12 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Maling Pratima | Cerpen I Made Ariyana

I Made AriyanabyI Made Ariyana
October 11, 2022
inCerpen, Pilihan Editor
Maling Pratima | Cerpen I Made Ariyana

Ilustrasi tatkala.co | Wiradinata

Gede Tandung melangkah dengan sangat hati-hati. Tubuhnya bergerak,  menerabas rerimbunan padang gajah. Jalannya sedikit sempoyongan. Ia baru saja selesai pesta tuak.

Meskimabuk, Gede Tandung masih sadar ke mana tujuannya. Dengan menggenggam sebatang linggih dan selembar kain di tangan, ia menuju seberkas sinar lampu neon di ujung persawahan. Di sana berdiri Pura Dalem Lingsir.

Langit gelap tanpa cahaya rembulan. Tentu saja, hari itu tilem. Bulan mati.

Tiba ia di belakang pura. Gede Tandung istirahat sejenak. Ia mengatur napas. Napasnya beraroma tuak. Ia menoleh kanan-kiri, memastikan tidak ada siapa-siapa selain ia sendiri.

Sunyi senyap. Hanya sesekali tampak kelelawar berkelebat. Gumatat-gumitit binatang malam diam tiarap tak bersuara. Mungkin heran melihat ada manusia mengendap-endap pada tengah malam buta.

Merasa aman, Gede Tandung melanjutkan aksinya. Dipanjatnya pagar bata penyengker pura. Tak sulit baginya, sebab pagar itu rendah saja. Dalam sekali panjat dia sudah ada di utama mandala, areal utama pura.

Dalam remang, matanya tertuju ke bangunan meru tumpang telu yang ada di bagian utara. Bangunan itu tak lain dan tak bukan adalah gedong penyimpenan.

Dengan linggis Gede Tandung mencongkel pintu gedong penyimpenan. Lengannya besar dan kuat.  Itu membuat pekerjaannya tidak terlalu sulit. Sekali hentak, gembok langsung tergeletak.

Di dalam gedong penyimpenan tersimpan rupa-rupa benda berharga. Benda-benda keramat. Ada pratima Ida Hyang Bhatari Durga berlapis emas. Ada banyak bunga emas, gelang dan sabuk perak, juga beberapa ikat pis bolong satakan.

Gede Tandung mengambil benda-benda keramat itu dengan leluasa. Gerakannya begitu cepat.

[][][]

Pura Dalem Lingsir terkenal sangat pingit. Tak seorang pun berani berbuat macam-macam di areal pura itu. Jangankan mencuri, meludah sembarangan pun orang tak berani. Tapi Gede Tandung malah mencuri benda-benda sakral itu. Barangkali akal sehatnya sudah pingsan dihantam tuak.

Di Desa Dukuh, nama Gede Tandung memang terkenal. Hanya saja, dia dikenal bukan karena berbudi, melainkan karena suka berjudi. Namanya selalu tersebut di arena judi. Tajen, maceki, spirit, bola adil, ah pokoknya semua macam judi.

Padahal dia bukan orang berpunya. Alih-alih hidup sederhana atau bekerja baik-baik, dia malah mengumbar nafsunya bermain judi.

Jika ada warga desa meninggal, dia yang paling rajin datang magebagan karena pasti digelar ceki. Kartu, meja, dan kopi sudah disiapkan untuk para bebotoh ceki. Kalau sudah duduk mengitari meja ceki, Gede Tandung suka lupa waktu, lupa diri. Dari malam sampai pagi, sampai ketemu malam lagi, tak henti-henti. Dia bertaruh habis-habisan. Seringkali sampai berutang.

Gede Tandung tidak bekerja. Maka tak salah jika warga heran kenapa dia selalu saja punya uang untuk berjudi. Memang dia berjualan tuak. Dia punya beberapa pohon jaka di belakang rumah. Pohon-pohon itu rajin betul mengeluarkan tuak.

Namun berapa sih uang hasil menjual tuak? Apalagi, seringkali tuak yang diturunkannya tidak dijual, melainkan diminum sendiri olehnya bersama kawan-kawannya sesama peminum. Selain penjudi, Gede Tandung adalah peminum kelas berat. Kalau sudah punyah, dia tidak ingat lagi dengan bisnis. Dia gratiskan saja semua tuaknya.

Dulu sekali, saat kedua orangtuanya masih ada, Gede Tandung pernah menjadi orang waras. Orang tuanya punya beberapa petak sawah, juga punya beberapa ekor babi dan sapi. Maka, dia belajar menjadi petani.

Dia turun ke sawah, menyemai bibit, menanam padi, singkong, cabai, sayur hijau, kacang tanah, juga menyabit rumput, mencari pakan babi dan sapi. Hati orang tuanya teduh melihat anak satu-satunya itu bisa diandalkan.

Tapi itu hanya sebentar, tak sampai dua bulan. Imannya tak kuat. Melihat orang maceki, tangannya gatal ingin ngupak cekian. Melihat kawan-kawannya bersenang-senang mengangkat gelas, matuakan sambil magenjekan, ingin juga dia.  Jiwa pemalas dan berfoya-foyanya memberontak. Serta merta dia merasa tangannya kaku mengayunkan cangkul dan sabit.

Setelah itu dia pensiun dari dunia pertanian. Dia tinggalkan sawah, sapi-sapi, dan babi-babinya. Lebih parah lagi, semua hartanya itu, sawah, sapi-sapi, dan babi-babi itu, habis di meja judi. Tinggallah yang tersisa hanya sepetak kecil tanah, yang di sana berdiri gubug tempat tinggalnya dan beberapa pohon jaka.

Orang tua Gede Tandung yang renta tak mampu berkata-kata. Mereka pasrah menahan sakit hati dan kecewa.

Kebiasaan Gede Tandung berjudi dan mabuk-mabukan itu jugalah yang membuat Luh Werni pergi meninggalkannya. Dulu, sebelum menikah, Gede Tandung mengucap janji akan berhenti main judi, juga berhenti mamunyah.

Gede Tandung juga berkata akan menjadi lelaki yang bertanggung jawab. Hati Luh Werni luluh mendengar bujuk rayu Gede Tandung. Setelah menikah, janji tinggallah janji. Semua isapan jempol belaka.

Belum lewat abulan pitung dina mereka menikah, Gede Tandung sudah lupa dengan apa yang pernah keluar dari mulutnya. Mana ada dia peduli dengan istrinya. Gede Tandung tak betah di rumah, pun jarang memberi nafkah.

Luh Werni mengelus dada berusaha sabar, awalnya. Sendiri dia mengurus hidup, sendiri pula dia membesarkan sang anak. Namun ketika tingkah Gede Tandung kian parah, dia pun minggat bersama anaknya yang usianya baru setahun itu.

Apakah Gede Tandung menyesal setelah itu? Tidak. Dia justru makin lupa diri. Memang bedebah sekali tokoh kita yang satu ini.

Hari itu adalah hari sialnya bermain ceki. Dari pagi sampai matahari terbenam dia main, kartunya selalu busuk. Uangnya amblas. Mau meminjam uang lagi, dia malu. Semua orang sudah diutanginya. Orang-orang menertawai kekalahannya. Panas telinganya, jengah hatinya.

Hari itu tilem. Bulan mati. Dilihatnya Jro Mangku pulang dari ngayah di Pura Dalem Lingsir. Saat itulah muncul niatnya menggasak pratima di pura.

Gede Tandung adalah pecalang di desanya. Perawakannya memang cocok menjadi pecalang. Jika tiba odalan di Pura Dalem Lingsir, dia ngayah menjadi pecalang. Sudah biasa dia keluar masuk pura.  Dia tahu persis seluk beluk pura. Dia tahu ada benda-benda berharga tersimpan di sana.

Karena itulah ia akan dengan mudah mncolong benda-benda itu. Benda-benda itu akan dijual, uangnya untuk maceki membalas kekalahan hari itu.

Kemudian dia mengundang kawan-kawannya metuakan. Dia minum-minum sambil menunggu malam tiba. Di samping itu, dengan minum tuak dan mabuk dia akan lebih lagas beraksi nanti. Seperti warga lain, dia tahu keangkeran Pura Dalem Lingsir. Takut juga dia ke sana sendiri tengah malam buta. Dia membesarkan nyali dengan mabuk.

Pura Dalem Lingsir berada di ujung selatan Desa Dukuh, di atas tebing yang jauh dari permukiman. Untuk sampai ke sana, warga harus menyusuri persawahan yang berundak-undak. Kendaraan parkir di jalan besar sebab tidak bisa masuk sampai di pura.

Akses ke pura hanya jalan setapak. Ada jalan pintas yang tidak melewati persawahan, tapi agak sulit dilalui lantaran jalurnya dihalangi lebat padang gajah.

Di Pura Dalem Lingsir berstana Ida Hyang Bhatari Durga. Beliau memiliki pengabih Ida Ratu Mas Gede Macaling, sang penguasa kematian. Beliau terkenal bares. Sering warga naur sesangi atau membayar kaul di sana karena doanya terkabul.

Namun di sisi lain, Ida juga terkenal pingit. Di pura itu warga tidak boleh berkata sembarangan, apalagi berbuat sembarangan. Jangan sesekali berani menunjuk pelinggih ataupun petapakan Ida jika tidak mau tulah. Sering terjadi kerauhan masal di sana, pertanda ada sesuatu yang beliau kurang berkenan.

Terlebih di ujung jalan setapak adalah pura prajapati dan setra yang juga tenget. Di sana banyak pohon besar-besar bersaput poleng. Ada bunut, pule, dan beringin. Yang terbesar adalah beringin yang tumbuh persis di tengah kuburan. Besar, rimbun, dan menjulang, macam raksasa dalam cerita seram. Sulur-sulurnya panjang terjuntai. Warga menduga ratusan tahun usianya.

Petani yang kebetulan mengecek pengairan sawahnya pada malam hari, sering melihat bola api melayang-layang kemudian saling beradu di sekitar beringin itu. Konon, bola-bola api itu adalah mereka penganut ilmu pengleakan yang tengah mengadu kesaktian. Konon juga, jika keesokkan harinya ada orang yang mendadak sakit aneh, dia tak lain adalah leak yang kalah adu tanding.

[][][]

Gede Tandung sudah membungkus pratima dan benda-benda keramat lainnya dengan kain. Dia menaksir benda-benda itu bisa laku puluhan juta. Dia terkekeh. Mulutnya bau tuak. Mencuri pratima dipikirnya macam mencuri sandal kawannya saja.

“Auuuuuuu…!”

Tiba-tiba terdengar lolongan anjing. Suaranya berasal dari arah kuburan. Panjang, iramanya mengerikan, dan membuat bulu kuduk berdiri. Kata orang, lolongan itu pertanda anjing melihat sesuatu yang tak kasat mata.

Gede Tandung merinding juga. Tak mau dia berlama-lama di tengah pura, segera dia menuju penyengker dan sekali lompat tubuhnya sudah melayang di atas penyengker.

Dari atas penyengker ia menceburkan diri ke bawah. Tapi Gede Tandung merasakan kakinya tidak pernah menyentuh tanah. Tubuhnya terus meluncur.

Tubuhnya terjun jatuh ke sebuah lubang yang gelap dan dalam. Tak sempat menyadari apa-apa un, berkelebat kemudian kain kasa putih panjang, tak putus-putus. Kain itu menggulung tubuhnya, menjerat lehernya.

Gede Tandung terbungkus laksana mayat yang siap dikubur. Dia meronta. Sia-sia. Tubuhnya yang besar tak mampu melawan. Napasnya tercekat, matanya melotot, lidahnya terjulur.

Keesokan harinya, Jro Mangku yang hendak mabanten kajeng kliwon terkesiap. Gedong penyimpenan berantakan, pratima raib. Dalam sekejap warga sudah tumpah di pura. Mereka kasak-kusuk.

Setelah mencari-cari, warga menemukan sesosok tubuh tergeletak di dasar tebing, kaku tak bernyawa. Di sebelah tubuh itu, prerai Ida Ratu Mas Gede Mecaling tersembul dari dalam bungkusan kain. [T]

[][][]

BACA cerpen-cerpen lainnya

Dokter Siwa | Cerpen Putu Arya Nugraha
Hewan Pemakan Suara | Cerpen Fatah Anshori
Perang Malam | Cerpen Supartika
Tags: Cerpen
Previous Post

Shorgum, Pesan Buat Buleleng

Next Post

Puisi-puisi Mettarini | Jika Aku, Jika Kau, Menjadi Diri

I Made Ariyana

I Made Ariyana

Lahir di Denpasar. Lulusan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Bali. Saat ini menjadi guru bidang studi Bahasa Indonesia di SMP Negeri 9 Denpasar.

Next Post
Puisi-puisi Mettarini | Jika Aku, Jika Kau, Menjadi Diri

Puisi-puisi Mettarini | Jika Aku, Jika Kau, Menjadi Diri

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Krisis Literasi di Buleleng: Mengapa Ratusan Siswa SMP Tak Bisa Membaca?

by Putu Gangga Pradipta
May 11, 2025
0
Masa Depan Pendidikan di Era AI: ChatGPT dan Perplexity, Alat Bantu atau Tantangan Baru?

PADA April 2025, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh laporan yang menyebutkan bahwa ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng,...

Read more

Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

by Karisma Nur Fitria
May 11, 2025
0
Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

PEMALSUAN kepercayaan sekurangnya tidak asing di telinga pembaca. Tindakan yang dengan sengaja menciptakan atau menyebarkan informasi tidak valid kepada khalayak....

Read more

Enggan Jadi Wartawan

by Edi Santoso
May 11, 2025
0
Refleksi Hari Pers Nasional Ke-79: Tak Semata Soal Teknologi

MENJADI wartawan itu salah satu impian mahasiswa Ilmu Komunikasi. Tapi itu dulu, sebelum era internet. Sebelum media konvensional makin tak...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co