GEDE WIDI SEDHANA PUTRA, siswa kelas VI SDN 4 Banyuning di Buleleng, Bali, awalnya suka baca-baca aksara Bali yang terpasang di tembok sekolah atau di dinding kelas. Dan kesukaannya itulah yang kemudian mengantarkannya ke Jakarta, ikut Festival Tunas Bahasa Ibu Nasional (FTBIN) tahun 2023.
Ia turut serta menjadi bagian rombongan FTBI Provinsi Bali karena sebelumnya menjadi juara 1 pada lomba ngwacen (membaca) aksara Bali di lontar pada FTBI tingkat provinsi tahun 2022.
Seperti siswa lainnya, ia sangat senang bisa mengikuti kegiatan FTBIN. Ia senang karena bisa naik pesawat, bisa melihat gedung-gedung tinggi, bertemu dengan siswa dari berbagai daerah dan tentunya melihat langsung Mendikbudristek Nadiem Makarim.
Ia juga sangat bangga bisa menunjukkan penampilan membaca lontar di hadapan ratusan peserta FTBIN.
Widi, begitu ia biasa dipanggil, adalah putra pertama dari pasangan Komang Wiriana dan Wayan Sriasih. Wiriana berprofesi sebagai buruh bangunan sedangkan istrinya sebagai penjahit.
Walaupun mendapat upah yang tidak seberapa, Wiriana tetap berusaha memenuhi kebutuhan belajar anaknya. Ia pun selalu menyempatkan diri untuk mendampingi proses belajar anaknya di rumah sehingga sukses menjadi yang terbaik pada ajang FTBI tingkat provinsi.
Bentuk dukungan yang ia diberikan seperti menyediakan gawai sehingga bisa belajar melalui youtube, mendorong anaknya untuk membaca buku-buku wacana beraksara Bali, seperti purwa aksara dan ni dyah tantri.
Widi bersama guru pembina Made Satriya Adi Wibawa Narotama di FTBIN di Jakarta | Foto: Komang Sujana
Minatnya terhadap bahasa Bali telah terpantau sejak kelas 3 SD. Adalah Made Satriya Adi Wibawa Narotama, S.Pd.H., guru agama sekaligus pembinanya di sekolah yang sering melihat Widi membaca teks moto beraksara Bali yang ada di tembok areal sekolah dan di dalam dinding kelas.
Oleh karena ketertarikannya dengan bahasa Bali sangat dominan dibandingkan dengan mapel yang lain, Widi kemudian dibina untuk mewakili sekolah pada seleksi FTBI tingkat kecamatan. Ia berhasil lolos. Kemudian pada seleksi di tingkat kabupaten ia berhasil meraih juara 2 dan berhak mewakili Buleleng di FTBI tingkat provinsi.
Hasil tersebut membuat Widi sangat bangga sekaligus jengah. Ia ingin menjadi yang terbaik. Ia terus giat belajar agar keterampilan membacanya semakin matang. Menjelang lomba ia bahkan mampu membaca 500 kata selama lima menit. Kerja kerasnya membuahkan hasil.
“Semangatnya luar biasa. Bahkan ia sendiri yang sering mengingatkan saya untuk membinanya,” kata Satriya.
Widi, baris depan nomor dua dari kanan
Pada era digitalisasi seperti sekarang ini bahasa Bali jauh dari label mata pelajaran favorit. Hampir semua siswa menganggap bahasa Bali sulit sehingga mereka tidak tertarik untuk mempelajarinya lebih dalam.
Namun, lain halnya dengan Widi. Ia justru memiliki hobi menulis dan membaca wacana beraksara Bali. Bahkan cita-citanya pun ingin menjadi pendidik bahasa Bali. Sungguh cita-cita yang tidak biasa tetapi sungguh mulia di zaman globalisasi seperti sekarang ini.
“Bisa menjadi juara adalah cita-citanya Widi. Selain dia memang hobi ngwacen. dan sangat mengharapkan adanya sertifikat modal nantinya masuk tingkat SMP. Dan kelak ia bercita-cita bisa menjadi pengajar bahasa Bali,” kata Wiriana.
Kecintaannya terhadap bahasa Bali memang sangat dalam. Ia ingin terus belajar bahasa Bali. Bahkan nanti ingin sekali kuliah di STAH Mpu Kuturan untuk bisa mewujudkan cita-citanya menjadi pendidik bahasa Bali.
Baginya belajar bahasa Bali sangat menyenangkan. “Bahasa Bali tidaklah susah. Yang bilang susah karena tidak mau belajar. Kuncinya adalah mau belajar. Jeg aluh ba,” katanya dengan penuh semangat. [T]
Widi di tengah, bersama Kepala sekolah I Nyoman Jagra, S.Pd. (kiri) dan guru pembina (kanan) | Foto: Dok. guru pembina