DI INDONESIA terdapat sekitar 718 bahasa daerah. Namun, banyak bahasa daerah yang kondisinya terancam punah dan kritis. Penyebab utama kepunahan bahasa daerah adalah para penutur jatinya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasanya kepada generasi berikutnya.
Pemerintah Provinsi Bali telah mengeluarkan beberapa kebijakan terkait dengan upaya melestarikan dan mengembangkan Bahasa Bali sebagai salah satu aset budaya Bali.Kesungguhan Pemerintah Provinsi Bali untuk menjaga dan melestarikan Bahasa dan Sastra Bali tersebut diwujudkan dalam bentuk Perda Bali Nomor 3 Tahun 1992 tentang Pembinaan,Pengembangan dan Pelestarian Bahasa, Aksara dan Sastra Bali yang kemudian digantikan dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2018 tentang Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali yang mewajibkan seluruh jalur dan jenjang pendidikan untuk mengajarkan mata pelajaran/mata kuliah Bahasa Bali sebagai Muatan Lokal/Mata Pelajaran wajib diajarkan minimal 2 (dua) jam perminggu.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Bali belum maksimal apabila sikap positif penutur jati bahasa Bali rendah. Hal ini mengakibatkan pembelajaran bahasa Bali yang dilakukan di sekolah dianggap sebagai mata pelajaran yang tidak penting bagi siswa. Sikap bahasa penutur jati suatu bahasa memainkan peranan penting dalam mentransmisi, merevitalisasi dan kelangsungan hidup dari suatu bahasa (Rodrigueza , 2012: 2).
Ada kencenderungan masyarakat di perkotaan (di Bali) menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat berkomunikasi di rumah. Kontak bahasa antara bahasa Bali dengan bahasa Indonesia tidak dapat terhindarkan. Kontak bahasa mengakibatkan bahasa Indonesia dipandang sebagai bahasa yang lebih prestisius dibandingkan dengan bahasa Bali. Fungsi bahasa Bali pada ranah tertentu telah tergantikan oleh bahasa Indonesia. Oleh karena itu, perlu dibangun sikap positif penutur jati bahasa Bal.
Membangun sikap positif bahasa Bali tidaklah mudah dan memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu perlu, dibangun sikap positif penutur jati bahasa Bali secara berkesinambungan. Partisipasi dari penutur jati memberi pengaruh yang esensial untuk melestarikan bahasa Bali. Penutur jati (orang tua) hendaknya memakai bahasa Bali sebagai alat berkomunikasi di lingkungan keluarga sehingga sejak dini anak sudah diperkenalkan bahasa Bali.
Cara lain untuk menumbuhkan sikap positif penutur jati bahasa Bali melalui pembelajaran di sekolah. Pemerintah Provinsi Bali, pemerintah kabupaten /kota hendaknya menyediakan beasiswa bagi
tamatan SMA yang berminat menjadi guru bahasa Bali. Hal ini sangat penting dilakukan karena animo lulusan SMA untuk menjadi guru bahasa Bali sangat rendah sehingga Program Studi Bahasa Bali pada universitas di Bali sepi peminat. Kebijakan lain yang perlu dilakukan adalah melakukan perekrutan guru bahasa Bali melalui formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Perekrutan guru bahasa Bali dilakukan secara berkelanjutan sehingga animo lulusan SMA untuk menjadi guru bahasa Bali meningkat. Guru bahasa Bali memegang peranan penting dalam menumbuhkan sikap positif siswa terhadap bahasa Bali. Apabila pembelajaran bahasa Bali di sekolah tidak berlangsung maksimal dan siswa tidak menggunakan bahasa Bali di rumah, pelan namun pasti penutur jati bahasa Bali akan semakin berkurang. Dapat dibayangkan apabila penutur jati bahasa Bali menurun dari tahun ke tahun dan dikhawatirkan bahasa Bali mengarah pada “kepunahan”.
Pemerintah provinsi/kabupaten dan kota dalam melestarikan bahasa Bali hendaknya mempunyai program yang berkesinambungan untuk melestarikan bahasa Bali. Kebijakan pelestarian bahasa Bali yang telah dicanangkan tidak dilakukan setengah hati. Keberhasilan Pembelajaran bahasa Bali di sekolah salah satunya ditentukan oleh keberadaan guru bahasa Bali. Peran guru sangat vital dalam menjamin keberlangsungan eksistensi bahasa Bali. Oleh karena itu, kesejahteraan guru bahasa Bali perlu menjadi atensi pemerintah. Misalnya pemerintah daerah mengajukan formasi guru PPPK bagi guru bahasa Bali.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mendorong pemerintah daerah (Pemda) untuk mengajukan formasi guru PPPK secara optimal. Pemerintah daerah (Pemda) didorong untuk menambah angka formasi pada seleksi Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK) tahun 2022. Sebab, pemerintah pusat sudah mengalokasikan anggaran untuk menggaji para guru yang lulus seleksi tahun ini melalui Dana Alokasi Umum (DAU). Dengan tersedianya anggaran yang berasal dari DAU, pemda tidak dapat lagi beralasan untuk tidak mengajukan formasi ASN PPPK 2022 ( diramu dari berbagai sumber).
Informasi ini kontradiktif dengan pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Badung yang mengatakan formasi PPPK ditentukan oleh pemerintah pusat. Untuk formasi guru bahasa Bali belum ada formasinya karena formasi ini dibagikan oleh pemerintah pusat (diramu dari berbagai sumber). Tidak adanya formasi bagi guru bahasa Bali untuk ikut tes PPPK, membuat guru bahasa Bali kecewa. Mereka merasa termajinalisasi dengan kebijakan pemerintah daerah. Ibaratnya habis manis, sepah dibuang.
Jika dianalisis secara logika, kebutuhan guru sebenarnya yang lebih tahu adalah pemerintah daerah. Pemerintah daerah mengusulkan kebutuhan guru kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dari usulan itu, kementerian memberikan formasi bagi guru bahasa Bali untuk mengikuti seleksi menjadi guru PPPK.
Mengapa sampai pemerintah daerah menyatakan formasi untuk guru bahasa Bali untuk tahun ini tidak ada?
Diharapkan kejadian yang terjadi di Kabupaten Badung tidak terulang lagi. Harapan guru bahasa Bali di Kabupaten Badung yang sebagian besar berstatus non Pegawai Negeri Sipil (PNS) pupus karena mereka tidak bisa ikut seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) lantaran formasi untuk guru bahasa Bali untuk tahun 2022 tidak dibuka. [T]