PELUH MENETES dari wajah saya. Seharian saya lewati di kelas. Ada email masuk. Saya buka laptop. Jemari saya dengan lihai membuka kotak masuk pada email. Tak pelak setelah membaca isinya, mata saya terasa penuh binary. Jari-jari tangan saya saling bertautan.
“Yesss. Lolos!” teriak saya di teras rumah.
Dengan langkah buru-buru saya menghampiri Ibu. Ia ada di dapur. Bau harum masakan menusuk hidung saya.
“Bu, aku mau ke Samarinda!” kata saya sambil loncat-loncat bak anak kecil yang kegirangan mendapat mainan.
Ibu berlari tergopoh-gopoh dari dapur setelah mendengar saya berteriak. Ia tampak terkejut mendapat pelukan dari saya, sang dara kecil kesayangannya.
“Selamat anak Ibu,” ucapnya. Ibu ikut meloncat-loncat dengan mata berbinar-binar, senang sekaligus penuh haru.
Siang itu, 26 November 2022, saya, Luh Putu Anggreny — panggil saja Anggreny, memang sedang membaca-baca pesan pada kotak masuk email. Sebelumnya saya memang ikut mendaftar dalam kegiatan pelatihan Training of Trainers Keamanan Digital bagi Pers Mahasiswa dan Jurnalis Warga yang diselenggarakan Yayasan Tifa, bekerja sama dengan SefNet.
Dan melalui email itu saya mendapatkan jawaban bahwa saya lolos seleksi. Yah, ketika mendapat jawaban itu, saya langsung berpikir bahwa cita-cita awal saya bakal terkabul.
Sebagai seseorang yang lahir dari keluarga sederhana, cita-cita saya memang agak norak. Saya bercita-cita naik pesawat terbang. Nah, saya beruntung bisa mewujudkan mimpi naik pesawat untuk pertama kali, sampai Samarinda, di Kalimantan Timur, tempat acara itu digelar.
••••
Ya, pengalaman pertama naik pesawat terbang yang begitu menyenangkan. Tentunya dibumbui dengan drama-drama kecil selama persiapan sebelum berangkat. Dari harus mengurus dispensasi kuliah, berdebat prihal tiket pesawat dengan panitia, dan masih banyak lagi.
Tepat di tanggal 28 November 2022 saya berangkat. Saya berangkat bersama dua rekan saya yang sama-sama ikut pelatihan yang ternyata berasal dari Universitas Udayana. Namanya Kak Yuko dan Kak Agus. Mereka berdua adalah mahasiswa semester akhir. Saat itu kami berjanji bertemu di bandara.
Naik pesawat untuk pertama kali itu menyenangkan. Ini pengakuan polos dari saya. Ternyata dari atas saya bisa melihat langit indah, pemukiman-pemukiman penduduk, walaupun sedikit ngeri karna cuaca yang kurang baik. Saya jadi ingat pepatah “di atas langit masih ada langit” dan saya melihatnya sekarang.
Kami sampai di Kalimantan Timur pada pagi hari, dan segera menuju hotel tempat pelatihan. Namanya Midtown Hotel yang terletak di tengah-tengah kota Samarinda.
Betapa takjubnya saya menemukan sekitaran bandara yang begitu hijau dan asri. Perjalanan menuju hotel pun terus membuat saya kagum, dengan pabrik-pabrik dan moda transportasi tambang yang berseliweran. Saya baru tahu kalau bandara di Samarinda ini bandara baru. Itu saya tahu dari sopir yang mengantar.
••••
Saya Luh Putu Anggreny, mahasiswa yang kini sedang menempuh pendidikan S1 prodi ilmu komunikasi di STAHN Mpu Kuturan Singaraja.
Saya sampai Samarinda dengan berbangga hati. Saya juga punya ketertarikan dengan dunia kepenulisan, hingga akhirnya mengantarkan saya pada satu mimpi yang dulunya tak pernah saya kira akan tercapai.
Setleah bercita-cita naik pesawat terbang, dan itu sudah tercapai, kini saya bercita-cita dengan mantap ingin menjadi penulis profesional.
Tentu saja, selain tertarik memang saya telah sedikit mengerti dan memahami bagaimana menjadi orang yang tertarik akan dunia menulis.
Saya, mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan, telah membuktikan bahwa diri saya memiliki potensi untuk meraih mimpi sebagai seorang penulis yang handal. Kerap kali saya mengikuti pelatihan-pelatihan penulisan dan jajak pers online ataupun offline. Begitupun lomba lomba menulis pernah saya ikuti sejak di bangku SMA.
••••
Pelatihan di Samarinda yang saya ikuti ini, adalah pelatihan mengenai bagaimana keamanan jurnalis warga dan pers mahasiswa. Pelatihan ini diadakan oleh Yayasan Tifa, bekerja sama dengan SefNet yang akan melatih kami.
Ternyata peserta pelatihan hanya 10 orang yang berasal dari universitas dan media warga. Seperti dari Universitas Muhamadiyah Kalimantan Timur, Universitas Hassanudin Makassar, dari media Jurnalisme Warga Lombok.
Peserta Training of Trainers Keamanan Digital bagi Pers Mahasiswa dan Jurnalis Warga di Samarinda
Rata-rata mereka adalah mahasiswa semester akhir S1, mahasiswa S2 dan ada yang sudah lulus 2018. Wah, sampai di sana saya cukup takjub, ternyata saya adalah peserta pelatihan termuda. Tentu saja, karena saya masih pada jenjang semester 3.
Pelatihan berlangsung selama 3 hari. Pelatihan dilakukan dengan mendengarkan materi dan mengikuti praktek pada kelas. Selama kelas berlangsung, saya tahu banyak tentang pers dan jurnalis yang bekerja dilindungi oleh undang-undang.
Saya juga diajarkan bagaimana melindungi perangkat yang saya miliki, baik HP maupun laptop. Misalnya tentang password, dan dari segi keamanan virus perangkat. Pun diberitahu juga tentang aplikasi-aplikasi apa saja yang lebih aman dan mengurangi resiko kebocoran data.
Sejauh ini saya baru tahu, kalau ternyata google merekam semua jejak digital saya, mulai dari IP address, nama dan biodata pribadi saya. Dan untuk itulah kita harus berlatih untuk mengamankan data-data kita.
Kekaguman saya tak hanya sampai pada pelatihan saja. Setelah berbincang-bincang selama beberapa kali, saya makin kagum dengan para penggelut pers mahasiswa. Saya baru tau, ternyata tugas pers kampus tak hanya memberitakan tentang intern kampus saja.
Pers kampus yang terdiri dari mahasiswa kritis seharusnya mampu mengkritisi masalah-masalah sosial, politik dan hokum, misalnya mengkritisi regulasi yang dianggap merugikan mahasiswa dan masyarakat. Tak hanya itu, ternyata pers kampus juga harus peka terhadap isu-isu sekitar atau isu di luar kampus.
Benar-benar mengagumkan. Saya seperti memiliki 9 kakak dalam pelatihan itu. Selama pelatihan pun mereka sangat mengayomi saya, baik saat menjalankan tugas-tugas selama pelatihan berlangsung, hingga saat melakukan praktek langsung. Rasanya bangga dan bersyukur sekali mengenal mereka dan mengikuti pelatihan ini.
•••
Saya merupakan anak pertama dari dua bersaudara, lahir di Desa Tegallinggah, Kecamatan Sukasada, Buleleng, 11 Februari 2003. Terlahir dari pasangan suami istri Komang Merta dan Kadek Purniasih. Ibu saya adalah seorang ibu rumah tangga. Ayah saya adalah seorang petani durian.
Yang banyak memberi saya inspirasi adalah ayah. Ayah selalu memberi wejangan agar saya menunjukkan yang terbaik dari diri saya sendiri.
Sedari kecil saya memang suka membaca, terutama karya-karya fiksi dan selalu melakukan motivasi terhadap diri sendiri. Sehingga dari membaca itu saya banyak belajar, termasuk bagaimana saya bisa tertarik terhadap cara orang-orang menulis.
Bisa ditebak, saya juga suka keindahan, belajar dan menyebarluaskan keindahan yang saya dapatkan.
Saya suka senja. Dan saya memotret banyak senja dalam gawai milik saya. Potret-potret senja itu selalu saya sempatkan untuk melihat setiap harinya. Meskipun gerimis saya masih tetap akan bisa melihat senja. Dan bagi saya, itu adalah hal menyenangkan, sekaligus menunjukkan bagaimana saya kagum terhadap semesta.
Melihat senja membuat saya tenang. Apalagi melihat rona rona merah jingga langit yang mengagumkan. Gradasi warna warna indahnya seakan-akan membuat saya melihat bagaimana cantiknya alam semesta.
Tentu saja bukan karena senja yang membuat saya memilih kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan. Saya memilih kuliah di Ilmu Komunikasi karena saya menyadari ketertarikan minat dan bakat saya di dalam menulis, yang tentu sudah saya rasakan sejak duduk di bangku SMAN Bali Mandara. Bahkan kesenangan menulis dan membaca pun sudah saya rasakan sejak duduk di bangku SDN 2 Tegallinggah dan SMPN 4 Sukasada.
Dengan ketertarikan dan potensi saya, setelah lulus S1 nantinya, saya berencana ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan S2, dengan fokus studi yang sama. Tentu untuk meraih cita-cita sebagai seorang dosen dan mimpi menjadi penulis profesional.
Saya optimis terhadap cita-cita dan mimpi yang saya punya, pun dengan prinsip hidup yang saya miliki. Saya ingin menjadi contoh untuk adik laki-laki saya satu-satunya dan membuat orang tua saya bangga bahwa, saya bisa menjadi yang terbaik versi diri saya sendiri.
“Menjadi yang terbaik dari diri sendiri”. Dan kalimat inilah yang selalu mendorong dan menyadarkan saya. Bahwa lakukan yang terbaik dari diri sendiri, niscaya tak akan ada hasil yang mengkhianati nantinya.
Dengan jalan melakukan yang terbaik, maka akan mendapatkan hasil maksimal dari kemampuan yang dimiliki. Tentu dengan itu dapat membuat diri sadar bahwa kekurangan yang kita punya, dapat kita tutupi dengan kelebihan dan hal hal terbaik yang kita lakukan.
Satu hal pasti yang saya katakana, “Kesempatan tidak datang dua kali, jadi lakukanlah yang terbaik!” [T]