Anak Agung Sagung Mas Ruscitadewi sesungguhnya adalah seorang sastrawan. Ia menulis puisi dan cerpen dalam Bahasa Bali maupun Bahasa Indonesia. Namun, kegiatan yang paling banyak dilakukan adalah “mengurus” anak-anak. Untuk urusan kreativitas anak-anak, baik dalam menulis, menggambar, main teater, maupun menyanyi, ia selalu punya energi besar.
Jika ditulis dengan titel, nama lengkapnya Dr. Dra Anak Agung Sagung Mas Ruscitadewi, M.Fil.H. Namun orang biasa menyapa dengan nama Mas Rus, atau Mbok Mas, atau Gung Mas. Semua panggilan itu akan membuatnya tersenyum, apalagi yang memanggil adalah anak-anak.
Mas Ruscitadewi bukan hanya mengurus anak-anak dalam pengertian fisik, misalnya dalam acara menggambar bersama, menyanyi bersama atau menulis bersama. Ia juga konsiten menulis untuk anak-anak.
Ia menulis lagu anak-anak, Ia menulis cerita anak. Sejumlah lagunya sudah direkam dan banyak diantaranya dikenal dengan baik oleh anak-anak, seperti lagu Kupu-Kupu Kuning. Dulu, lagu itu dinyanyikan Liana, sekira awal tahun 2000-an, diproduksi oleh Graha Nadha, dan tayang di Bali TV. Liana, sang penyanyi kini tentu saja sudah besar. Mas Ruscitadewi banyak melahirkan penyanyi seperti Liana, dulu, dan kini mereka sudah besar, bahkan barangkali banyak yang sudah jadi ibu.
Cerita anak-anak yang ditulisnya banyak yang sudah dibukukan. “Lewat, cerita anak itu saya merasa dapat memberikan bekal penting kepada anak-anak,” kata Mas Ruscitadewi.
Ia tak sekadar menulis untuk hiburan. Ia menulis dengan konsep “nadi” atau konsep “menjadi”, sebuah strategi yang ia pelajari saat menempuh pendidikan doktoral di Universitas Hindu Negeri (UHN) IGB Sugriwa, Denpasar (dulu IHNDN).
Artinya, ia sendiri akan menulis dengan konsep “menjadi” anak-anak. Dengan begitu, tulisan yang dihasilkan sangat disukai anak-anak karena cerita yang anak-anak baca memang benar cerita anak-anak, bukan cerita anak-anak yang ditulis dengan pola pikir dewasa.
[][][]
Mas Ruscitadewi lahir di Denpasar, 26 Mei 1965. Ia mulai menulis cerita anak-anak sejak tahun 1995. Awalnyya ia membuat majalah berbahasa Bali bernama “Kulkul”. Setelah majalah itu terbit, ternyata tidak banyak anak-anak yang membacanya. Itu karena tidak banyak anak yang bisa membaca Bahasa Bali.
Ia lalu mencari cara agar anak-anak mulai mau dan biasa membaca Bahasa Bali. Ia kemudian membuat album lagu anak-anak dalam bentuk kaset, sehingga anak-anak bisa belajar Bahasa Bali lewat bernyanyi. Lagu-lagu rare yang anonim dikumpulkan, lalu diaransemen oleh Kadek Suardana (alm) dan dibantu Yong Sagita untuk urusan mixing.
Selain itu, ia juga tetap menciptakan lirik lagu baru yang diaransemen kemudian oleh musisi yang dipercaya, seperti Subandi dan musisi lain di Bali.
Mas Ruscitadewi
Makin dekatlah Mas Ruscitadewi kemudian dengan anak-anak, apalagi setelah ia dipercaya menjadi penanggung jawab Tabloid Lintang, majalah anak-anak yang diterbitkan Bali Post.
Dalam tabloid ini, Mas kemudian lebih banyak memberikan ruang bagi anak-anak untuk menulis cerita atau puisi, di samping menyiapkan sendiri berbagai tulisan lain untuk anak-anak di majalah itu. Tabloid ini mendapat sambutan hangat, bukan hanya dari anak-anak, melainkan juga para orang tua.
Banyak anak-anak yang sebelumnya tak bisa menulis akhirnya bisa menulis puisi atau cerita pendek (cerpen). “Kami juga mengadakan road show keliling Bali mengajari anak-anak menulis puisi dan cerpen,” kata Mas Rus.
Dari berbagai upaya yang dilakukan Mas Rus kemudian lahirlah banyak penulis cerita anak di Tabloid Lintang.
“Menulis cerita anak itu mirip dengan membuat cerpen, hanya saja bahasanya harus sederhana untuk anak-anak. Agak sulit memang, tetapi perlu membiasakannya agar sesuai konsumsi anak-anak, dan tetap menarik dan tidak kehilangan kedalamannya agar gampang dibaca dan dicerna,” kata Mas Rus.
Selain menulis cerita anak, Mas juga melatih teater untuk anak-anak. “Teater itu ibarat ibunya puisi atau cerpen, sehingga bisa berteater akan sangtat baik untuik menggeluti aktivisa kesenian lainnya,” ujarnya.
Untuk urusan menggambar, Mas Rus punya cara yang unik. Ia bersama teman-temannya mengumpulkan anak-anak yang sedang bersantai di lapangan Puputan Badung untuk diajak melukis bersama.
“Dalam menggambar itu, anak-anak diajak untuk menggores ide, lalu melatih menuliskan ide itu. Gambar yang sudah dibuatnya, wajib diceritakan melalui tulisan. Nah, disini mereka dapat belajar membuat cerita juga, walau itu diawali dengan menggambar,” kata Mas Rus.
[][[][]
Masa kanak-kanak Mas Ruscitadewi sendiri tentu saja amat indah. Bakatnya dalam menulis karya sastra udah tampak sejak ia anak-anak.
Saat bersekolah di SD N 2 Kesiman, ia memiliki guru inspiratif. Namanya Silandri Dipani. Guru itu memberikan pelajaran Bahasa Indonesia dengan menugaskan anak-anak membuat naskah drama. Bukan hanya menulis, tetapi juga diberi kesempatan memainkan naskah drama itu di kelas.
Di samping pentas drama, Silandri Dipani juga melatih anak-anak menulis puisi. Pelajaran-pelajaran itu tak hanya berlangsung di kelas, melainkan juga di luar kelas. Itu terjadi setelah Mas Ruscitadewi dan teman-temannya mendapat kesempatan untuk tampil bermain drama di TVRI.
Mas Ruscitadewi (nomor 4 dari kanan) menerima Bali Jani Nugraha atas pengabdiannya di bidang sastra dan cerita anak-anak
Mas dan kawan-kawannya juga berkesempatan tampil membaca puisi Bali, baik di kelas atau pada acara perpisahan. Ia merasa kesempatan itu sebagai sebuah penghargaan untuk mengenal dunia sastara lebih jauh.
“Saya memang senang dengan sastra, apalagi kemudian diberi kesempatan pentas, maka sangat terasa senangnya. Kalau senang tanpa ada kesempatan, susah juga,” kata Mas Rus.
Masa-masa SD adalah masa-masa menyenangkan bagi Mas Rus. Ia kerapkali tampil sebagai juara dalam setiap kegiatan lomba yang diikutinya. Bukan hanya juara dalam lomba seni, namun juga dalam lomba olahraga.
Antara lain ia menjadi juara tenis meja, catur, lomba membuat penjor, MC, pidato berbaha Bali, mesatwa Bali, juara mebebasan, membaca Bhagawatdigita dan lomba membuat pas bunga.
Ia sempat menjadi juara dua Cerdas Cermat SD se-Bali. Saat itu juara satunya adalah SD Mutiara Singaraja. Di tengah-tengah kegiatan sekolah, ia kemudian berlatih teater dan diajak bermain drama oleh Anom Ranuara yang dikenal sebagai sutradara Teater Mini Badung. Ia juga ikut bermaian film KB dari panggung ke panggung di Art Center dan tampil membaca puisi dan teater di TVR.
Mas Rus juga ikut kelas teater di Art Center bersama Yudane dan Putu Satria Kusuma yang dilatih Made Taro dan Bapak Putra. Kegiatan belajar menari juga tetap dilakukannya, sehingga kegiatan antara tradisi dan modern berjalan dengan seimbang.
Seni tradisi yang berjalan secara alamai itu, tak hanya disajikan untuk ngayah, tetapi sempat pula tampil di Hotel Bali Beach. Namun, kegiatan menulis masih tetap dilakukan. “Sejak SMP, saya sangat serius menulis puisis atau cerpen. Itu karena karya puisi sudah dimuat Bali Post,” katanya.
Saat remaja, Mas Ruscitadewi menulis cerpen remaja. Cerpenya yang berjudul “Mati” dimuat dalam ruang budaya di Bali Post Minggu. Padahal ia penulis SMP, namun karyanya sudah masuk pada kolom budaya yang penulisnya biasa diisi oleh penulis-penulis senior.
Sejak itu mulai serius membuat cerpan. “Saya kemudian dipercaya menjadi wartawan remaja yang membantu mewawancarai artis untuk penerbitan di Bali Post. Saat itu bersama Diga Amerta dan Gus Raka Suardana. Sementara atasan saya termasuk Prof. Darma Putra. Saat itu, saya sudah nyambi kerja di Bali Post,” katanya.
[][][]
Dalam hal menulis puisi, Mas Ruscitadewi juga punya paham tersendiri. Baginya, puisi itu “tenget” atau sakral, karena menulis kata-kata yang indah itu adalah sesuatu yang sudah mendapatkan kesimpulan. Maka, Mas selalu hapal dengan puisinya-puisi yang ditulisnya.
“Puisi dan sastra itu bukan hanya kata-kata, tetapi di situ ada kesimpulan, “nyastra”. Misal bericara tentang pertanian, saya sudah ada di situ lalu mengatakan betapa indahnya menjadi petani,” kata Mas Ruscitadewi.
Saat sekolah di SMAN 3 Denpasar makin menjadi-jadilah prestasinya di bidang seni dan sastra. Ia meraih juara cipta cerpen, membaca cerpen, cipta naskah drama. Lomba-lomba seni modern, biasanya lebih banyak digelar oleh Akademika, Unud.
Begitu juga ketika menjadi mahasiswa di Fakultas Sastra (Jurusan Arkeologi) Universitas Udayana, Mas bermain teater bersama Putu Satria Kusuma, Yudane, termasuk dengan Putri Suastini. Lalu, bergabung bersama teater Abu Bakar, selanjutnya bergabung dengan Sanggar Putih yang dipimpin Kadek Suardana, selanjutnya membuat kelompok teater sendiri.
Pengalaman berteater membawa ke mana-mana, termasuk ke Thailand. Ia juga menggarap Tater Lawa-lawa keliling di Lombok.
Di bidang seni tradisional ia banyak diberikan pengaruh poistif yang didapati pada guru tarinya, seperti Bapa Sija, Bapak Kantor, Limbak, Men Cenik, Sang Ayu Muklen, Reneng dan lainnya. Dari sana, Mas menyerap yang kemudian mempengaruhi proses berkeseniannya.
Selain sebagai pengasuh Tabloid Anak-Anak Lintang, Kelompok Media Bali Post, Mas juga sebagai Pengurus Listibya Provinsi Bali sampai tahun 2021 serta aktif sebagai Anggota Majelis Desa Adat Propinsi Bali, Pembina Bali Muda Wedari Faiundation, dan Pembina Bali Rare Paduraksa.
Teater anak-anak asuhan Mas Ruscitadewi
Pengalaman berteater, diantarnya Tahun 1987-1989 membuat naskah dan menyutradarai drama/teater “Mimbar Agama Hindu” di TVRI Denpasar, Tahun 1989- 1991 Membuat naskah dan menyutradarai naskah penyuluhan Karang Taruna, bekerjasama dengan Kantor Departemen Sosial Provinsi Bali di TVRI Denpasar, Tahun 1991-1994, membuat naskah dan menyutradarai drama “Sang Putri”, “Sang Pemburu” dan Lawa-lawa” yang dipentaskan di Bali, Lombok dan Taiwan serta melatih dan menyutradarai teater Somenigth Dream dengan siswa pertukaran budaya Bali –Amerika.
Mas juga membuat naskah bersama dan main dalam teater “Campur-Campur” dan ” The Time is Hunter” dalam Festival Darwin Australia tahun 2001 dan 2006. Pada tahun 2008, Mas juga berkolaborasi dengan seniman dan pendeta Jepang dalam pertunjukan “Mandala” yang dipentaskan di Nusa Dua Bali.
Ia juga membuat teater dan arja anak-anak “Sayembara” yang dipentaskan dalam Konfrensi Menteri Investasi Asia Fasifik, membuat operet anak-anak “Air Sumber Kehidupan” yang dipentaskan saat peresmian DSDP oleh Presiden RI, membuat naskah dan menyutradarai pementasan teater “Jaya Prana Tattwa dalam Pesta Kesenian Bali 2018, mendapatkan penghargaan sebagai Peserta Terbaik dalam Jejak Virtual Aktor 2020 yang digelar oleh Kementrian Kebudayaan RI.
[][][]
Saat ini, Mas mengajar mengajar teater untuk para penderita HIV AIDS di YKP, anak-anak tukang suun di pasar Badung (2011), Tahun 2011- 2012 memberi pelajaran kemanusiaan, filsafat dan teater bagi narapidana yang dihukum 5 tahun hingga hukuman mati, di LP Krobokan, Bali, memberi workshop monolog, teater, janger dan cak ke seluruh Bali tahun 2016-2018 serta mengajar sastra dan teater di SD Saraswati 4 Denpasar, IKIP PGRI Bali.
Mas juga aktif dalam kegiatan film, seperti menjadi Co produser dalam film Under The Tree karya Garin Nugroho, membuat film dokumenter Relegi Topeng, membuat film documenter Pertemuan Agung Sekala Niskala (Pangrebongan), membuat film cerita Sudra, membuat tayangan pelajaran bahasa dan aksara Bali Anacaraka.
Untuk seni suara dan musik, Mas pernah membuat lagu dan klip Gayatri Mantra yang tayang setiap hari di BaliTV, membuat lagu, dan album lagu-lagu Bal remaja dan anak-anak yang diproduksi oleh Graha Nadha yang ditayangkan oleh BaliTV, membuat Album Bianglala , Ngastitiang Bali, Kupu-Kupu Kuning , Surya Anyar dan Mlajah Matembang dan lain-lainyang meraih penghargaan Gita Denpost Award
Sedang untuk sastra dan koran, Mas memenangkan Lomba Cipta Puisi Dunia Atlanta Review tahun 2001, memperoleh penghargaan Widya Pataka dari Gubernur Bali tahun 2008. Ia juga merintis, membuat dan menjadi pengasuh koran anak-anak Lintang mulai tahun 1999 hingga sekarang.
Ia juga merintis, membuat dan menjadi oengasuh koran sisipan Bali Post Minggu berbahasa Bali Bali Orti tahun 2006-2016, penulis buku Dongeng, Kumpulan Cerita Pendek (Bahasa Indonesia dan Bali), Puisi, Monolog, Drama, Pelajaran dan pengayaan Arkeologi dan Peninggalan Purbakala
Mas Rus juga sebagai kurator sejak tahun 2009- 2016 yang menjadi kurator (juri) penghargaan Widya Pataka dari Gubernur Bali, menjadi kurator Gelar Seni Akhir Pekan Bali Mandara Nawa Natya di Taman Budaya Denpasar tahun 2016-2018, menjadi kurator Fekan Seni Bali Jani tahun 2019, sebagai ketua dewan pembina Bali Muda Foundation yang bergerak di bidang literasi, untuk mengajar guru mendongeng dan mecipta dongeng.
Ia juga menjadi ketua dewan pembina Bali Rara Paduraksa yang bergerak di bidang lingkungan dan budaya. Membuat cerita untuk anak-anak, 15 cerita untuk anak terbarunya sedang dalam proses cetak. Atas pengabdiannya terhadap sastra dan cerita anak-anak itulah Pemerintah Provinsi Bali memberikan penghargaan Bali Jani Nugraha dibidang Sastra serangkaian dengan Festival Bali Jani (FSBJ) IV. [T][Ole/*]