15 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Celepuk | Cerpen Arnata Pakangraras

Arnata PakangrarasbyArnata Pakangraras
September 17, 2022
inCerpen
Celepuk | Cerpen Arnata Pakangraras

Ilustrasi tatkala.co | Diolah dari karya Satia Guna dan foto pameran mahasiswa seni rupa Undiksha

Angin aroma jerami kering berhembus dari selatan. Seekor capung merah terbang rendah, hinggap di dahan ciplukan. Bayang-bayang daun menaunginya dari terik. Melayang lincah, kawanan sriti bermanuver memburu anak belalang. Ada yang lolos, menyingkir ke sisi lain. Beberapa bernasib nahas, pasrah dalam lingkar rantai kehidupan.

Pada sebatang bambu lengkung, pindekan berputar. Cepat seperti langkah tergesa-gesa namun sesekali lambat tersendat. Pindekan, kincir angin tradisional yang terbuat dari bambu itu sebagian bilahnya lapuk.  Menghitam oleh lumut kering. Di atasnya sepotong kain kusam berkibar-kibar.

Putu Dirga, seorang remaja kurus, berkaos oblong karikatur kodok, sontak berlari. Gerakannya gesit melompati parit, memintas hamparan melon madu yang baru tumbuh. Pematang sempit berkelok bisa saja menyebabkan terpeleset. Bonggol perdu bekas dibabat petani, mungkin saja melukai kaki yang hanya bersandal jepit butut. Ia tak peduli, terus berlari bahkan semakin kencang.

Napas masih tersengal-sengal ketika ia berhenti. Membungkukkan badan, kedua tangan memegang lutut. Keringat di kening menetes ke ujung kaki. Memulihkan tenaga, ditariknya napas dalam dan dihembuskan perlahan. Menyapu sekeliling dengan pandangan.

Gemericik air terdengar jelas dari Yeh Unda yang membelah persawahan di sekitarnya. Sungai yang tak pernah kering sepanjang tahun, berhulu di Telaga Waja. Memanjang puluhan kilometer menuju hilir di desa Kusamba dan bermuara ke laut Selat Badung.

Batu-batu besar sisa erupsi Gunung Agung tahun 1963, tersebar acak. Beberapa ditumbuhi lumut menyibak arus air. Di batu lempeng, seorang pemancing mengamati ujung joran. Entah, sudah berapa lama ia menunggu, berharap seekor udang menyambut umpan mata kail.  Kepulan asap kretek dari mulutnya pecah di udara.

Di bantaran sungai, di antara rumpun pisang kepok, sebatang pohon nangka tumbuh ringkih. Sarang tawon liar, bulat lonjong, menggayut di salah satu dahan. Berjarak tidak jauh, pohon kelapa lengkung menjulang. Batang berkulit kasar mempertegas tuanya pohon.

 “Aku ingat, ini pohonnya, pohon kelapa yang sama!” Putu Dirga membatin.

Sambil mendongak, tangan kiri bertumpu pada batang pohon. Sebuah layangan tersangkut di pelepah dengan kenur melilit tangkai bungsil. Ujung kenur menjuntai beberapa meter ke bawah dimainkan angin. Begitu berartikah layangan itu sehingga tadi dikejarnya sekuat tenaga?

Kini, ia terus memandangi layangan itu seakan tak rela kehilangan. Sebelumnya, layangan itu adalah milik orang lain yang putus dan tersangkut di pohon kelapa. Pemilik  membiarkan begitu saja tanpa upaya mencari. Mungkin enggan atau nyalinya ciut melihat tingginya pohon.

Setelah dimiliki oleh Putu Dirga, layangan justru hanya terpajang di dinding kamar persis di sebelah foto hitam putih ayahnya. Tidak berniat menerbangkan meski angin sedang bagus-bagusnya. Beberapa teman sebaya menyambangi ke rumah, mengajak bahkan membujuk tapi sia-sia.

Setiap malam, ia membersihkan layangan dengan kemoceng bulu ayam. Bila mungkin tak sebutir pun debu dibiarkan menempel. Sebatang dupa selalu ia nyalakan lalu menaruhnya di lantai. Sekuntum kamboja merah disematkan pada layangan. Entah, apa maksudnya. Mengusap lembut, menyapa, mengajak bicara layaknya teman. Ketika lelah, dengan pandangan mengarah ke layangan, ia berbaring hingga perlahan matanya mengatup. Pulas.

Hari Minggu, siang menjelang sore. Langit cerah. Aneka bentuk dan warna layangan yang mengudara terlihat dari halaman rumah. Sambil mengunyah gula merah, bibirnya komat-kamit menghitung. Diulanginya sekali lagi dengan bantuan jari tangan dan manggut-manggut saat menutup jari ke sepuluh.

Seusai menandaskan segelas air putih, ia bergegas ke persawahan terdekat. Tidak jelas, apa yang telah mengubah jalan pikirannya. Dengan layangan di punggung, ia melangkah santai di badan jalan. Tak pelak beberapa pemotor membunyikan klakson, menegur agar menepi.

Seolah tak mendengar, ia terus berjalan, kini sambil bernyanyi. ‘Angkihan Baan Nyilih’, sebuah lagu pop Bali-nya Widi Widiana terdengar sumbang. Sesekali kakinya menendang kerikil yang ditemui di jalan. Atau memungutnya, melempari anjing liar yang kebetulan melintas. Bila anjing sudah menggongong apalagi menyalak maka ia pun bertepuk tangan. Ya, bertepuk tangan!

Memilih tempat agak teduh, ia mulai menerbangkan layangan. Mengulur, menarik dan mengulur lagi agar melambung tinggi.  Bergeser dari satu posisi ke posisi lain, menyiasati arah angin. Asyik sekali menarik ulur kenur dalam jepitan ibu jari dan telunjuk. Ke mana pun layangan meliuk, matanya awas mengikuti. Sesekali pandangannya beralih ke layangan lain yang terlebih dahulu mengudara. Ada senyum mengembang di bibir ketika angin mengurai rambutnya yang lurus dan belum sempat dicukur.

Kemudian, beberapa langkah, ia bergerak ke depan mengikuti sebuah tarikan. Buru-buru digulungnya kenur ketika menyadari ada yang tak beres. Layangan singit, kehilangan keseimbangan. Dicoba mengulur tapi terlambat. Layangan putus!  Angin terlalu kencang atau kenurnya getas, ia tak sempat memikirkan kecuali berlari, mengejar.

Dalam kebingungan, pangkal batang kelapa dipukulnya dengan sisa gulungan kenur. Bunyi benturan bekas kaleng susu terdengar. Bagaimana agar layangan kembali? Minta tolong kepada siapa? Menggaruk-garuk kepala, ia terduduk di gundukan tanah memunggungi pohon. Keletihan tak bisa disembunyikan. Berselonjor kaki, kedua betis dipencet mirip gerakan pijat. Tangan kanan beralih mencabut-cabut rumput teki di dekatnya, melemparkan ke sembarang arah. Mata berkaca-kaca, tatapannya gamang. Sementara, suara perkutut manggung sayup terbawa angin.

“Bapa,(1) ke sini, cepat!”

Teriakan Putu Dirga, membuyarkan keseriusan Ketut Kartala memilah rumput. Pria berperawakan jangkung merapikan caping di kepala, melangkah mendekat. Selain sebagai petani penggarap, rutinitas Ketut Kartala adalah mengarit untuk pakan sepasang sapi piaraan yang sesungguhnya milik seorang tetangga yang dipercayakan kepadanya.  Sedangkan Putu Dirga, anak tunggalnya, sekadar membantu. Keranjang di punggungnya tak selalu penuh berisi rumput namun selalu dimaklumi.   

 “Ada apa? Ular lagi?” Tebak ayahnya. Adalah hal biasa ketika mereka mengarit ada saja ular tanah atau ular hijau yang melintas. Namun, tetap saja mengagetkan.

 “Bukan, layangan itu!”  sambil menunjuk ke atas pohon kelapa.

 “Aduh, tinggi sekali, galah pasti tak sampai.” Suaranya agak parau. Sudah seminggu batuk menahunnya kumat. Persediaan rumput yang menipislah memaksanya pergi mengarit.

 “Panjat saja, Bapa!”

Putu Dirga, sudah lama ingin memiliki layangan tiga dimensi. Pernah ia berharap, orang tuanya membelikan sebagai hadiah kelulusannya dari Sekolah Dasar. Ia pun berencana pamer dan membayangkan satu per satu temannya berdecak kagum. Sayang, semuanya tidak terjadi. Keinginan yang tak pernah ia utarakan itu, dilupakannya bersusah payah.

Tapi harapan serupa nadi, terus berdenyut, tak pernah benar-benar mati. Ya, kapan lagi, ini kesempatan emas! Sebuah layangan kedis celepuk(2) nyata di hadapannya. Meskipun berada di ketinggian, ia melihat jelas. Gradasi warna biru berteknik airbrush padu pada bentangan sayap dan ekor. Arsiran kuning pada bulu-bulunya memberi aksentuasi manis. Dua bulatan mata cerah serta sepasang kaki mencengkeram menambah kesan dinamis.

 “Lupakan saja. Layanganmu ‘kan ada dua di rumah”, sembari menyentuh pundak anaknya.

 “Tapi tak sebagus itu”, ia membandingkan dengan bete-bete, layangan sederhana berbentuk segi empat miliknya.

Ketut Kartala bergeming. Dalam hati mengakui, layangan kedis celepuk itu memang bagus. Harganya niscaya mahal. Sejujurnya, bila diminta untuk membeli, ia tak sanggup.  

 “Ayo, dipanjat saja. Bapa pasti bisa!”

Ketut Kartala masih bergeming. Ada keraguan di wajahnya. Sejatinya, memanjat pohon hal mudah baginya apalagi pohon kelapa, ia piawai! Dengan tali tambang serupa angka delapan di pergelangan kaki, panjatannya cepat. Tanpa bantuan tali pun ia sanggup. Kedua telapak kaki seolah lengket, menempel kuat pada batang pohon. Warga sekitar lumrah minta tolong kepadanya dan selalu ia tak punya alasan untuk menolak.

Ketrampilan memanjat adalah hal langka saat ini. Atas jasanya ia memperoleh imbalan. Tentu saja tak sepadan dengan resiko keselamatannya. Ia tak khawatir, tak pernah berpikir sejauh itu. Memetik kelapa, kadang dibarengi dengan mencari janur. Terutama menjelang hari raya keagamaan atau upacara adat pernikahan. Janur dibutuhkan untuk cangkang ketupat, canang sesaji, penjor (3) atau hiasan lainnya.

Buk! Seekor perkutut jatuh di depan Putu Dirga tak lama berselang setelah terdengar bunyi letusan senapan angin di kejauhan. Terkejut, spontan bangkit mengucek-ucek mata. Kelelahan rupanya telah menidurkannya di bawah pohon kelapa, beberapa saat lalu. Perkutut nahas masih menggelepar, berlumur darah saat dipungut. Beberapa helai bulu sayap terlepas.

Dalam genggaman, ia merasakan detik demi detik gerakan burung itu melemah hingga lunglai tak berdaya. Dengan menyibak bulunya, ia menemukan satu peluru timah terbenam di dada kiri.

Darah tercium anyir. Kedua tangan Putu Dirga tengadah dengan jemari merenggang. Melihat darah memenuhi sela-sela kuku, ia gelisah. Tangan mulai gemetar. Keringat dingin membulir di kening. Pintu ingatannya ada yang menggedor-gedor, mendobrak hingga menganga. Penyesalan menyeruak masuk, tumpang tindih. Semakin rapat ia menutup, semakin perih umpatan menghunjam gendang telinga. Kesalahan seakan ditumpahkan begitu saja di atas kepalanya. Alih-alih membela diri, ia memilih diam.

Tak secuil pun keberanian tersisa untuk menatap wajah ibunya saat itu. Keteduhan yang biasa ia temukan lenyap seketika. Bibir ibunya bergetar, menunjuk-nunjuk hidungnya!  Kemarahan, kekecewaan dan kesedihan bergesek kencang hingga ibunya limbung berkali-kali.

Putu Dirga tersudut, batinnya terguncang. Ia sesenggukan. Menangis, menangis dan menangis.  Di pangkuannyalah, dua bulan lalu, Ketut Kartala menghembuskan napas terakhir. Pelepah kelapa kering dan sebuah layangan kedis celepuk ikut tergeletak di samping tubuh ayahnya. [T]                                                                                

Keterangan :

  1. Bapa : sebutan ayah dalam bahasa Bali
  2. Kedis celepuk : burung hantu.
  3. Penjor : sebatang bambu lengkung berhias janur, buah dan umbi-umbian.

_____

  • BACA cerpen lain atau karya-karya lain dari Arnata Pakangraras
  • Palus Bukit Jambul | Cerpen Gde Aryantha Soethama
    Pohon Pedang Kayu | Cerpen Made Adnyana Ole
    Keris | Cerpen Mas Ruscitadewi
    Tags: Cerpen
    Previous Post

    “Mencintai Munir” Adalah Peduli Terhadap HAM

    Next Post

    Puisi-puisi GM Sukawidana | Pulang ke Ubud, Sajak Tanah Ibu

    Arnata Pakangraras

    Arnata Pakangraras

    Lahir di Gianyar 24 Februari 1967. Saat SMA puisi-puisinya tersebar di halaman apresiasi sekaligus ikut “kompetisi puisi” yang disuh Umbu Landu Paranggi di Bali Post Minggu. Kini tinggal di Jakarta

    Next Post
    Puisi-puisi GM Sukawidana | Pulang ke Ubud, Sajak Tanah Ibu

    Puisi-puisi GM Sukawidana | Pulang ke Ubud, Sajak Tanah Ibu

    Please login to join discussion

    ADVERTISEMENT

    POPULER

    • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

      Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

      0 shares
      Share 0 Tweet 0

    KRITIK & OPINI

    • All
    • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik

    ‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

    by Hartanto
    May 14, 2025
    0
    ‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

    BERANJAK dari karya dwi matra Diwarupa yang bertajuk “Metastomata 1& 2” ini, ia mengusung suatu bentuk abstrak. Menurutnya, secara empiris...

    Read more

    Menakar Kemelekan Informasi Suku Baduy

    by Asep Kurnia
    May 14, 2025
    0
    Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

    “Di era teknologi digital, siapa pun manusia yang lebih awal memiliki informasi maka dia akan jadi Raja dan siapa yang ...

    Read more

    Pendidikan di Era Kolonial, Sebuah Catatan Perenungan

    by Pandu Adithama Wisnuputra
    May 13, 2025
    0
    Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

    PENDIDIKAN adalah hak semua orang tanpa kecuali, termasuk di negeri kita. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak,  dijamin oleh konstitusi...

    Read more
    Selengkapnya

    BERITA

    • All
    • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
    Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

    Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

    May 13, 2025
    “Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

    “Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

    May 8, 2025
    Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

    Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

    May 7, 2025
    Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

    Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

    April 27, 2025
    Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

    Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

    April 23, 2025
    Selengkapnya

    FEATURE

    • All
    • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
    45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
    Kuliner

    45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

    SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

    by Komang Puja Savitri
    May 14, 2025
    Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila 
    Khas

    Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

    PROJEK Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5) di SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska)  telah memasuki fase akhir, bersamaan dengan berakhirnya...

    by I Nyoman Tingkat
    May 12, 2025
    Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
    Pameran

    Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

    JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

    by Nyoman Budarsana
    May 11, 2025
    Selengkapnya

    FIKSI

    • All
    • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
    Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

    Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

    May 11, 2025
    Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

    Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

    May 11, 2025
    Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

    Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

    May 11, 2025
    Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

    Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

    May 10, 2025
    Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

    Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

    May 10, 2025
    Selengkapnya

    LIPUTAN KHUSUS

    • All
    • Liputan Khusus
    Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
    Liputan Khusus

    Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

    SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

    by Jaswanto
    February 28, 2025
    Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
    Liputan Khusus

    Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

    SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

    by Made Adnyana Ole
    February 13, 2025
    Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
    Liputan Khusus

    Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

    BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

    by Jaswanto
    February 10, 2025
    Selengkapnya

    ENGLISH COLUMN

    • All
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
    Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

    Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

    March 8, 2025
    Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

    Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

    November 30, 2024
    The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

    The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

    September 10, 2024
    The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

    The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

    July 21, 2024
    Bali, the Island of the Gods

    Bali, the Island of the Gods

    May 19, 2024

    TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

    • Penulis
    • Tentang & Redaksi
    • Kirim Naskah
    • Pedoman Media Siber
    • Kebijakan Privasi
    • Desclaimer

    Copyright © 2016-2024, tatkala.co

    Welcome Back!

    Login to your account below

    Forgotten Password?

    Retrieve your password

    Please enter your username or email address to reset your password.

    Log In
    No Result
    View All Result
    • Beranda
    • Feature
      • Khas
      • Tualang
      • Persona
      • Historia
      • Milenial
      • Kuliner
      • Pop
      • Gaya
      • Pameran
      • Panggung
    • Berita
      • Ekonomi
      • Pariwisata
      • Pemerintahan
      • Budaya
      • Hiburan
      • Politik
      • Hukum
      • Kesehatan
      • Olahraga
      • Pendidikan
      • Pertanian
      • Lingkungan
      • Liputan Khusus
    • Kritik & Opini
      • Esai
      • Opini
      • Ulas Buku
      • Ulas Film
      • Ulas Rupa
      • Ulas Pentas
      • Kritik Sastra
      • Kritik Seni
      • Bahasa
      • Ulas Musik
    • Fiksi
      • Cerpen
      • Puisi
      • Dongeng
    • English Column
      • Essay
      • Fiction
      • Poetry
      • Features
    • Penulis

    Copyright © 2016-2024, tatkala.co