“Seni patung tidak pernah mati,” kata Dr. I Ketut Muka Pendet. Tegas dan sangat yakin.
Ia merasa bangga dan salut. Lihatlah di tempat-tempat strategis di Bali, seperti ruang-ruang publik di dalam kota, di persimpangan jalan-jalan desa dan kota, juga pada obyek atau destinasi pariwisata, patung bukan hanya berdiri begitu saja, melainkan juga memberi perwajahan pada sebuah ruang, sebuah tempat, atau sebuah kota.
“Sekarang banyak ikon-ikon patung bermunculan di sejumlah tempat setrategis yang mendukung sebuah destinasi atau perwajahan perkotaan di Bali,” kata Dr. I Ketut Muka Pendet.
Dr. I Ketut Muka Pendet adalah pematung juga seorang akademisi di Kampus ISI Denpasar. Di ISI Denpasar ia menjabat Wakil Rektor Bidang ADM, Umum, Keuangan dan Kepegawaian. Di dunia seni patung, ia adalah panutan bagi pematung-pematung muda.
Ketut Muka memang punya perhatian besar terhadap tumbuhnya pematung-pematung muda. Apalagi, saat-saat ini, seniman yang menggeluti seni rupa khususnya eni patung di Bali makin bergeliat. “Trend karya seni rupa patung patut diapresiasi karena masih memiliki akar tradisi yang kuat untuk melahirkan sebuah karya seni kebaruan,” kata dia.
JIka kita bergerak di bidang seni rupa, kata Ketut Muka, memang harus mampu tampil beda, baik dari segi konsep ataupun visual, ide dan gagasan.
”Tetapi, ingat, tetap berangkat dari tradisi,” ujarnya.
Kalau membaca peminat atau membaca pasar, kata dia, sekarang ini banyak orang yang menyukai dan berminat pada patung dengan gaya yang baru, walau dari segi teknik dan bahan itu sama.
“Contohnya, perkembangan patung-patung untuk dekorasi saat ini luar biasa, sangat laris dan diminati, baik secara lokal maupun nasional,” kata Ketut Muka yang lahir 31 Desember 1961.
Ketut Muka menyebut patung di Mas, Ubud, Gianyar. Pada patung itu ada inovasi pergeseran dari bahan kayu ke batu padas. Dulunya dari kayu, sekarang dari bahan padas, sehingga laku keras. “Kalau kita bergerak di dunia seni harus mampu seperti itu,” ujarnya.
Ketut Muka Pendet
Selain itu, kata Ketut Muka, kita juga harus mampu membuat terobosan, misalnya penggalian yang ada hubungan dengan alam recycle (daur ulang) itu luar biasa untuk isu lingkungan, disamping kita sadar akan lingkungan. Kalau mampu berinovasi membuat karya cipta recycle itu baik dari kayu dan plastik, yakin banyak peminatnya.
Terkait beberapa patung menghiasi beberapa sudut kota yang disinyalir dari luar Bali. Menurut seniman patung batu padas ini menyebut, produk luar Bali yang masuk ke Bali, itu kebijakan yang harus dikaji dan dipikirkan ulang.
Padahal dalam urusan berkesenian, membuat patung itu Bali tak ada yang mengalahkan. Kenapa harus mencari keluar itu kan sedikit keliru.
“Dari segi perencanaan konsep mesti seimbang, jangan pondasi besar patung kecil atau jalan kecil patung besar, nah ini yang membuat patung itu menjadi lucu,” katanya.
Ketut Muka Pendet saat ini sedang mempersiapkan pameran. Pameran itu diperkirakan dilakukan Juni 2023. Ia berencana menggelar pameran terakota (terracota) di Museum Puri Lukisan, Ubud, bersama teman-temannya sesama dosen di kampus ISI Denpasar.
“Dalam bentuk patung yang tampil beda, kita membuat 40 karya pameran di museum Puri Lukisan Ubud. Sekarang sedang digarap, ide itu muncul ketika di kampus ISI kami membuat terakota setinggi 7 meter. Itu ide pak Rektor ISI Prof. I Wayan Kun Adnyana dan saya,” ujar ayah tiga anak itu.
Selain sibuk dengan urusan kampus, Muka Pendet tetap berkarya di studionya. Yaitu Studio Muka Pendet yang ada di belakang rumah di Banjar Nyuh Kuning, Ubud. Di samping tempat melukis studionya itu juga menjadi tempat membuat patung dan keramik.
“Ini sebagai antisipasi kedepannya karena melihat keramik itu cukup memberikan angin segar dari segi transaksi. Ini transaksi dengan turis wisatawan yang sedang berada di Desa Nyuh Kuning saja berjalan lumayan, sehingga buka studio keramik dijalani untuk menutupi keuangan dapur, selain memang tetap berkarya seni patung,” katanya. [T][Ole]