2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Alasan Mengapa Sampai Detik Ini Indonesia Masih Begini-Begini Saja

Teddy Chrisprimanata PutrabyTeddy Chrisprimanata Putra
October 2, 2022
inUlas Buku
Alasan Mengapa Sampai Detik Ini Indonesia Masih Begini-Begini Saja

Buku Pancasalah

Pancasila sebagai pedoman dalam menyelenggarakan negara di Indonesia memiliki harapan agar rakyatnya mampu merengkuh kesejahteraan dan negara mampu menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Kurang lebih begitulah idealnya. Namun 77 tahun merdeka, kondisi ideal tersebut tentu belum terwujud—masih “jauh panggang dari api”.

Melihat besarnya jurang yang menganga antara si kaya dan si miskin, bagaimana si pengelola negara dengan kewenangannya seringkali begitu serampangan membuat kebijakan sampai meminta “upeti” kepada rakyat jika urusannya mau segera diselesaikan.

Seberapa besar harapan dari Pancasila dapat terwujud jika hal-hal semacam ini masih terlihat oleh mata kita?

Laksamana Sukardi, seorang yang punya pengalaman menjadi anggota DPR/MPR RI sejak 1992, hingga menjadi menteri pada masa pemerintahan Presiden RI Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri, mencatat lima hal yang membuat Indonesia sebagai negara yang pernah menjadi “Macan Asia” ini masih segini-segini saja.

Ia menyebutkan lima hal tersebut menjadi “Pancasalah”. Saya sendiri mengartikannya sebagai lima hal yang bertentangan dengan nilai dan semangat Pancasila, sehingga menjauhkan Indonesia dengan kondisi yang dicita-citakan.

Middle Trap Income

Lewat buku setebal xx + 80 halaman ini, Laksama Sukardi menjelaskan lima kesalahan yang harus segera ditangani oleh bangsa Indonesia. Lima kesalahan tersebut di antaranya: Salah Kaprah, Salah Lihat, Salah Asuh, Salah Tafsir, dan Salah Tata Kelola.

Kelima kesalahan yang masih saja terjaga hingga hari ini adalah penyebab utama ketertinggalan Indonesia dari negara lain. Pada tahun 1970-an, Indonesia sejajar dengan beberapa negara yang kini sudah jauh melesat. Hal tersebut bisa dilihat dari pendapatan per kapita masing-masing negara, seperti: Tiongkok US$ 112, Indonesia US$ 182, Taiwan US$ 396, dan Korea Selatan US$ 279.

Per tahun 2018 Indonesia jauh tertinggal dengan pendapatan per kapita hanya US$ 3.870. Sedangkan pendapatan negara lain jauh di atas Indonesia, seperti: China US$ 9.580, Hongkong US$ 48.450, Singapura US$ 64.678, Malaysia US$ 11.072, Thailand US$ 7.446, dan Taiwan US$ 25.007. Bahkan pendapatan per kapita Vietnam pun hampir menyusul Indonesia dengan US$ 2.561.

Gerakan Revolusi Mental yang digaungkan oleh pemerintahan Joko Widodo sempat menjadi secercah harapan bagi terwujudnya Indonesia yang siap melangkah ke depan lebih cepat. Namun narasi tersebut jauh dari harapan. Jalan di tempat, tidak mampu memberi dampak yang signigikan, bahkan terkesan hanya sebagai komoditi politik guna menggaet hati pemilih dalam setiap kontestasi politik. Kemudian pada aspek mana saja sejatinya yang harus diperbaiki oleh seluruh pihak?

Kesalahan Ini Sengaja Dirawat

Salah Kaprah kerap kali terjadi di Indonesia. Pada 17 Agustus 1945, Indonesia mendeklarasikan dirinya merdeka sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila. Masih ingat organisasi-organisasi ekstrem kanan yang hendak mengubah idelogi bangsa dengan ideologi salah satu agama?

Masih ingat bagaimana pertarungan partai politik dengan masing-masing ideologi yang diyakini di penghujung Orde Lama (kalau Sukarno menyebutnya Orde Asli)?

Ya, segala upaya-upaya tersebut hanya akan menghasilkan perang saudara. Polarisasi begitu tajam terjadi di tengah arus majunya teknologi menyebabkan perang saudara di platform digital yang berujung saling lapor ke pihak kepolisian. Perang saudara di penghujung Orde Lama akibat perang ideologi mengakibatkan jutaan manusia kehilangan nyawanya, lebih banyak lagi mengalami traumatis mendalam.

Dua peristiwa di atas adalah contoh bagaimana rakyat Indonesia (tidak semua) belum memahami nilai dan semangat yang terkandung dalam Pancasila. Akibatnya begitu fatal, tidak hanya pertentangan pandangan, pertentangan fisik hingga berakhir pada hilangnya nyawa anak bangsa pun besar kemungkinan terjadi.

Apabila rakyat Indonesia masih saja terjebak dalam perdebatan ideologi dengan meyakini tafsir masing-masing, kapan Indonesia mampu menyusul China, Hongkong, hingga Singapura?

Salah Lihat menjadi sebuah kesalahan untuk mencapai cita-cita bangsa, tapi menjadi sebuah cara agar segelintir kelompok dapat berkuasa. Pada masa Orde Baru, rezim dengan kuasanya mengatur hal-hal yang boleh dilihat oleh rakyat Indonesia. Lewat kuasanya, rezim menyetir media agar menunjukkan bacaan dan tontonan yang memberi citra baik bagi sang pemegang kekuasaan. Propaganda yang diterima rakyat Indonesia lebih kurang selama 32 tahun tentu masih membekas dan sulit hilang.

Kemudian apakah di era Reformasi hari ini sensor media hilang begitu saja? Tentu tidak.

Hari ini sebagian besar media bersahabat dengan penguasa. Media siap mencitrakan politisi, hingga penguasa sesuai dengan pesanan. Bacaan dan tontonan pesanan seperti demikian tentu membahayakan. Rakyat berpotensi tersesat dalam narasi-narasi yang disajikan oleh media. Dampaknya akan terasa pada proses berbangsa dan bernegara.

Hal yang lebih membahayakan lagi adalah intervensi dari negara asing. Negara yang memiliki Big Data (sekumpulan informasi statistik suatu masyarakat). Data-data tersebut dapat digunakan menyusun strategi memecah belah sebuah bangsa, dalam konteks ini adalah Indonesia. Ingat, di tengah dunia sosial media yang semakin massive terdapat istilah yang namanya Bubble Filter. Sebuah kondisi dimana pengguna hanya melihat apa yang dinginkan. Ketika melihat hal yang berlawanan maka akan rentan terjadi perpecahan.

Salah Asuh. Perlu kita sepakati bersama bahwa pola asuh akan mempengaruhi kualitas sumber daya ke depannya. Apabila hari ini kita melakukan kesalahan ini, maka dampaknya akan terasa hingga tiga generasi selanjutnya.

Beberapa praktek salah asuh yang dapat menjerumuskan bangsa ke jurang kehancuran, diantaranya: feodalisme, upetiisme, cukongisme, dzolimisme, hingga egoisme. Lima hal tersebut jika terus dilanggengkan, maka perlahan tapi pasti akan menghantarkan Indonesia pada kehancuran.

Upetiisme menjadi sebuah praktek salah asuh yang begitu nyata terlihat. Masih segar di ingatan kita kasus Yosep Parera (pendiri Rumah Pancasila dan Klinik Hukum) yang terjerat OTT KPK dalam kasus penyuapan hakim MA. Uang juga dianggap sebagai alat yang efektif untuk memuluskan segala kepentingan.

Apabila hal ini terus dilanggengkan, maka penyelenggara negara hanya diisi oleh orang-orang yang memiliki uang saja, kemudian yang memiliki kemampuan mau dibawa kemana?

Salah Tafsir juga menjadi kesalahan yang mengancam keberadaan negara. Lewat kekuasaannya yang absolut, Soeharto dengan serampangan menafsirkan salah satu bunyi dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) perihal masa jabatan Presiden. Alhasil, salah tafsir tersebut mengantarkan Soeharto berkuasa selama 32 tahun.

Salah tafsir juga kerap kali terjadi dalam proses penegakkan hukum, berangkat dari kesalahan tersebut maka lahir begitu banyak makelar kasus. Tak heran jika kita melihat di beberapa kasus yang serupa, penanganannya bisa saja berbeda-beda (tergantung kepentingan dan siapa yang terlibat, hehe).

Kondisi ini berdampak pada jiwa kompetitif sumber daya manusia (SDM) yang menurun, sehingga etos kerja dan integritas SDM Indonesia tidak mampu bersaing dengan SDM yang dimiliki oleh negara lain. Tak jarang Indonesia meributkan kehadiran tenaga kerja asing di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa SDM Indonesia tak mampu bersaing dengan negara lain.

Salah Tata Kelola adalah kesalahan kelima dari Pancasalah. Pada prinsipnya, tata kelola yang baik adalah tidak diperkenankannya satu organisasi membuat aturan untuk organisasinya sendiri, karena hal tersebut cenderung akan subjektif dan abusive.

Permasalahannya, kesalahan tata kelola terjadi di Indonesia. Rangkap tugas menjadi hal yang wajar dilakukan dalam tata kelola negara hari ini. Pembatasan kekuasaan pun sudah tidak berdaya.

Dalam pengelolaan negeri, bandul kekuasaan kini berada di tangan partai politik. Maka wajar saja jika banyak yang mengatakan kalau arah bangsa ditentukan oleh Sembilan partai politik yang bercokol di Senayan.

Partai politik memiliki kekuasaan di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Hanya lewat partai politik lah, warga negara bisa duduk nyaman menjadi anggota DPR/MPR RI, dan hanya DPR/MPR yang berwenang membuat Undang-Undang (UU) yang kemudian mengatur hajat hidup orang banyak.

Sebagai salah satu contoh yang dikemukakan penulis dalam bagian ini adalah, bagaimana anggota DPR/MPR RI yang notabene adalah anggota partai politik menyusun UU tentang Partai Politik. Tentu proses di dalamnya sarat dengan kepentingan—tujuannya hanya satu, yakni memenangkan kepentingan partai politik.

Berangkat dari hal tersebut, penting untuk membatasi kewenangan serta pemisahan tugas dan tanggung jawab. Hal tersebut bertujuan menghindari adanya benturan kepentingan. Apabila salah tata kelola terus terjadi, maka dialektika yang terjadi di kalangan elit tidak akan menyentuh kepentingan rakyat.

Sebagai orang yang pernah berada di dalam sistem, Laksamana Sukardi berhasil menyampaikan poin-poin krusial bangsa. Mampu menghadirkan contoh-contoh yang relevan di dalamnya sehingga memungkinkan tingkat keterbacaannya lebih besar.

Lewat tulisan ini, Laksamana Sukardi berhasil menyajikan kelemahan bangsa dengan bahasa yang sederhana. Namun, data-data yang disajikan harus diperbanyak dan harusnya bisa dimutakhirkan lagi. Saya pikir penulis juga mampu mengkaitkan berbagai kesalahan yang dilakukan selama penanggulangan Covid-19, hal ini penting sebagai masukkan kepada bangsa di masa mendatang.[T]

BACA artikel lain dari penulis Teddy Chrisprimanata Putra

Jatuh dan Berharap Kembali ke Titik Lebih Tinggi | Ulasan Buku “Bali Berlayar di Tengah Badai Covid-19”
Kwitangologi Vol. 9: Ruang Diskusi Pertama Saya di Jakarta
Memikirkan Kembali Tradisi, Adat Istiadat dan Budaya Bali dalam “Wanita Amerika Dibunuh di Ubud”
Tags: Bukuresensi bukuUlasan Buku
Previous Post

Lelaki Tua Bersama Bunga-Bunga | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Next Post

Keajaiban Itu Bernama Berbagi | Catatan Hari Jadi Ke-7 Yayasan Sesama

Teddy Chrisprimanata Putra

Teddy Chrisprimanata Putra

Lulusan Teknik Mesin Unud, tapi lebih memiliki minat ke dunia literasi juga organisasi. “Sublimasi Rasa” adalah karya pertama untuk melanjutkan karya-karya selanjutnya.

Next Post
Keajaiban Itu Bernama Berbagi | Catatan Hari Jadi Ke-7 Yayasan Sesama

Keajaiban Itu Bernama Berbagi | Catatan Hari Jadi Ke-7 Yayasan Sesama

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

by Made Chandra
June 1, 2025
0
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co