Isu Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) terus berdengung menjelang akhir tahun 2022. Berbagai perusahaan sudah diberitakan melakukan PHK kepada sejumlah karyawannya dengan berbagai macam alasan, salah satunya adalah untuk efisiensi perusahaan.
Pernyataan Presiden Joko Widodo terkait “dunia akan gelap” pada tahun 2023 terdengar layaknya sebuah tanda peringatan bahwa resesi akan segera datang. Kondisi dunia yang tidak stabil saat ini sebenarnya dapat menjadi pembelajaran bagi setiap orang bahwa di masa mendatang posisi kita di dalam suatu organisasi tidak dapat dikatakan tetap, meskipun status mereka secara harafiah disebut sebagai pekerja tetap.
Namun, meskipun isu resesi sudah mulai terdengar saat ini, pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah, memperingatkan kepada setiap pengusaha untuk tidak menjadikan isu ini sebagai kesempatan dalam melakukan PHK kepada karyawan mereka. Pemerintah dalam menyikapi hal tersebut juga sudah mengantongi data-data perusahaan yang melakukan PHK dan nantinya akan ditindaklanjuti terkait latarbelakang yang mendorong setiap perusahaan melakukan PHK kepada karyawannya.
Isu semacam ini sebenarnya tidak hanya sekali terjadi pada suatu organisasi. Resesi dan kondisi global yang tidak stabil akan terus menghantui para pekerja dan organisasi di masa mendatang. Dari perspektif pekerja dan pencari kerja, kondisi ini perlu untuk dipahami dan dipersiapkan. Agar kita kedepannya akan semakin siap.
PHK Dari Kacamata Komunikasi Organisasi
Dikaitkan dengan Miller (2014) dalam buku Organizational Communication: Approaches and Processes, saya melihat terjadinya PHK di masa mendatang tidak bisa terlepas dari perubahan lanskap organisasi yang terjadi belakangan ini. Pada awal revolusi industri, sebagian besar organisasi menganggap menciptakan barang adalah tujuan utama dari suatu organisasi.
Namun, saat ini mulai adanya pergeseran dari kondisi tersebut yang lebih mengarah pada pembentukan organisasi penyedia layanan jasa atau ekonomi berbasis jasa. Banyak organisasi saat ini yang dapat kita lihat tujuan bisnisnya mengarah pada pelayanan jasa. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kebutuhan konsumen akan sebuah pelayanan semakin kompleks saat ini. Sebut saja pesan antar makanan dan e-commerce. Selain itu, revolusi industri juga mengambil bagian dalam hal ini karena sebagian besar organisasi yang bergerak pada jenis bisnis berbentuk produk sudah teratasi oleh kehadiran mesin sebagai alat produksinya.
Kehadiran jenis bisnis ini menjadi ramalan awal di masa mendatang bahwa bentuk organisasi ke depannya akan lebih terfokus pada pelayanan jasa. Dari perspektif organisasi dapat kita lihat bahwa ada beberapa sektor yang jenis bisnisnya sudah terpenuhi oleh kehadiran mesin dan teknologi. Sedangkan sektor yang membutuhkan pelayanan masih memerlukan peran manusia di dalamnya. Sehingga perusahaan dalam hal ini dapat dikatakan masih memerlukan karyawan dalam menjalankan bisnis semacam ini.
Namun, meskipun jenis pelayanan jasa semakin eksis saat ini, dengan kondisi global yang tidak menentu ke depannya saya melihat organisasi juga akan menyesuaikan jenis karyawan yang akan mereka gunakan ke depannya. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk untuk menjawab ketidakpastian kondisi global di masa mendatang agar organisasi dapat tetap bertahan.
Adanya tren penggunaan pekerja tidak tetap oleh organisasi saya lihat akan semakin terlihat di masa mendatang. Jenis pekerjaan seperti freelance akan sangat mudah kita jumpai. Bahkan tipe pekerja seperti outsourcing akan laku di bursa dunia kerja. Bukan tidak mungkin penggunaan istilah ‘pekerja tetap’ pada suatu organisasi tidak akan digunakan lagi di masa mendatang.
Keuntungan dari sisi organisasi yang menggunakan tipe pekerja jenis ini adalah mereka dapat mengorbankan para pekerja dalam kondisi tertentu. Sehingga penyesuaian dapat dilakukan dengan mudah dan cepat oleh organisasi. Contoh perubahan kecil yang dapat kita amati dalam konteks ini adalah adanya kebijakan dari pemerintah dalam mengalihkan beberapa bidang pekerjaan pada pemerintahan ke bentuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kembali, tujuan dari perubahan tersebut bermuara pada alasan efisiensi.
Terlepas dari keuntungan yang di dapat oleh organisasi dari penerapan jenis bisnis pelayanan jasa dan penggunaan pekerja tidak tetap ini, nantinya organisasi akan menghadapi tantangan dalam aspek komunikasi organisasi. Aktivitas yang bersinggungan dengan pelayanan jasa tentunya mewajibkan adanya kontak antara manusia dan berkomunikasi merupakan aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari pekerjaan jenis ini. Berkaca pada kondisi PHK yang menyatakan organisasi melakukan efisiensi sebenarnya dapat diperdebatkan.
Apakah benar jalannya organisasi akan menjadi lebih efisien dari sebelumnya? Adanya pengurangan tenaga kerja tentunya akan memunculkan potensi beban tanggung jawab yang harus dijalankan oleh pekerja yang tersisa akan meningkat. Hal tersebut berpotensi akan menimbulkan beban kerja berlebih sehingga akan berdampak langsung pada kualitas pelayanan yang dilakukan oleh pekerja. Potensi pekerja menjadi stres dan burnout bisa saja terjadi sehingga pelayanan tanpa senyuman dan emosi negatif akan dirasakan oleh konsumen. Hal semacam ini nantinya yang perlu diperhatikan oleh organisasi.
Selain itu, dengan menggunakan pekerja tidak tetap, menjadikan para pekerja tidak terikat seutuhnya dengan organisasi. Hal inilah yang menjadi tantangan organisasi dalam menjalin hubungan dan komunikasi dengan mereka ke depannya.
Frauenheim (2012) menyebut konsep untuk situasi tersebut dengan istilah “pelukan erat” di mana organisasi menghormati kemandirian para pekerja tidak tetap, namun harus tetap menunjukkan lebih banyak perhatian kepada mereka—dalam bentuk undangan ke pertemuan sosial, komunikasi yang lebih baik, pengakuan yang lebih besar, dan sejenisnya.
Dari sudut pandang pekerja, revolusi teknologi dan informasi saat ini juga harus dianggap sebagai peringatan. Adanya alasan efisiensi ke depannya oleh organisasi tidak menutup kemungkinan revolusi ‘industri jilid dua’ akan terjadi. Beberapa pekerjaan yang berbentuk pelayanan jasa akan tergantikan oleh teknologi layaknya yang menjadi cikal bakal revolusi industri.
Saat ini kita sudah dapat melihat contoh kecil bagaimana e-commerce menyediakan pesan otomatis untuk menjawab pertanyaan dari konsumen mereka. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk pelayanan optimal organisasi untuk mencegah respon terlambat yang biasa terjadi ketika manusia yang melakukan pelayanan. [T]