Kamis, 9 Juni 2022, beberapa hari menjelang Pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV tahun 2022. Parman (63) mengumpulkan sejumlah kayu rusuk, reng dan triplek. Bahan-bahan itu ia temukan di sekitaran rumahnya. Ada juga yang ia beli di toko bangunan.
Selama 3 hari, sebelum hari Minggu 12 Juni 2022, ia harus merampungkan tiga meja makan yang bentuknya memanjang, satu meja pajangan dan beberapa printilan untuk kebutuhan stan kulinernya di sisi selatan Taman Budaya Provinsi Bali, tempat PKB digelar.
“Tiga hari saya libur untuk mempersiapkan kebutuhan meja,” kata Parman kepada tatkala.co saat mengunjungi stannya di sela-sela pelaksanaan PKB, Rabu, 29 Juni 2022.
Tentu saja ia harus mempersiapkan stand baru agar tampak lebih segar. Apalagi, mejanya yang sudah lama diakui sudah rusak semua. “Jadi saya buat saja sendiri, tidak apa-apa, sekalian merayakan PKB yang diadakan secara langsung,” ujarnya.
Parman menceritakan cerita lucu saat pembukaan PKB. Sebelumnya ia mengetahui jika Pak Presiden Jokowi-lah yang akan hadir untuk membuka acara. Biasanya, kalau ada Presiden, sejumlah kuliner tidak diizinkan berjualan. Namun kabar ketidakdatangan Pak Presiden telat sampai ke telinganya.
Ketika tiba-tiba ia tahu Pak Presiden tak jadi membuka PKB, ia pun bergegas menyiapkan dagangan agar bisa berjualan ketika pembukaan. Karena, saying sekali, ramainya pengunjung saat pembukaan tidak dimanfaatkan dengan baik. Itu adalah berkah rezeki untuknya.
“Saya nggak tahu e, kalau yang membuka bukan Presiden. Aduh, saat itu, cepat-cepat saya dan istri menata ke sini (ke stan Taman Budaya). Ruaaaameee yang datang, sampai macet orang berjalan,” jelasnya sambil tertawa.
Foto: Mie Ayam Bakso Pak Parman di areal Taman Budaya Provinsi Bali
Bagi kawan-kawan seniman yang biasa latihan di Taman Budaya, Bali atau dosen, mahasiswa Institute Seni Indonesia Denpasar, Parman adalah seorang pedagang mie ayam bakso khas Solo yang murah senyum dan senang bercerita.
Setiap hari ia akan berkeliling di sekitar area Taman Budaya, tepatnya di bawah pohon Jepun depan Wantilan, atau di dekat Sungai sekitar area Museum. Banyak pegawai Taman Budaya yang menjadi langganannya, Parman mengakui, karena kedekatan itulah ia selalu mendapat izin untuk berjualan di PKB, termasuk tahun 2022 ini.
Siang itu sekitar pukul 11.00 wita, hari Selasa 28 Juni 2022, Parman tampak sibuk menata teh kemasan botol di atas meja, dilanjutkan dengan menata botol air mineral, menata mie yang sudah ditakar, bakso dan sayur hijau. Sedari tadi kompornya mengepulkan asap, tercium aroma kaldu ayam menyeruak ke hidung pengunjung yang melewati area kuliner. Tidak sedikit orang yang menengok ke arah stan, Parman pun melempar senyum sambil menyapa lantang
“Silahkan mie ayam baksonya,” sapanya
Kalau ada pelanggan yang mengenal Parman, biasanya mereka akan menyapa dengan bahasa Bali pergaulan.
“Engken kabar ci Man, nyak lais?” sapa seorang yang lewat. Artinya, “Bagaimana kabarmu Man, sudah laku dagangannya?”
“Kene-kene gen! Mie malu,” balas Parman. Begini-begini saja. Ayo, makan mie dulu sini.
Parman fasih berbahasa Bali, hanya saja logatnya masih terdengar beraksen bahasa Jawa. Terang saja demikian, sebab Parman sudah berjualan mie dari tahun 1976 di area Taman Budaya. Sekian puluh tahun berjualan mie sambil melihat lika-liku sejarah perjalanan pembangunan Taman Budaya, menjadi penting untuk dicatat dari sudut pandang seorang Parman. Ia menjelaskan saat itu (1976) Taman Budaya hanya ada gedung Kriya, Museum dan gedung ISI Denpasar yang berukuran kecil. Di gedung Ksirarnawa sekarang, dulunya adalah kebun kelapa, dan lapangan.
“Dulu sungainya kecil, tapi airnya jernih. Saya dan beberapa kawan jika usai berjualan pasti mandi di sungai sebelum pulang,” kenangnya sambil mengerjakan mie orderan pelanggan.
Selain itu, Parman pun menjadi satu dari sekian banyak orang yang menyaksikan perjalanan Pesta Kesenian Bali dari tahun 1979 hingga sekarang. Dari pedagang-pedagang yang membludak di area panggung dan meluber di sepanjang jalan area Taman Budaya, hingga terpusat seperti sekarang. Waktu itu sedikit pedagang Bali yang berjualan, didominasi oleh pedagang Jawa, dari pedagang asong, bakso, makanan, mainan dan lain sebagainya.
“Saya lupa tahunnya, sempat juga di PKB, diberlakukan aturan yang boleh berjualan hanya kuliner khas daerah Bali. Waktu aturan itu, saya jualan di luar, dekat Kalangan Ayodya, tapi di pintu luar” ujarnya
Menurut seorang pelanggan, Magrayena, yang saat itu sedang menikmati mie ayam bakso- Pak Parman mengatakan, belum lengkap rasanya jika tidak makan mie ayam Parman kalau ke Taman Budaya. Dulu semasa SMAnya Magrayena selalu latihan teater di Wantilan, setelah latihan ia akan membeli mie ayam Pak Parman.
“Lima belas ribu, ada mie yang berlimpah, bakso, telur, dan sayur hijau. Semuanya kayak gunung di mangkok saya, ya gimana nggak puas. Dan rasanya dari dulu sama, Kalau ke PKB saya beli ini dulu, baru jalan-jalan,” ujarnya.
Barangkali mie ayam bakso Pak Parman, semacam racikan “sejarah” Taman Budaya yang tertuang dalam hidangan kuliner. Jika ke PKB sempatkan mengunjungi stannya dekat gedung Ksirarnawa, di antara pedagang sate kakul, serombotan, ayam betutu dan tipat cantok.[T]