10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Manik dan Kabut yang Dicarinya | Diskusi Buku “Kota Kabut Walli Jing Kang”

Jong Santiasa PutrabyJong Santiasa Putra
May 14, 2022
inKhas
Manik dan Kabut yang Dicarinya | Diskusi Buku “Kota Kabut Walli Jing Kang”

Jong Santiasa Putra (moderator, Desi Nurani dan Guna Yasa (pembicara) pada diskusi buku Kota Kabut Walli Jing Kang di Warung Kopi Gajah Mada Denpasar

Barang kali ini merupakan tulisan yang sangat personal, tapi tak apa, ini demi sebuah catatan- arsip yang suatu saat nanti, mungkin saja berguna bagi saya sendiri atau untuk Manik Sukadana.

Kenapa Manik Sukadana?

Ia kawan saya, satu kelompok di Teater Kalangan, Manik sering saya rusuhi dengan berbagai kegiatan impulsif yang sering saya kerjakan. Manik jarang marah, karena ia bersikap – kalau bisa, dia bilang bisa, kalau tidak bisa, dia jawab tidak bisa. Mungkin Manik sudah paham dengan kemendadakan setiap ide yang saya ingin ciptakan.

Biasanya ia saya minta untuk mengurus visual mapping, desain poster, serta sejumlah garapan yang menggunakan multimedia. Namun beberapa bulan belakangan, saya jarang mengontaknya mendadak, saya perhitungan waktu, agar ia tidak kelabakan. Manik suka panik kalau pekerjaan, banyak mengerubungi kepalanya. Ketika garapan bersama, ia terbiasa untuk menyambi pekerjaannya sebagai guru, kadang nelpon murid, kadang memarahi muridnya, kadang memeriksa nilai, dan lain sebagainya.

Kami semua tahu, Manik sedang mengerjakan proyek novel ambisiusnya. Tidak jarang saya dapati dia duduk menulis di pojokan, di ruang AC Warung Men Brayut.  Ditemani kopi  hitam  tanpa gula, para barista di sana sudah hafal pesanan Manik. Barista tidak akan menganggunya duduk di sana berlama, bahkan jika warung tutup, Manik senantiasa akan memantikan lampu, merapikan meja, membawa gelas kosong ke area dapur dan mematikan AC – ia orang terakhir di warung. Sampai detik ini, kawan barista tidak ada yang protes, soal ia yang selalu menjadi pelanggan terakhir.

Mungkin saja, ini asal-asalan saya saja ya. Dalam ketenangan dan kesunyian malam di warung Men Brayut, ia mampu menulis banyak hal. Sebab Manik berasal dari sebuah Desa di Kintamani – Manikliyu yang suasananya hampir sama dengan suasana malam di warung.

Di tambah lagi Manik tidak suka keramaian, ia selalu menjadi orang yang berhasil menemukan kesunyian diantara hiruk pikuk. Pernah ada satu kejadian saat Manik datang ke pementasan saya di Joyland Festival – Taman Bhagawan, Jimbaran. Semua orang yang datang bergoyang saat mendengar DJ memutar lagu di stage Ravepasar, Manik diam memperhatikan, ia tengah mengamati visual mapping yang sedang berlangsung. Sementara saat menonton White Shoes & The Couples Company, semua pengunjung bergembira riang, hanya Manik diam menatap panggung, entah apa yang ada dikepalanya.

“Lihat Manik teman-teman, dia diam, kepalanya entah di mana,” kata seorang aktor, kepada teman-teman lain, kemudian ditimpali dengan tawa.

Suasana diskusi buku Kota Kabut Walli Jing Kang di Warung Kopi Gajah Mada Denpasar

Saya mulai berfikir, mungkin saja saat-saat seperti itulah, ia sedang berusaha merangkai fragmen-fragmen peristiwa novel yang kemudian ditautkan dalam realitas hari ini. Saya harus akui kawan saya ini memiliki satu ketulusan, keikhlasan serta daya tahan yang luar biasa untuk menyelesaikan novel perdananya KOTA KABUT WALLI JING KANG, yang tebalnya 200 halaman lebih.

Beberapa waktu lalu, saya menginisiasi satu acara bertajuk Bedah Bedih di Warung Kopi Gajah Mada, Jalan Gajah Mada No 41 – Denpasar. Acara tersebut mendiskusikan buku novel Manik Sukadana, bersama Desi Nurani (guru, penulis ) dan Putu Eka Guna Yasa (dosen, penulis, pemerhati lontar). Sependek pengetahuan saya Desi Nurani merupakan kawan Manik, dari SMA hingga kuliah, dan sekarang menjadi guru di sekolah yang sama. Sementara Bli Guna Yasa melihat Manik dari jauh, namun dekat dengan wacana dari novelnya. Ada dua orang yang cukup berbeda, menautkan Manik dalam satu diskusi.

Acara dimulai pukul 19.05 WITA dan selesai pukul 20.56 Wita, hampir dua jam berlangsung. Saya juga bertugas menjadi moderator yang tidak membiarkan jalannya diskusi lempem, tensi yang menurun, saya beralih menjadi tukang todong super cepat, kepada peserta yang datang, agar tensi diskusi tidak datar.

Religiositas Walli Jīng-Kāng

Dalam keriuhan suasana kendaraan di Jalan Gajah Mada dan sliweran obrolan kawan-kawan yang datang,  menjadi tantangan sendiri untuk menjaga diskusi agar tetap kondusif, ditambah lagi kawan-kawan barista yang sering bersliweran di depan narasumber untuk membawa gelas kotor ke dalam, atau membawa makanan ringan dari dalam ke luar . itu semua menjadi teks sendiri di kepala saya, seperti menonton pertunjukan tradisional di Bali. Yang tariannya ditujukan kepada dewa-dewi, sehingga laku sekitarnya tidak berusaha untuk diintervensi agar menyimak. Dalam konteks ini, narasumber adalah penari, peserta yang serius mendengarkan kita sejajarkan jiwanya dengan dewa. Ketolah kira-kira.

Guna Yasa yang terbiasa membaca lontar, prasasti dan temuan masa lalu memiliki kesadaran untuk menjadikan guru sebuah bacaannya, dan mencari makna yang terkandung di dalamnya. Kesadaran ini pula ia sejajarkan dalam membaca Kota Kabut Walli Jing Kang. Ia mencari makna dalam peristiwa, percakapan, serta teks yang berusaha dihadirkan Manik. Dalam pemaparannya ia menemukan 3 poin kandungan utama yaitu Makna Filosofis, Humanis dan Magis Ekologis.

“Dalam novel ini banyak saya temukan, petuah-petuah, nasehat, yang sama ketika saya membaca lontar, saya suka di sisi ini” kata Guna Yasa.

Para peserta diskusi Kota Kabut Walli Jing Kang di Warung Kopi Gajah Mada Denpasar

Dalam pemaparannya lebih lanjut, pengarang berusaha untuk mengacu pada sejarah di Kintamani, terhadap satu cerita Jaya Pangus dan Kang Cing Wi, konfrontasi ini dihadirkan dalam satu penyusunan nama daerah, kisah yang hampir menyerupai, serta deskripsi wilayah yang sangat dekat dengan Kawasan Kintamani.

Pendekatan semacam ini merupakan hal yang menarik untuk dibahas, karena memiliki realitas yang tentu saja berbeda dari apa yang kita ketahui di masyarakat. Tautan kepenulisan hari ini dengan masa lalu merupakan ilmu pengetahuan karena pengarang melakukan sejumlah riset wacana, riset lapangan, dan sebagainya. Buku ini bisa menjadi rujukan dalam merekontruksi arsip menjadi karya sastra modern.

“Satu hal yang saya suka adalah kalimat – ….Perlu kau ingat bahwa sesuatu yang kita dapatkan dalam hidup adalah sesuatu yang dicari dan yang tidak dicari. Dan, sesuatu yang didapat itu adalah sesuatu yang terbaik, sangat dalam dan mengandung makna filosofi kehidupan, padahal usia Manik baru 20an” ujar Guna sambil tersenyum.

Selain itu Guna juga menjelaskan bagaimana Manik menghadirkan macan duwe untuk menyelamatkan kerajaan. Kehadiran Macan ini merupakan sebuah simbol untuk isu lingkungan yang tengah terjadi hari ini. Isu menjaga hutan, hewan yang dilindungi, dan hal hal lain yang menyangkut keseimbangan alam.

Di Bali kental dengan premis semacam ini, jika ada Ikan Julid yang kepalanya tumbuh rambut, pasti segera dikatakan itu adalah Ikan Julid Duwe, atau pohon besar yang diberi kain, itu pohon duwe. Begitulah strategi orang Bali sejak dulu untuk menjaga lingkungan agar tetap utuh, dibuatkan mitos yang mampu menguasai alam pikir manusia, sehingga mereka dapat menghormati bagaimana alam semesta bekerja.

Guna juga menyinggung bagaimana Manik mampu berperan menjadi siapa saja dalam tokoh-tokoh novelnya. Menjadi seorang raja, istri raja, niang, patih dan lain sebagainya. Namun sayang semua tokoh diberikan porsi untuk mengucapkan petuah, jadi samar siapa yang sebenarnya memiliki hati yang bijak. Mungkin porsi ini dapat dipertimbangkan kembali, jika menyusun buku selanjutnya.

Soal menjadi siapa saja itu, ditanggapi oleh Desi Nurani bahwa Manik adalah seseorang yang dari dulu sering melakukan praktek menjadi siapa saja. Sebab Manik susah sekali untuk mengungkapkan apa yang ia pikirkan, Desi merasa buku ini adalah hal yang tidak terduga karena diselesaikan oleh Manik. Dalam buku, Manik dengan bebas mengutarakan pendapatnya melalui tokoh-tokoh ciptaannya, baik hal yang terjadi dalam dirinya, ataupun yang terjadi diluar dirinya.

“Saya tidak heran Manik bisa jadi siapa saja di novelnya, karena dari dulu ia memang seperti itu,” ujar Desi

Dalam ingatan Desi, Manik adalah kawan yang selalu sendiri, menyendiri, bahkan ketika berangkat sekolah ia selalu sendiri tanpa ditemani seorang kawan. Padahal bisa saja ia berangkat ke sekolah dengan kawan-kawan yang tempat tinggalnya tidak berjauhan. Bahkan dalam pertemanan yang cukup lama dengan Manik, Desi merasa Manik mampu menyembunyikan keberadaannya. Baru ketika belajar bersama di Mahima dan bekerja di Denpasar, dengan jelas Desi tahu Manik sebenarnya apa dan siapa, namun tetap mengacu pada pengalaman bersama yang ia lalui dari dulu.

Manik Sukadana (pegang kamera), penulis novel Kota Kabut Walli Jing Kang

Hal ini juga saya rasakan sendiri, pernah Manik satu rumah bersama saya di Denpasar. Karena waktu itu Teater Kalangan belum memiliki rumah kontrakan. Keberadaan Manik sulit dideteksi, apakah dia ada di rumah, atau sedang keluar. Walaupun motornya ada, belum tentu Manik “di rumah”, kalau keluar ia tidak langsung menyatakan tujuannya, paling dia akan jawab “kel ade alih dik” katanya pelan. Ia seperti tubuh ninja, yang mampu menghilangkan aura kehadirannya untuk mencapai target.

Kota Kabut Walli Jing Kang masih akan beredar seperti kabut yang menyusur kota-kota, buku dapat dibeli, silahkan berkunjung ke IGnya @maniksukadana . Malam tambah sepi di Jalan Gajah Mada, beberapa kawan duduk di trotoar, menenggak bir, lalu bercerita apapun. Manik tampak senang menyalami beberapa kawan yang hendak membeli bukunya.

“Kak Jong, Manik ternyata udah menyiapkan buku selanjutknya, ada 8 seri di kepalanya, nanti akan ngalahin Musashi kayaknya” ujar seorang kawan kepada saya. Selebihnya kami tertawa, kabut masih hinggap di kepala.

Satu puisi pendek untuk Manik:

Kabut-Kabut itu Sedang di Kamarmu

Rupanya selain suka menulis puisi
kawanku suka mengundang kabut ke kamarnya
kabut-kabut itu akan duduk di atas kasur,
membuat kopi, lalu bercerita panjang lebar
tentang perjalanannya menuju kota Denpasar.

Pohon pinus tidak tumbuh di sini
mereka terpaksa menyelinap di antara desak kendaraan
riuh-riuh pikiran atas waktu yang habis
dan jalan aspal yang tak pernah usai.

Kau rindu rumah, Nik?
mari pulang, kita sembunyi di belakang kulit kayu
kita saksikan bagaimana sang raja Dadap berperang
apakah darah seorang raja akan tumbuh jadi manusia?
atau pangeran? Atau tumbuh jadi puisi di kepala setiap orang?

Tags: Manik Sukadananovelsastra
Previous Post

Beda Agama, Menikah, dan Setelah Itu | Dari Pemutaran dan Diskusi Film Pendek “Ratna” di Mash Denpasar

Next Post

Menjadi Sarjana | Cerpen Teddy Chrisprimanata Putra

Jong Santiasa Putra

Jong Santiasa Putra

Pedagang yang suka menikmati konser musik, pementasan teater, dan puisi. Tinggal di Denpasar

Next Post
Menjadi Sarjana | Cerpen Teddy Chrisprimanata Putra

Menjadi Sarjana | Cerpen Teddy Chrisprimanata Putra

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

“Pseudotourism”: Pepesan Kosong dalam Pariwisata

by Chusmeru
May 10, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

KEBIJAKAN libur panjang (long weekend) yang diterapkan pemerintah selalu diprediksi dapat menggairahkan industri pariwisata Tanah Air. Hari-hari besar keagamaan dan...

Read more

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co