia adalah negara yang aman dan nyaman untuk dikunjungi.
Bureaucratic influencers tidak harus seorang birokrat setingkat menteri. Gubernur dan bupati juga termasuk birokrat yang dapat mempengaruhi kebijakan komunikasi internasional. Usulan Gubernur Bali untuk mencabut visa on arrival bagi wisatawan asal Rusia dan Ukraina akan berdampak pada komunikasi internasional Indonesia dengan kedua negara tersebut.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di pusat maupun daerah merupakan partisan influencers yang berpengaruh dalam pengambilan kebijakan komunikasi internasional. Isu-isu seputar terorisme, hak asasi manusia, dan hubungan luar negeri menjadi perhatian kelompok partisan ini dalam ikut memberi masukan tentang strategi komunikasi internasional.
Hanya sayang, isu internasional yang terkait global warming maupun keberadaan rudal Korea Utara nyaris tak menjadi permbahasan yang serius di parlemen. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat keterbatasan sumber daya kelompok partisan ini di parlemen dalam memahami kedua isu tersebut.
Kelompok kepentingan (interest influencers) merupakan sekelompok orang yang bergabung untuk kepentingan yang sama, namun belum terakomodasi dalam partai politik. Kelompok ini bisa bersifat ekonomis seperti himpunan pengusaha maupun berdasarkan ikatan etnis dan keagamaan.
Kelompok kepentingan turut mewarnai dalam komunikasi internasional suatu negara. Kebijakan terkait investasi dan ekspor-impor menjadi perhatian kelompok kepentingan ini. Larangan ekspor tembaga oleh pemerintah Indonesia misalnya, bukan hanya dipertanyakan oleh kalangan DPR; kelompok kepentingan juga merasa perlu untuk mendiskusikannya.
Opini publik juga menjadi bagian penting dalam perumusan kebijakan komunikasi internasional. Massa yang berpengaruh (mass influencers) biasanya akan bereaksi dengan membangun opini publik jika harga diri suatu bangsa dicederai oleh bangsa lain. Peran media sosial dan media massa sangat mempengaruhi opini publik.
Kasus 20 warga negara Indonesia yang menjadi korban tenaga kerja ilegal dan disekap di Myanmar mendapat reaksi keras dari rakyat Indonesia. Hal ini dapat dilihat di linimasa media sosial serta pemberitaan media cetak dan online tentang ungkapan keprihatinan rakyat Indonesia atas kasus tersebut.
Insiden Sang Saka Merah Putih yang terbalik saat pembukaan SEA Games tahun 2023 di Kamboja baru-baru ini membuat warganet geram. Kekesalan rakyat Indonesia atas insiden itu membanjiri media sosial dan media massa.
Atas opini publik yang begitu kuat itu, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Kamboja Hang Chuon Naron meminta maaf kepada rakyat Indonesia. Bahkan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen meminta maaf secara langsung kepada Presiden Jokowi di sela-sela acara KTT ASEAN di Labuhan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Sesungguhnya begitu banyak isu komunikasi internasional yang muncul dalam hubungan antarnegara. Pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan kebijakan komunikasi internasional pun tidak sedikit. Semua kebijakan komunikasi internasional hakikatnya bertujuan menyelasaikan permasalahan antarnegara tanpa harus diselesaikan dengan jalan peperangan.
Komunikasi internasional selayaknya memang diupayakan untuk mencapai kesepakatan damai. Oleh sebab itu, pemahaman isu komunikasi antarnegara perlu terus dilakukan. Sebagaimana dikatakan Albert Einstein, kedamaian tidak bisa dipertahankan dengan kekerasan, itu hanya bisa dicapai dengan pemahaman.[T]