9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Asal-Usul Muslim Tegallinggah Bali, Benarkah Berasal dari Bugis?

JaswantobyJaswanto
March 7, 2023
inKhas
Asal-Usul Muslim Tegallinggah Bali, Benarkah Berasal dari Bugis?

Samsul Hadi ketua Tim Penelusuran Sejarah Islam Tegallinggah | Foto: Yahya Umar

SEJARAH MENGENAI ASAL-USUL komunitas Muslim di Bali memang menarik untuk digali. Bukan hanya menarik karena sebagai minoritas, lebih dari itu, juga menarik karena masih banyak misteri yang tersimpan di baliknya. Seperti komunitas Muslim di Desa Tegallinggah, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali, misalnya.

Tokoh-tokoh Muslim Tegallinggah yang tergabung dalam Tim Penelusuran Sejarah Islam Tegallinggah (PSIT)─yang diketuai Samsul Hadi dan beranggotakan Roni, Zaini Halim, Azwar Annas, dan Ahmad Hanif─memang sedang melakukan penelusuran sejarah Islam masuk Tegallinggah dengan mengumpulkan informasi berupa cerita-cerita dari sesepuh yang masih ada, dan akan terus menggali bukti-bukti yang lebih otoritatif. Hasilnya, sebuah laporan awal yang bertajuk “Temuan Awal Penelusuran Sejarah Islam Desa Tegallinggah” telah disusun.

Pada Jumat, 06 Januari 2023 lalu, laporan awal itu dibedah dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) di Masjid Jami’ Al Miftah Tegallinggah. Menurut laporan Balisharing.com, FGD dihadiri tokoh-tokoh Muslim Tegallinggah dan anggota Forum Pemerhati Sejarah Islam (FPSI) Buleleng. Sementara itu, Drs. Amoeng Abdurrahman, selaku Koordinator FPSI Buleleng, dan anggota FPSI Buleleng, Drs. Ketut Muhammad Suharto, diplot sebagai narasumber.

Focus Group Discussion (FGD) di Masjid Jami’ Al Miftah Tegallinggah | Foto: Yahya Umar

Diskusi yang dilakukan pada malam hari itu melahirkan banyak wacana tentang asal-usul Islam Tegallinggah berasal dari Bugis, cerita-cerita orang dulu, sumber katanya-katanya, informasi (dari yang ilmiah sampai supranatural), asumsi-asumsi, sampai harapan-harapan tersusunnya sejarah Islam Tegallinggah yang utuh─yang tak lagi tercecer dan “katanya-katanya”.

Cerita-cerita supranatural

Usaha penggalian sejarah (kadang) tak lepas dari unsur supranatural. Hal ini pula yang menjadi pemantik tokoh-tokoh Muslim Tegallinggah bergerak menggali asal usul moyangnya.

Seperti yang diceritakan Samsul Hadi, Ketua Tim PSIT, dalam FGD tentang sejarah Islam Tegallinggah sebulan lalu. Wakil Ketua I PCNU Buleleng itu mengaku bermimpi didatangi seorang yang berjubah─dan mimpi itu terjadi berkali-kali.

“Semula ada kekuatan emosional untuk mengetahui jati diri saya, jati diri Muslim Tegallinggah. Karena saya penekun dunia spiritual, maka saya tempuh upaya-upaya spiritual untuk mengetahui jati diri itu,” katanya dikutip dari Balisharing.com.

Tak mau melakukan taklid buta, ia lantas bertanya kepada Kiai Agus Afandi, dari Jombang, Jawa Timur, yang menurutnya, memiliki tingkat spiritual yang diakui nasional bahkan internasional.

Tak sampai di situ, Samsul Hadi juga menuturkan bahwa sejak kecil, berdasarkan cerita dari tokoh-tokoh Muslim Tegallinggah terdahulu, ia mendengar ada makam leluhur mereka (Muslim Tegallinggah) yang terletak di suatu tempat di Desa Tukadmungga. Namun, yang menjadi masalah, siapa orang yang di makamkan dan di manakah letak makam tersebut?

Samsul Hadi kemudian melakukan tirakat (semacam kegiatan spiritual seperti puasa.) Maka dari situlah terkuak nama Sayyid Umar yang pada 17 Juni 2013 juga ditemukan posisi makamnya.

Tim PSIT memaparkan, berdasarkan cerita warga Tukadmungga, makam tersebut dulu pernah mau diurug atau digusur oleh penduduk setempat menggunakan buldoser. Anehnya, tiba-tiba buldoser itu mati, tidak dapat difungsikan. Upaya mengurug makam tersebut gagal.

Bahkan, entah ada hubungannya atau tidak, sejak ada upaya penggusuran makam tersebut, Tukadmungga ketiban bah bedeg (grubug). Setiap hari ada saja warga yang meninggal dunia. Hal itu berlangsung hingga 12 hari lamanya. Penduduk Tukadmungga pun panik, sampai menggelar upacara untuk menangani grubug tersebut. (Cerita ini masih memerlukan penelusuran mendalam.)

Lantas, siapakah Sayyid Umar tersebut? Benarkah ia tokoh dari Bugis?

Sayyid Umar dari Bugis

Penelusuran berlanjut. Samsul Hadi mencari informasi hingga ke Bone, Sulawesi Selatan. Rasa penasarannya sangat kuat. Makam Syekh Yusuf Al Makassari juga dikunjungi karena informasinya Sayyid Umar merupakan adik dari Syekh Yusuf Al Makassari (masih memerlukan data). Kerajaan Bone dan Kerajaan Gowa pun dikunjungi.

Dari kunjungannya tersebut, Samsul Hadi mendapatkan sejumlah data dan informasi. Misalnya, keluarga Kerajaan Bone tahu bahwa salah satu keluarganya ada di wilayah Singaraja. Pada tahun 1998-2000-an, pernah dua orang Bugis Bone datang ke Tegallinggah. “Mereka menanyakan tentang lontar,” katanya.

Ia mengaku sempat ingin menyampaikan informasi dan data tentang Bugis yang dimilikinya kepada MWC NU Buleleng, Abdul Muis dan kepada Sekbid Budaya dan Sejarah Masjid Agung Jami’ Singaraja, Lalu Ibrahim. Tapi hal itu ia urungkan sampai akhirnya tercetus ide untuk membentuk Tim Penelusuran Sejarah Islam Tegallinggah (PSIT).

Di kutip dari Balisharing.com, soal sosok Sayyid Umar, Tim PSIT melaporkan, Sayyid Umar waktu kecil bernama Teuku Umar. Hidup antara 1538-1642. Sayyid Umar Assegaf, demikian laporan Tim PSIT, merupakan tokoh utama dan orang yang pertama kali menginjakkan kaki (membabat hutan) tanah Tukad Mungga.

Dijelaskan juga, Sayyid Umar Assegaf merupakan bangsawan dari Kerajaan Bugis, tepatnya Kerajaan Bugis Bone. Ia saudara dari Syekh Maulana Yusuf Makassar (1543-1628). Benarkah Sayyid Umar Assegaf dari Bugis Makassar dan saudara dari Syekh Yusuf Al Makassari? Ini masih perlu penelusuran lebih jauh. Diperlukan bukti-bukti sejarah primer yang lebih jelas untuk mengungkap hal ini.

Mengingat, studi tentang ulama di Sulawesi tidak sintensif dengan kiai-pesantren di Jawa-Madura. Setidaknya, sampai akhir abad ke-20, daya tarik kajian kiai-pesantren di Sulawesi belum banyak menarik sarjana asing maupun sarjana lokal, kecuali segelintir nama seperti Wahyuddin Halim (2013), Afifuffin Harisah (2013), Azyumardi Asra (1994), Martin van Bruinessen (1995), Andi Faisal Bakti (2005), Abdul Karim Hafid (1997), dan Abu Hamid (1983).

Benarkah Muslim Tegallinggah dari Bugis?

Menurut Koordinator FPSI Buleleng, Amoeng Abdurrahman, orang-orang Bugis masuk ke Buleleng diduga karena situasi perkembangan politik di daerahnya, di mana Raja Hassanudin kalah berperang dengan penjajah VOC (Belanda). Orang-orang Bugis melarikan diri menyebar ke berbagai daerah, termasuk di Bali. Di Buleleng, orang-orang Bugis menyebar dari pesisir Sumberkima di sebelah barat hingga ke Sangsit di timur Buleleng.

Lebih detail, pemerhati sejarah yang juga Anggota FPSI Buleleng, Drs. Ketut Muhammad Suharto, mengatakan, orang-orang Bugis menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, ketika Raja Hassanudin kalah perang dengan VOC. “Itu terjadi antara 1667-1670-an Masehi,” katanya.

H. Ahmad Annas, dalam acara Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Temuan Awal Penelusuran Sejarah Islam Tegallinggah” yang digelar di Masjid Jami’ Al Miftah Tegallinggah, malam itu (06/01/23) dengan yakin, yang pertama membabat hutan di Tegallinggah adalah orang-orang Islam (dari Bugis). Meski demikian, menurutnya, hal itu harus dilakukan konfirmasi ke warga Tegallinggah yang beragama Hindu, terutama para penglingsir (sesepuh)-nya.

Ia meyakini, Tukadmungga merupakan jejak awal masuknya orang Bugis (Islam) sebelum ke Tegallinggah. Itu dibuktikan dengan ditemukannya makam Sayyid Umar di Tukadmungga yang terletak di sebelah selatan setra (sema) di lahan milik warga. Tokoh Muslim Tegallinggah lainnya, H. Maujir, juga meyakini hal teresebut. “Mereka pergi ke tegal ane linggah. Dari kata tegal yang linggah akhirnya wilayah baru itu dikenal sebagai Tegallinggah,” tutur H. Maujir.

Masjid di Desa Tegallinggah | Foto: Yahya Umar

Dalam analisa tokoh lain, Jaelani, orang Bugis yang datang ke Tegallinggah bukan orang sembarangan. Mereka adalah pendakwah, yang berdakwah baik di dalam internal komunitas mereka maupun berdakwah ke komunitas eksternal mereka.

Jika dikatakan Muslim Tegallinggah dari Bugis, apa bukti-buktitnya?

H. Syahrudin, M.Pd., mengungkapkan, beberapa orang tua Tegallinggah memanggil orangtuanya “datuk”. Mantan dosen Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) itu merasa dirinya sendiri keturunan dari Bugis.  “Sampai sekarang anak memanggil orangtuanya datuk,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan tokoh Muslim Tegallinggah lainnya, Jaelani. “Selain panggilan datuk, di Tegallinggah juga ada panggilan encik untuk orangtua perempuan. Panggilan encik atau cik juga merupakan ciri khas Bugis,” jelasnya.

Selain itu, sekali lagi, dikutip dari Balisharing.com, menurut H. Syahrudin, mentalitas orang Islam Tegallinggah sangat keras, sama seperti orang Bugis. Pada nama-nama Muslim Tegallinggah banyak menggunakan ‘din’. Seperti Syahrudin, Khairudin, Mashudin, dan seterusnya. Di Tegallinggah juga ditemukan alat-alat cantok, yang merupakan budaya Bugis. Juga ditemukan pisau khas Bugis yang disebut badik.

Mashudin, S.Pd.I, membenarkan hal itu. Waktu kecil, ia selalu diwanti-wanti agar jangan macam-macam dengan beberapa tokoh Tegallinggah, seperti Datuk Arsyad dan Datuk Makruf. Tokoh tersebut mempunyai tipikal orang Bugis, “serem” dan “menakutkan”.

Sementara menurut Sopian Hadi, Ketua MUI Kecamatan Sukasada, sejumlah ciri khas Bugis ada dalam masyarakat Muslim Tegallinggah. Seperti misalnya penanaman pohon jepun di kuburan dan penggunaan telur dalam acara Maulid Nabi Muhammad SAW. “Ini merupakan budaya dari Sulawesi, khususnya Bugis. Di Jawa tidak ada penggunaan telur saat maulidan, kecuali di titik-titik yang ada komunitas Bugis-nya. Jadi budaya di Tegallinggah dan Bugis itu ada hubungan,” kata Sopian.

Apakah semua itu benar? Perlu penelitian lebih lanjut.

Terlepas dari benar-salah temuan awal penelusuran sejarah Islam Desa Tegallinggah, pada akhirnya sejarah memang menyisakan banyak hal, begitulah kiranya. Seperti orang bijak bilang, sejarah memberikan pelajaran, sekaligus menawarkan alternatif kebijakan. Yang buruk dari masa silam dibenamkan, yang baik ditegakkan. Jangan menengok pada yang buram karena hidup di kala mendatang memerlukan obor terang.

Sejarah adalah serupa tetumbuhan makna, kita ditantang merawatnya—dan itu yang sedang dilakukan tokoh-tokoh Muslim Tegallinggah—agar kehidupan tidak lantas menjadi pasak-pasak dengan pucuk yang serat beban hingga kita mungkin saja tergopoh memikulnya. [T]

Obituari Ustadz Mar’i Aly Baslom | Ustadz yang Ramah dan Dicintai Warga Muslim Singaraja
Keindahan Lain di Nusa Penida: Toya Pakeh, Satu Desa Penduduknya Muslim
Selalu Suka ke Pegayaman: Rancak Budrah, Nyanyian Muslim dengan Nada Kidung Bali
Tags: Desa TegallinggahIslamIslam di BaliMuslimMuslim Singaraja
Previous Post

Bawaslu dan Pers Sama-sama Berperan dalam Pengawasan

Next Post

Telepon dari Seorang Ibu, Nilai-nilai Pada Sang Anak

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Telepon dari Seorang Ibu, Nilai-nilai Pada Sang Anak

Telepon dari Seorang Ibu, Nilai-nilai Pada Sang Anak

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more

Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

by Teguh Wahyu Pranata,
May 7, 2025
0
Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

PAGI-pagi sekali, pada pertengahan April menjelang Hari Raya Galungan, saya bersama Bapak dan Paman melakukan sesuatu yang bagi saya sangat...

Read more

HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

by Sugi Lanus
May 7, 2025
0
HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

— Catatan Harian Sugi Lanus, 18-19 Juni 2011 SAYA mendapat kesempatan tak terduga membaca lontar koleksi keluarga warga Sasak Daya (Utara) di perbatasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co