31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Nasib Sang Burung dan Nasib Kita, Sebuah Renungan

Yudi SetiawanbyYudi Setiawan
February 12, 2023
inEsai
Nasib Sang Burung dan Nasib Kita, Sebuah Renungan

Ilustrasi tatkala.co | Wiradinata

BURUNG juga punya nasibnya sendiri. Memangnya hanya manusia saja yang boleh mempunyai nasib? Jangan ke-ge-eran!  Semua makhluk punya nasibnya sendiri, termasuk burung-burung. Nasib baik dan nasib buruk barangkali juga berlaku untuk burung.

Ada burung yang bernasib baik, ada pula burung yang bernasib buruk, sial, malang, dst. Tetapi kita cukupkan saja sampai di sini soal nasib-nasib unggas ini. Selain karena saya bukan ahli burung, tentu saja saya juga tidak tahu-menahu soal nasib burung secara ilmiah atau akademik─itu pun jika ada ahli yang meneliti tentang nasib burung.

Saya menulis tentang burung hanya karena kejadian malam itu.  Malam yang, mungkin bagi beberapa orang sepakat, bahwa waktu ini memang paling pas untuk merehatkan tubuh, menjulurkan segala penat, meluruskan semua kusut, atau menidurkan segala risau.

Bayangkan saja, bagaimana nikmatnya menyeruput kopi, mengisap rokok, sebatang demi sebatang, mengembuskan asap yang dengan itu seakan-akan semua masalah terselesaikan dengan sendirinya. Memandang taburan bintang yang seolah seperti mata-mata malaikat, atau  layaknya seorang ibu yang menidurkan anaknya dengan nyanyian-nyanyian kataknya. Benar-benar waktu yang sudah yang menenangkan.

Meskipun tak semua orang begitu─tak semua orang dapat menikmati malam dengan leha-leha, ongkang-ongkang kaki sambil menyeruput kopi. Ada juga mereka yang menjadikan malam sebagai ruang untuk menyambung kehidupan. Saya salut dengan orang yang tak kenal waktu itu. Siang sampai malam mereka lewati dengan keberanian. Lantas, sebenarnya apa yang memupuk keberanian mereka?

Menurut saya, harapan dan keyakinanlah yang menjadi pondasi mereka untuk melangkah. Ya, apalagi jika bukan harapan dan keyakinan? Andai saja kedua hal itu tak pernah menemani mereka, betapa terpuruknya mereka menjalani hidup ini. Karena kedua pasang kaki saja tak cukup untuk melangkah di gelapnya malam.

***

Kembali pada pembahasa tentang burung. Malam itu, di Rumah Belajar Komunitas Mahima, saat sedang berlangsung pemutaran dan diskusi film mengenal Sumatera Selatan lewat platform Singaraja Menonton yang dikelola Bli Kardian─akrab dipanggil Cotecx. Saat sedang asik-asiknya menikmati obrolan teman-teman yang sedang mengutarakan pendapatnya setelah menonton beberapa film, kami dikagetkan dengan seekor burung yang tiba-tiba jatuh dari atap.

Kami sempat mengira burung itu mati, karena beberapa saat setelah jatuh, burung itu tak bergerak sedikit pun─bahkan seinci pun tidak. Tetapi, aneh bin ajaib, setelah saya pegang dan saya elus-elus bulunya, ia terbangun─ia hanya pingsan. Waktu itu saya merasa tangan saya memiliki sentuhan magis.

Entah apa motif burung itu, saya tak tahu─memangnya orang macam apa yang kepikiran untuk bertanya, “Kamu kenapa, Burung?”. Entah disengaja atau nasib sial sedang menimpanya, yang jelas burung itu terbang tak terkendali, mungkin tanpa sadar, menukik dari atas kemudian menabrakkan diri ke atap hingga tersungkur ke tanah. Darrrr! Bunyi itu membuat kami kaget.

Untuk memastikan burung itu masih mempunyai harapan hidup atau tidak, saya dengan sukarela, tanpa motif apa pun, menimangnya dengan telapak tangan, sembari saya elus secara perlahan.

Bahkan saking nekatnya, saya sempat mempunyai niatan untuk meminta doa kepada semua pengunjung untuk kesembuhan si burung. Tapi untungnya, sebelum kekonyolan itu terjadi, burung itu sudah sadarkan diri kemudian terbang kedalam rumah dan hinggap di sertifikat Parama Patram Budaya milik Komunitas Mahima.

Sebelum ia benar-benar pergi, dan ini yang akan terus saya ingat, burung itu meninggalkan kotoran yang cair dan luber di telapak tangan kiri saya. Meskipun itu menjijikan, tetap saya apresiasi–mungkin itu cara dia berterimakasih kepada saya yang sudah menjaganya sampai siuman. Tentang kotoran burung yang menempel di telapak tangan itu, tak ada satu pun yang menyadarinya.

Barang sial sepertinya memang sudah digariskan di jidat si burung. Atau barangkali si burung memang lahir pas pada hari Rabu Wekasan. Keesokan harinya, Pak Ole—pemilik rumah sekaligus pimred tatkala.co─memberikan kabar. Bahwa, semalam setelah semua pengunjung pulang, burung itu ternyata diterkam seekor kucing. Naas. Benar-benar malang sekali nasibnya.

***

Melihat kejadian burung jatuh secara tiba-tiba di Mahima itu, saya teringat satu fenomena yang aneh di India. Saya sempat membaca beberapa artikel tentang adanya ribuan burung yang melakukan bunuh diri masal dengan cara menabrakkan tubuhnya ke tiang. Itu terjadi di Desa Jatinga, Dima Hasao di sebelah timur laut India.

Menurut tulisan Afif Farhanyang bejudul Misteri Burung Bunuh Diri Massal Di India (detikTravel, 24/02/16), menyebutkan bahwa fenomena tersebut terjadi setiap tahun pada bulan September – November.

Bahwasannya di desa Jatinga, lembah Pegunungan Haflong, pada sekitar pukul 19.00 – 22.00 malam, jalanan di setiap sudut desa itu akan dipenuhi oleh ribuan burung yang mati atau masih sekarat karena menabrakkan diri ke rumah, bangunan-bangunan lain atau pepohonan. Fenomena Bird Deaths itu sudah berlangsung sejak 1900-an.

Menurut kepercayaan setempat, penyebabnya adalah roh-roh yang berada di atas langit “memukul” burung-burung itu hingga jatuh ke tanah. Kemudian dijadikan santapan oleh masyarakat.

Meskipun belum ada jawaban yang pasti tentang fenomena itu, ahli biologi dan ilmuwan setempat memberikan jawaban mengenai hal tersebut. Pertama, burung-burung tersebut terjebak kabut sehingga penglihatannya terganggu; dan yang kedua,burung-burung itu tertarik pada sorot lampu dari rumah-rumah warga, sehingga mereka mengikuti arah lampu tersebut. Meskipun, pada akhirnya malah menabrak rumah, bangunan atau pepohonan.

Nah, apakah burung yang menabrakkan diri ke atap rumah Pak Ole itu terinspirasi oleh burung-burung di India? Meskipun, di Singaraja tidak ada kepercayaan tentang roh yang memukul burung-burung.

Atau jangan-jangan burung itu sedang sedih, karena sudah tidak mempunyai teman karena teman-temannya sudah habis ditangkap. Atau sedih karena anaknya telah dicuri oleh “pecinta burung”, atau bisa jadi dia sedang ketakutan karena melihat teman-temannya ditembak para pemburu. Sehingga harapan dan keyakinan burung itu untuk tetap hidup lenyap dengan kemudian nekat menabrakkan dirinya. Jika benar seperti itu, sungguh saya benar-benar merasa bersalah. Karena dari semua hal itu, saya pernah melakukannya.

Seandainya semua burung mengalami kesedihan, dan nekat melakukan bunuh diri masal, betapa meruginya kita sebagai manusia. Saya tak bisa membayangkan betapa minornya suara alam tanpa kicuan burung. Betapa ganjilnya pagi tanpa adanya obrolan para burung. Sungguh, sesuatu yang tak mungkin saya untuk amini.

Meskipun ada juga faktor yang mungkin menyebabkan populasi burung menghilang selain ulah para pemburu. Seperti, misalnya penggunaan pestisida dalam budaya tanam menanam.

Saya pernah membaca status Facebook Mas Jaswanto tentang cerita dia selama berada di Rumah Intaran. Dia bercerita, setiap pagi ia mengamati burung-burung yang hinggap di pohon-pohon pekarangan Rumah Intaran. Tetapi aneh, pohon mangga di sebelah Rumah Intaran tak disambangi burung-burung. Ternyata, setelah ia bertanya kepada pemilik rumah, pohon itu disemprot pestisida sedangkan pohon-pohon di Rumah Intaran tidak.

Dengan demikian, bisa jadi, penggunaan pestisida menjadi salah satu penyebab berkurangnya populasi burung. Bayangkan saja, jika satu desa, semua tanamannya dirawat dengan pestisida yang notabene berbahan baku kimia.

Apa yang terjadi? Sudah jelas, burung akan enggan untuk hinggap di tanaman-tanaman itu dan menyebabkan melimpahnya populasi ulat. Ini sudah pasti  karena akan mengubah siklus rantai makanan, karena tidak ada burung yang memakan ulat-ulat itu. Lantas siapa yang rugi?

***

Kita masih mempunyai harapan, kelak anak cucu kita akan merasakan betapa harunya bangun pagi disambut dengan aneka kicauan burung, tanaman tumbuh subur, karena nutrisi yang ia serap alami, dan segarnya embun yang jatuh di sudut rumah.

Harapan itu akan terwujud kalau kita mau dan sadar untuk menjaga kelestarian alam. Meskipun, kita tak bisa merawat alam dengan sepenuhnya, setidaknya jangan merusak tatanan alam yang sudah ada.

Bukankah sebagai seorang manusia, sudah sepantasnya kita menjaga alam? Jika nasib semua burung apes, maka nasib kita juga akan tidak baik-baik saja.

Hubungan yang terbangun tidak hanya sekadar Hablum Minallah, dan Hablum minannas saja, tetapi, Hablum minal alam juga sebagai cerminan Islam yang Rahmatan lil alamin. [T]

Harmonisasi Material-Spiritual | Sebuah Renungan
Bacaan Menunjukkan Bangsa? || Renungan Tentang “Catatan Pinggir” GM
Tanah Air – Sebuah Renungan Tentang Kewarganegaraan
Tags: alamfaunalingkunganrenungan
Previous Post

5 Film Terbaik yang Sebaiknya Ditonton Calon Wartawan atau Wartawan

Next Post

Bukan Guru Abal-Abal

Yudi Setiawan

Yudi Setiawan

Kontributor tatkala.co

Next Post
Bukan Guru Abal-Abal

Bukan Guru Abal-Abal

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co