7 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Celepuk | Cerpen Arnata Pakangraras

Arnata PakangrarasbyArnata Pakangraras
September 17, 2022
inCerpen
Celepuk | Cerpen Arnata Pakangraras

Ilustrasi tatkala.co | Diolah dari karya Satia Guna dan foto pameran mahasiswa seni rupa Undiksha

Angin aroma jerami kering berhembus dari selatan. Seekor capung merah terbang rendah, hinggap di dahan ciplukan. Bayang-bayang daun menaunginya dari terik. Melayang lincah, kawanan sriti bermanuver memburu anak belalang. Ada yang lolos, menyingkir ke sisi lain. Beberapa bernasib nahas, pasrah dalam lingkar rantai kehidupan.

Pada sebatang bambu lengkung, pindekan berputar. Cepat seperti langkah tergesa-gesa namun sesekali lambat tersendat. Pindekan, kincir angin tradisional yang terbuat dari bambu itu sebagian bilahnya lapuk.  Menghitam oleh lumut kering. Di atasnya sepotong kain kusam berkibar-kibar.

Putu Dirga, seorang remaja kurus, berkaos oblong karikatur kodok, sontak berlari. Gerakannya gesit melompati parit, memintas hamparan melon madu yang baru tumbuh. Pematang sempit berkelok bisa saja menyebabkan terpeleset. Bonggol perdu bekas dibabat petani, mungkin saja melukai kaki yang hanya bersandal jepit butut. Ia tak peduli, terus berlari bahkan semakin kencang.

Napas masih tersengal-sengal ketika ia berhenti. Membungkukkan badan, kedua tangan memegang lutut. Keringat di kening menetes ke ujung kaki. Memulihkan tenaga, ditariknya napas dalam dan dihembuskan perlahan. Menyapu sekeliling dengan pandangan.

Gemericik air terdengar jelas dari Yeh Unda yang membelah persawahan di sekitarnya. Sungai yang tak pernah kering sepanjang tahun, berhulu di Telaga Waja. Memanjang puluhan kilometer menuju hilir di desa Kusamba dan bermuara ke laut Selat Badung.

Batu-batu besar sisa erupsi Gunung Agung tahun 1963, tersebar acak. Beberapa ditumbuhi lumut menyibak arus air. Di batu lempeng, seorang pemancing mengamati ujung joran. Entah, sudah berapa lama ia menunggu, berharap seekor udang menyambut umpan mata kail.  Kepulan asap kretek dari mulutnya pecah di udara.

Di bantaran sungai, di antara rumpun pisang kepok, sebatang pohon nangka tumbuh ringkih. Sarang tawon liar, bulat lonjong, menggayut di salah satu dahan. Berjarak tidak jauh, pohon kelapa lengkung menjulang. Batang berkulit kasar mempertegas tuanya pohon.

 “Aku ingat, ini pohonnya, pohon kelapa yang sama!” Putu Dirga membatin.

Sambil mendongak, tangan kiri bertumpu pada batang pohon. Sebuah layangan tersangkut di pelepah dengan kenur melilit tangkai bungsil. Ujung kenur menjuntai beberapa meter ke bawah dimainkan angin. Begitu berartikah layangan itu sehingga tadi dikejarnya sekuat tenaga?

Kini, ia terus memandangi layangan itu seakan tak rela kehilangan. Sebelumnya, layangan itu adalah milik orang lain yang putus dan tersangkut di pohon kelapa. Pemilik  membiarkan begitu saja tanpa upaya mencari. Mungkin enggan atau nyalinya ciut melihat tingginya pohon.

Setelah dimiliki oleh Putu Dirga, layangan justru hanya terpajang di dinding kamar persis di sebelah foto hitam putih ayahnya. Tidak berniat menerbangkan meski angin sedang bagus-bagusnya. Beberapa teman sebaya menyambangi ke rumah, mengajak bahkan membujuk tapi sia-sia.

Setiap malam, ia membersihkan layangan dengan kemoceng bulu ayam. Bila mungkin tak sebutir pun debu dibiarkan menempel. Sebatang dupa selalu ia nyalakan lalu menaruhnya di lantai. Sekuntum kamboja merah disematkan pada layangan. Entah, apa maksudnya. Mengusap lembut, menyapa, mengajak bicara layaknya teman. Ketika lelah, dengan pandangan mengarah ke layangan, ia berbaring hingga perlahan matanya mengatup. Pulas.

Hari Minggu, siang menjelang sore. Langit cerah. Aneka bentuk dan warna layangan yang mengudara terlihat dari halaman rumah. Sambil mengunyah gula merah, bibirnya komat-kamit menghitung. Diulanginya sekali lagi dengan bantuan jari tangan dan manggut-manggut saat menutup jari ke sepuluh.

Seusai menandaskan segelas air putih, ia bergegas ke persawahan terdekat. Tidak jelas, apa yang telah mengubah jalan pikirannya. Dengan layangan di punggung, ia melangkah santai di badan jalan. Tak pelak beberapa pemotor membunyikan klakson, menegur agar menepi.

Seolah tak mendengar, ia terus berjalan, kini sambil bernyanyi. ‘Angkihan Baan Nyilih’, sebuah lagu pop Bali-nya Widi Widiana terdengar sumbang. Sesekali kakinya menendang kerikil yang ditemui di jalan. Atau memungutnya, melempari anjing liar yang kebetulan melintas. Bila anjing sudah menggongong apalagi menyalak maka ia pun bertepuk tangan. Ya, bertepuk tangan!

Memilih tempat agak teduh, ia mulai menerbangkan layangan. Mengulur, menarik dan mengulur lagi agar melambung tinggi.  Bergeser dari satu posisi ke posisi lain, menyiasati arah angin. Asyik sekali menarik ulur kenur dalam jepitan ibu jari dan telunjuk. Ke mana pun layangan meliuk, matanya awas mengikuti. Sesekali pandangannya beralih ke layangan lain yang terlebih dahulu mengudara. Ada senyum mengembang di bibir ketika angin mengurai rambutnya yang lurus dan belum sempat dicukur.

Kemudian, beberapa langkah, ia bergerak ke depan mengikuti sebuah tarikan. Buru-buru digulungnya kenur ketika menyadari ada yang tak beres. Layangan singit, kehilangan keseimbangan. Dicoba mengulur tapi terlambat. Layangan putus!  Angin terlalu kencang atau kenurnya getas, ia tak sempat memikirkan kecuali berlari, mengejar.

Dalam kebingungan, pangkal batang kelapa dipukulnya dengan sisa gulungan kenur. Bunyi benturan bekas kaleng susu terdengar. Bagaimana agar layangan kembali? Minta tolong kepada siapa? Menggaruk-garuk kepala, ia terduduk di gundukan tanah memunggungi pohon. Keletihan tak bisa disembunyikan. Berselonjor kaki, kedua betis dipencet mirip gerakan pijat. Tangan kanan beralih mencabut-cabut rumput teki di dekatnya, melemparkan ke sembarang arah. Mata berkaca-kaca, tatapannya gamang. Sementara, suara perkutut manggung sayup terbawa angin.

“Bapa,(1) ke sini, cepat!”

Teriakan Putu Dirga, membuyarkan keseriusan Ketut Kartala memilah rumput. Pria berperawakan jangkung merapikan caping di kepala, melangkah mendekat. Selain sebagai petani penggarap, rutinitas Ketut Kartala adalah mengarit untuk pakan sepasang sapi piaraan yang sesungguhnya milik seorang tetangga yang dipercayakan kepadanya.  Sedangkan Putu Dirga, anak tunggalnya, sekadar membantu. Keranjang di punggungnya tak selalu penuh berisi rumput namun selalu dimaklumi.   

 “Ada apa? Ular lagi?” Tebak ayahnya. Adalah hal biasa ketika mereka mengarit ada saja ular tanah atau ular hijau yang melintas. Namun, tetap saja mengagetkan.

 “Bukan, layangan itu!”  sambil menunjuk ke atas pohon kelapa.

 “Aduh, tinggi sekali, galah pasti tak sampai.” Suaranya agak parau. Sudah seminggu batuk menahunnya kumat. Persediaan rumput yang menipislah memaksanya pergi mengarit.

 “Panjat saja, Bapa!”

Putu Dirga, sudah lama ingin memiliki layangan tiga dimensi. Pernah ia berharap, orang tuanya membelikan sebagai hadiah kelulusannya dari Sekolah Dasar. Ia pun berencana pamer dan membayangkan satu per satu temannya berdecak kagum. Sayang, semuanya tidak terjadi. Keinginan yang tak pernah ia utarakan itu, dilupakannya bersusah payah.

Tapi harapan serupa nadi, terus berdenyut, tak pernah benar-benar mati. Ya, kapan lagi, ini kesempatan emas! Sebuah layangan kedis celepuk(2) nyata di hadapannya. Meskipun berada di ketinggian, ia melihat jelas. Gradasi warna biru berteknik airbrush padu pada bentangan sayap dan ekor. Arsiran kuning pada bulu-bulunya memberi aksentuasi manis. Dua bulatan mata cerah serta sepasang kaki mencengkeram menambah kesan dinamis.

 “Lupakan saja. Layanganmu ‘kan ada dua di rumah”, sembari menyentuh pundak anaknya.

 “Tapi tak sebagus itu”, ia membandingkan dengan bete-bete, layangan sederhana berbentuk segi empat miliknya.

Ketut Kartala bergeming. Dalam hati mengakui, layangan kedis celepuk itu memang bagus. Harganya niscaya mahal. Sejujurnya, bila diminta untuk membeli, ia tak sanggup.  

 “Ayo, dipanjat saja. Bapa pasti bisa!”

Ketut Kartala masih bergeming. Ada keraguan di wajahnya. Sejatinya, memanjat pohon hal mudah baginya apalagi pohon kelapa, ia piawai! Dengan tali tambang serupa angka delapan di pergelangan kaki, panjatannya cepat. Tanpa bantuan tali pun ia sanggup. Kedua telapak kaki seolah lengket, menempel kuat pada batang pohon. Warga sekitar lumrah minta tolong kepadanya dan selalu ia tak punya alasan untuk menolak.

Ketrampilan memanjat adalah hal langka saat ini. Atas jasanya ia memperoleh imbalan. Tentu saja tak sepadan dengan resiko keselamatannya. Ia tak khawatir, tak pernah berpikir sejauh itu. Memetik kelapa, kadang dibarengi dengan mencari janur. Terutama menjelang hari raya keagamaan atau upacara adat pernikahan. Janur dibutuhkan untuk cangkang ketupat, canang sesaji, penjor (3) atau hiasan lainnya.

Buk! Seekor perkutut jatuh di depan Putu Dirga tak lama berselang setelah terdengar bunyi letusan senapan angin di kejauhan. Terkejut, spontan bangkit mengucek-ucek mata. Kelelahan rupanya telah menidurkannya di bawah pohon kelapa, beberapa saat lalu. Perkutut nahas masih menggelepar, berlumur darah saat dipungut. Beberapa helai bulu sayap terlepas.

Dalam genggaman, ia merasakan detik demi detik gerakan burung itu melemah hingga lunglai tak berdaya. Dengan menyibak bulunya, ia menemukan satu peluru timah terbenam di dada kiri.

Darah tercium anyir. Kedua tangan Putu Dirga tengadah dengan jemari merenggang. Melihat darah memenuhi sela-sela kuku, ia gelisah. Tangan mulai gemetar. Keringat dingin membulir di kening. Pintu ingatannya ada yang menggedor-gedor, mendobrak hingga menganga. Penyesalan menyeruak masuk, tumpang tindih. Semakin rapat ia menutup, semakin perih umpatan menghunjam gendang telinga. Kesalahan seakan ditumpahkan begitu saja di atas kepalanya. Alih-alih membela diri, ia memilih diam.

Tak secuil pun keberanian tersisa untuk menatap wajah ibunya saat itu. Keteduhan yang biasa ia temukan lenyap seketika. Bibir ibunya bergetar, menunjuk-nunjuk hidungnya!  Kemarahan, kekecewaan dan kesedihan bergesek kencang hingga ibunya limbung berkali-kali.

Putu Dirga tersudut, batinnya terguncang. Ia sesenggukan. Menangis, menangis dan menangis.  Di pangkuannyalah, dua bulan lalu, Ketut Kartala menghembuskan napas terakhir. Pelepah kelapa kering dan sebuah layangan kedis celepuk ikut tergeletak di samping tubuh ayahnya. [T]                                                                                

Keterangan :

  1. Bapa : sebutan ayah dalam bahasa Bali
  2. Kedis celepuk : burung hantu.
  3. Penjor : sebatang bambu lengkung berhias janur, buah dan umbi-umbian.

_____

  • BACA cerpen lain atau karya-karya lain dari Arnata Pakangraras
  • Palus Bukit Jambul | Cerpen Gde Aryantha Soethama
    Pohon Pedang Kayu | Cerpen Made Adnyana Ole
    Keris | Cerpen Mas Ruscitadewi
    Tags: Cerpen
    Previous Post

    “Mencintai Munir” Adalah Peduli Terhadap HAM

    Next Post

    Puisi-puisi GM Sukawidana | Pulang ke Ubud, Sajak Tanah Ibu

    Arnata Pakangraras

    Arnata Pakangraras

    Lahir di Gianyar 24 Februari 1967. Saat SMA puisi-puisinya tersebar di halaman apresiasi sekaligus ikut “kompetisi puisi” yang disuh Umbu Landu Paranggi di Bali Post Minggu. Kini tinggal di Jakarta

    Next Post
    Puisi-puisi GM Sukawidana | Pulang ke Ubud, Sajak Tanah Ibu

    Puisi-puisi GM Sukawidana | Pulang ke Ubud, Sajak Tanah Ibu

    Please login to join discussion

    ADVERTISEMENT

    POPULER

    • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

      Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

      23 shares
      Share 23 Tweet 0
    • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

      0 shares
      Share 0 Tweet 0

    KRITIK & OPINI

    • All
    • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik

    Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

    by Dewa Rhadea
    June 4, 2025
    0
    Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

    KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

    Read more

    The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

    by Wulan Dewi Saraswati
    June 4, 2025
    0
    The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

    MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

    Read more

    Susu dan Tinggi Badan Anak

    by Gede Eka Subiarta
    June 3, 2025
    0
    Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

    KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

    Read more
    Selengkapnya

    BERITA

    • All
    • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
    Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

    Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

    June 5, 2025
    Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

    Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

    May 29, 2025
     Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

    Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

    May 27, 2025
    911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

    911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

    May 21, 2025
    Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

    Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

    May 17, 2025
    Selengkapnya

    FEATURE

    • All
    • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
    Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
    Panggung

    Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

    IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

    by Dede Putra Wiguna
    June 6, 2025
    Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
    Khas

    Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

    BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

    by tatkala
    June 5, 2025
    Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas
    Khas

    Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    “Kami tahu, tak ada kata maaf yang bisa menghapus kesalahan kami, tak ada air mata yang bisa membasuh keburukan kami,...

    by Komang Sujana
    June 5, 2025
    Selengkapnya

    FIKSI

    • All
    • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
    Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

    Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

    June 5, 2025
    Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

    Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

    May 31, 2025
    Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

    Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

    May 31, 2025
    Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

    Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

    May 29, 2025
    Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

    Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

    May 25, 2025
    Selengkapnya

    LIPUTAN KHUSUS

    • All
    • Liputan Khusus
    Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
    Liputan Khusus

    Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

    SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

    by Jaswanto
    February 28, 2025
    Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
    Liputan Khusus

    Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

    SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

    by Made Adnyana Ole
    February 13, 2025
    Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
    Liputan Khusus

    Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

    BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

    by Jaswanto
    February 10, 2025
    Selengkapnya

    ENGLISH COLUMN

    • All
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
    Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

    Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

    March 8, 2025
    Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

    Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

    November 30, 2024
    The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

    The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

    September 10, 2024
    The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

    The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

    July 21, 2024
    Bali, the Island of the Gods

    Bali, the Island of the Gods

    May 19, 2024

    TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

    • Penulis
    • Tentang & Redaksi
    • Kirim Naskah
    • Pedoman Media Siber
    • Kebijakan Privasi
    • Desclaimer

    Copyright © 2016-2024, tatkala.co

    Welcome Back!

    Login to your account below

    Forgotten Password?

    Retrieve your password

    Please enter your username or email address to reset your password.

    Log In
    No Result
    View All Result
    • Beranda
    • Feature
      • Khas
      • Tualang
      • Persona
      • Historia
      • Milenial
      • Kuliner
      • Pop
      • Gaya
      • Pameran
      • Panggung
    • Berita
      • Ekonomi
      • Pariwisata
      • Pemerintahan
      • Budaya
      • Hiburan
      • Politik
      • Hukum
      • Kesehatan
      • Olahraga
      • Pendidikan
      • Pertanian
      • Lingkungan
      • Liputan Khusus
    • Kritik & Opini
      • Esai
      • Opini
      • Ulas Buku
      • Ulas Film
      • Ulas Rupa
      • Ulas Pentas
      • Kritik Sastra
      • Kritik Seni
      • Bahasa
      • Ulas Musik
    • Fiksi
      • Cerpen
      • Puisi
      • Dongeng
    • English Column
      • Essay
      • Fiction
      • Poetry
      • Features
    • Penulis

    Copyright © 2016-2024, tatkala.co