JIKA SAAT INI Anda tidak membicarakan Michelle Yeoh mungkin Anda ketinggalan. Dunia sedang membicarakan dia.
Dia adalah peraih Golden Globe Awards untuk kategori aktris terbaik dalam perannya di Everything Everywhere All at Once. Dalam konteks ini saya tak akan membahas filmnya, namun membahas Michelle Yeoh sebagai perempuan yang mampu melawan stereotype ageism dengan cemerlang.
Michelle Yeoh telah membuktikan bahwa di usianya yang ke-60 dia masih bisa menorehkan sejarah penting dalam dunia seni, yaitu menjadi aktris yang memiliki kemampuan akting luar biasa khususnya dalam film Everything Everywhere All at Once.
Sesaat sebelum pidato kemenangan di Golden Globe Awards, Yeoh mengawalinya dengan napas panjang, dia seolah ingin menghirup atmosfir kemenangan dengan elegan, dengan tenang.
Dalam pidatonya, narasi Yeoh adalah narasi perjuangan dari nol ketika memulai karir di Hollywood. Ia juga berjuang melawan isu minoritas, bahwa ia orang Asia dan perempuan, dengan kemampuan bahasa yang diragukan.
Mengharukan ketika dia mulai menceritakan kisah awalnya di Hollywood, dengan menyadari diri sebagai minoritas, semuanya terasa tak mungkin. Juga diragukan dengan kemampuan Bahasa Inggris-nya, dia menyadari bahwa dunianya baru dimulai. Lalu waktu berjalan, hingga dia tiba di usia 60 tahun. Ia menyinggung soal bagaimana perempuan kadang dengan pertambahan usia, mulai mempersempit peluang dirinya, mulai meragukan dirinya, dan itu adalah ageism.
Ageism adalah sebuah diskriminasi kepada orang tua dengan meragukan kemampuan mereka dalam memberikan partisipasi, sumbangsih atau kontribusi karya kepada dunia. Diskriminasi ini berkembang di dunia yang memandang hanya yang muda yang bisa merayakan hidup dengan cemerlang.
Namun Michelle Yeoh mampu menepis stereotype itu. Justru di usia ke-60 ini Yeoh makin matang dalam berkarya. Dia tak mau dibatasi oleh usia. Dia bahkan merasakan film Everything Everywhere All at Once adalah sebuah hadiah, anugrah yang diberikan kepadanya yang mendambakan peran menantang.
Sebagaimana diketahui bahwa Yeoh adalah seniman akting yang hampir lengkap, dia memiliki perangkat keaktoran yang luar biasa; kecerdasan intelektual, fisik, emosional, dan keseimbangan atau kedisiplinan pada diri.
Hampir di semua filmnya yang melibatkan adegan bela diri, Yeoh melakukannya sendiri. Sesulit dan serumit apapun, dia melakukannya sendiri. Bahkan ketika usianya tak muda lagi, dia tetap melakukan semua adegan berbahaya sendiri. Tentu kerumitan koreografi tak hanya menuntut kekuatan fisik, namun kecerdasan intelektual untuk mengingat semua ketukan langkah dan nafas dan keseimbangan luar biasa. Untuk seseorang berusia 60 tahun, fisiknya luar biasa. Bahkan tak terbayangkan.
Ketika diwawancarai oleh Jimmy Kimmel, dia mengatakan bahwa karir filmnya dimulai di Hongkong, bersama Jackie Chan di film Supercop, dimana dia mulai tertarik belajar bela diri dari Jackie. Dia memiliki bekal sebagai penari, yang akrab dengan koreografi dan itu membuatnya cepat belajar bela diri.
Salah satu film besar yang melambungkan namanya adalah Crouching Tiger, Hidden Dragon, yang dibuat 23 tahun lalu, film laga yang membuat siapapun terkesima. Ada juga film laga lain yang ia bintangi seperti Tai Chi Master, tentang seni bela diri klasik.
Lalu film Memoirs of A Geisha, dimana Yeoh berperan sebagai seorang mentor bagi geisha, mengajari berbagai keterampilan yang harus dimiliki seorang geisha. Aktingnya memukau dan membuat kita terkesan pada kecerdasannya.
Dia juga terlibat dalam film James Bond Tomorrow Never Dies, dengan Pierce Bosnan, dimana dia berperan sebagai agen rahasia China. Aktingnya juga sangat meyakinkan.
Dia juga berperan dalam film Crazy Rich Asian, sebagai Eleanor, ibu dari tokoh utama Nick Young, seorang crazy rich dari Singapura. Filmnya ini kembali mengukuhkan eksistensinya sebagai aktor yang mapan kualitas aktingnya. Bahkan meski tanpa kata, hanya dengan melirik, menghela nafas, menoleh, Yeoh memukau.
Sementara perannya di Everything Everywhere All at Once, Yeoh mengeluarkan semua potensi terbaiknya. Peran Yeoh ini sesungguhnya ditulis untuk laki-laki, dan direncanakan diberikan kepada Jackie Chan, namun Jackie merekomendasikan Yeoh dan akhirnya dua sutradara film ini yang dijuluki The Daniels (Daniel Scheinert dan Daniel Kwan) mengganti peran Jackie untuk peran perempuan.
Film tentang multiverses parallel ini kemudian menjadi film ter-tidakbiasa- atau extraordinary dan unik. Namun pesan menyentuh film ini adalah bahwa di semesta manapun kamu berada, berjuanglah untuk cinta dan keluarga. Yeoh telah membuktikan kualitas dirinya bahwa cintanya pada seni tak terbatas waktu, usia, dan semesta. Dia telah menunjukkan bahwa perempuan mampu melampaui batas-batas apapun, jika dia mau dan setuju untuk melakukan itu.
Selamat Yeoh, sebagai manusia, sebagai perempuan, sebagai seniman serba bisa. [T]
BACA artikel lain dari penulis KADEK SONIA PISCAYANTI