LAGU BERJUDUL Friendzone kembali hit. Lagu yang dirilis pada tahun 2012 itu dinyanyikan Budi Doremi—musisi pop kenamanan itu.
Di kalangan kaula muda, istilah friendzone memang sedang populer. Dan karena itu lagu yang liriknya berisi curhatan-curhatan tragis—lagu yang menjadi ost sebuah film berjudul ‘Catatan Akhir Kuliah’ pada tahun 2015—itu kembali melejit.
“Zona hanya teman”, atau friendzone, sebuah kondisi pertemanan antara perempuan dan laki-laki dengan salah satu pihak memiliki ketertarikan seksual. Hmm.. atau mungkin keduanya sama-sama memiliki perasaan? Itu rahasia Tuhan. Berdalih “tidak ingin merusak pertemanan”, malah terjebak friendzone, begitu biasanya.
Lagu di atas membawa kita seolah-seolah berada pada kondisi yang sangat mengenaskan. Setiap kata demi kata dalam lirik lagu tersebut, menjadi relate dengan apa yang dirasakan oleh mereka yang sedang dalam situasi friendzone.
Banyak orang akhirnya fokus pada setiap kata yang terdapat dalam lirik lagu itu. “Kita jalan berdua, bergandeng tangan tapi tak jadian”. Begitu sepotong kalimat yang dilantunkan Budi dengan suara merdunya.
Dan, seperti secuil kata yang pernah aku baca dari sebuah novel—maaf, aku tidak mengingat judulnya. Begini katanya: “Loyalitas akan berakhir, ketika benefit berhenti”. Loyalitas sendiri bisa berarti sebuah kesetiaan yang ditunjukan kepada seseorang. Kesetiaan bisa saja hilang sewaktu-waktu ketika kita sudah tidak mendapatkan benefit.
Begitu juga dengan friendzone, ketika sudah merasa tidak saling membutuhkan dan tidak mendapatkan manfaat apapun dari hubungan ambigu yang dijalani, maka percayalah semua itu akan berakhir seiring dengan berjalannya waktu.
***
Sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama, tentunya aku menjadi pendengar yang baik untuk teman-teman tercinta. Tak sedikit dari mereka yang pernah berada pada posisi friendzone. Emm…mungkin aku juga pernah. Hehe. (Sudah sudah, jangan menvonis diri sendiri.)
Kondisi seperti ini memang sangat ambigu—dan hubungan ambigu itu nyata adanya. Bayangkan, saling memberi kabar, tanpa ada status yang jelas. Aku, kamu, dan kalian, pasti pernah mengalaminya—oh, maaf, ralat: mungkin.
Setelah dipikir-pikir, aneh memang. “Kenapa gemar sekali menyakiti diri sendiri?” Inilah fenomena yang marak terjadi pada anak muda saat ini.
Perasaan nyaman memang muncul tanpa aba-aba. Justru semakin menggebu-gebu ketika kita merasa terhubung dengan seseorang yang mempunyai hobi sama, genre musik sama hingga selera humor yang sama.
Mana bisa mengelak dengan hubungan—yang sudah terbiasa bersama—selama bertahun-tahun?
Terjebak dalam zona nyaman secara terus menerus, dapat menjadi boomerang bagi diri sendiri. Boom! Semua bisa meledak sewaktu-waktu. Terjebak dalam friendzone membuat emosi-emosi negatif akan terus megisi ruang di kepala. Kecewa, marah, takut, tertekan dan putus asa tidak dapat dikendalikan lagi.
Mungkin awalnya kamu akan percaya, jika pertemanan lawan jenis itu bisa murni tanpa adanya perasaan lebih (maksudnya pertemanan yang lebih dari sekadar teman). Padahal, pada kenyataannya, situasi seperti itu susah dilakukan.
Ya, kamu sering chat-an sama dia, pergi berdua, berbagi cerita, peduli satu sama lain hingga—suatu yang terkadang tidak kamu sadari—kamu bergantung padanya. Pokonya, apa-apa selalu dia. Layaknya menjadi seorang “mas pacar” atau “mbak pacar”.
***
Sebelum lanjut soal friendzone, coba perhatikan narasi di bawah ini:
Teruntuk laki-laki baik hati yang setiap hari bertanya “kenapa perempuan sering PHP?”, sini aku kasih penjelasannya.
Sebenarnya tidak semua perempuan seperti itu. Beberapa perempuan tidak ada maksud untuk memberi harapan palsu. Tapi, sebenarnya lebih seperti perumpamaan lama: “jinak-jinak merpati” (berpura-pura sulit didekati dan didapatkan hatinya).
Kami juga bukan takut berkomitmen; kami juga ingin punya pacar, sebagai penyemangat. Lantas, kenapa kadang tidak mau diajak pacaran?
Tunggu! Jangan cepat melabeli kami dengan julukan pemberi harapan palsu ya, Boys! Karena banyak faktor penyebab kenapa kami begitu.
Faktor pertama, karena kami memang belum mau pacaran dan hanya sekadar ingin mencari teman untuk sharing saja. Sedangkan yang kedua, kalian kadang tidak konsisten saat melakukan pendekatan dengan kami. Kadang ada, kadang hilang. Huft..menyebalkan!
Dengan begitu, jadinya kami maju mundur, antara mau buka hati atau tidak. Ibarat seperti saat kalian bertamu ke rumah kami dan hanya menunggu di teras tanpa pernah mengetuk pintu. Bagaimana mungkin kami persilakan kalian duduk di ruang tamu?
Ya, begitulah kira-kira. Bagaimana kami membuka pintu, sedangkan kalian berada di situasi antara mau pulang atau bertamu.
***
Kembali membahas friendzone. Jika Anda sudah mencermati narasi di atas, tentu Anda tahu alasan kenapa beberapa perempuan gampang terjebak dalam situasi friendzone.
Aku pikir alasan pertama memang sering menjadi faktor pendukung paling kuat. Selama belum ada kesepakatan untuk berkomitmen, suatu hubungan tidak bisa berkembang menjadi “lebih dari sekadar teman”.
Namun, teman-teman jangan khawatir, kali ini aku akan memberikan beberapa cara supaya Anda bisa keluar dari zona friendzone.
Dilansir dari halodoc, terdapat beberapa cara agar kita tidak terjebak ke dalam hubungan tanpa status yang tragis ini. Mari resapi dan ikuti!
Tidak perlu selalu ada untuknya
Selalu menyediakan diri kapanpun untuk si dia, adalah kesalahan paling mendasar yang dilakukan orang-orang di dalam hubungan pertemanan.
Jangan pernah menempatkan diri sebagai seorang teman yang selalu ada dan mengiyakan segala sesuatunya, karena ini dapat menimbulkan perasaan lebih dari teman dan ketergantungan. Yaps.. ujung-ujungnya susah untuk lepas.
Jangan terlalu berlebihan, berikan batasan. Batasi apa yang bisa kamu lakukan untuk teman laki-laki.
Hindari skinship dengan teman lawan jenis
Beri batasan-batasan fisik, sebab terkadang hal ini dapat menimbulkan benih-benih cinta yang kita tidak tahu datangnya darimana. Apalagi elusan di kepala, waduh.. yang satu ini sih sangat cepat memantik kobaran api asmara.
Jangan hangout hanya berdua saja
Jangan hangout hanya berdua saja, nanti yang ketiganya setan. Haha.. bercanda. Maksudnya, pergilah beramai-ramai dengan mengajak teman-teman untuk bergabung. Dengan begitu, kita dapat terhindar dari suasana seolah-olah seperti sedang berkencan dengan dia.
Tidak perlu ada rasa marah ketika si dia tidak mengabari
Memang bukan kewajiban kan, untuk memberi kabar setiap waktu kepada si dia. Jatuhnya malah seperti satpam, yang harus laporan setiap saat. Hehehe. Berhentilah bersikap terlalu posesif, karena mereka hanyalah seorang teman biasa.
Gimana? Sanggup kalian melakukannya? Tenang, lakukanlah secara perlahan. Kita berhak untuk pergi sebentar dari kehidupan teman kita. Tentu, itu karena dunia kita tidak melulu tentang dia dan dia lagi.
Jadi, jika temanmu hanya menganggap kamu sebagai seorang teman, kamu tidak boleh memaksa dia atau menunggu lama sampai kura-kura bisa lari untuk menerima cintamu.
Santai saja, jangan diambil pusing, nanti malah jadi pening. Dibawa happy aja, friendzone bukan berarti pertemanan kita clear and done, bukan?[T]
Penulis adalah mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan Singaraja. Sedang menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di tatkala.co.