30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Cerpen “Sumur” Eka Kurniawan: Soal Alam dan Hari Ini

Putu Dinda AyudiabyPutu Dinda Ayudia
April 7, 2022
inUlasan
Cerpen “Sumur” Eka Kurniawan: Soal Alam dan Hari Ini

Sumber foto: Page Facebook Gramedia Pustaka Utama

“Lalu satu malam, dua pria dewasa berduel. Duel itu berakhir dengan yang satunya terkapar dengan perut tersabit parang dan ususnya terburai”

Begitulah salah satu line yang diceritakan dalam cerpen Sumur oleh Eka Kurniawan. Dan, itulah yang sungguh disayangkan, dua tokoh utama, sepasang anak muda yang saling menyukai satu sama lain, Toyib dan Siti, langsung dihadapkan pada masalah ayah mereka yang saling berduel.

Kisah ‘Sumur’ pada dasarnya bertutur di semesta Toyib dan Siti. Seorang laki-laki dan perempuan desa yang sudah berkawan sejak kecil. Tipikal kisah persahabatan laki-laki dan perempuan, ujung-ujungnya saling menyimpan rasa. Dan begitulah Toyib dan Siti, yang sejak kecil sudah saling menaruh hati.

Walaupun kisah sahabat jadi cinta antara Toyib dan Siti sudah sangat klasik, tapi jika membaca ‘Sumur’ tak sekalipun ada potret so sweet ala sinetron tentang cerita cinta muda-mudi desa yang tulus, polos, manis, dan penuh bunga-bunga atau lebih tepatnya bukan itu yang menjadi fokus. Alih-alih memusatkan pada kemesraan dan romantisasi cerita cintanya, cerpen ini memotret isu sosial yang mengitari Toyib dan Siti.

Tetapi mungkin sebaiknya pertama-tama kita melihat cerita “Sumur” sebagai palagan sandiwara kehidupan Toyib dan Siti. Jika berbicara kisah mereka, yang ada di antara Toyib dan Siti adalah kisah cinta yang realistis.

Cerpen “Sumur” Eka Kurniawan | Air Dengan Segala Persoalan yang Ditimbulkan

Eka Kurniawan menuliskannya dengan sangat jujur tanpa meromantisasi berlebihan perasaan Toyib dan Siti. Mulai dari ayah mereka yang berduel dan berakhir dengan terbunuhnya ayah Siti, dari situlah titik balik hubungan persahabatan mereka berdua kendatipun cinta mereka tidak pernah benar-benar hilang hingga saat Toyib dan Siti yang harus menikah dengan orang lain.

Percakapan keduanya yang sangat sederhana walaupun terkesan basa-basi terasa begitu nyelekit, entah kenapa, mungkin karena memang benar bahwa cinta adalah pergumulan bukanlah happily ever after seperti di kisah disney princess atau drama series.

Dan mungkin memang benar juga bahwa tanpa adanya tantangan, cinta belum terlihat kuasanya. Kondisi desa, keluarga, hingga kenyataan bahwa mereka harus kehilangan ayah mereka menjadi alasan yang kuat bagi mereka untuk semakin frustrasi atas perasaan yang masih mereka simpan satu sama lain. Peristiwa yang seharusnya menimbulkan kebencian sesungguhnya ternyata adalah bagian dari cinta mereka. Mungkin cinta mereka ibarat sebuah hadiah, dan rasa sakit menjadi resiko utama ketika menerimanya. 

Membaca “Sembahyang Bhuvana” Karya Saras Dewi Dari Perspektif Wittgenstein

Namun ketika menyelami cerita cinta Toyib dan Siti, ada satu hal yang menjadi penyebab segala konflik dalam cerpen ini. Paceklik yang melanda desa. Jika kita melihat kembali ke halaman awal saat ayah Toyib dan Siti berduel, pada pertengahan buku kita akan tahu bahwa ternyata penyebab mereka berduel adalah sengketa pembagian air desa, dikarenakan sulitnya air di masa kemarau panjang.

Termasuk keputusan Siti dan para pemuda desa untuk mencari pekerjaan di kota, adalah karena mereka tak lagi bisa mengharapkan penghidupan dari bertani di desa. Ya, tidak ada air, mau bertani dengan apa? Kesulitan air bermuara pada masyarakat desa yang tidak lagi bisa subsisten dari pertanian. Dan kondisi ini jelas memaksa mereka untuk masuk ke dalam pasar melalui perantauan di kota. 

Selama membaca cerpen Sumur, saya sendiri ikut mengingat dan memaknai kondisi alam di masa sekarang. Melihat perubahan iklim telah terjadi, kita sudah cukup sulit dalam membaca pergerakan kondisi alam. Kondisi-kondisi seperti ini yang memantik refleksi bahwa permasalahan sosial, datangnya dari permasalahan alam juga, begitu pula permasalahan alam yang tercipta akibat ketimpangan pada sistem dan praktik eksploitasinya. Tergambar jelas, bahwasanya alam dan manusia bukanlah dualisme, melainkan menjadi kesatuan yang saling mempengaruhi.

Begitu pula jika kita merefleksikan apa yang terjadi pada ‘Sumur’ dan COVID-19, kemungkinan besar juga diakibatkan karena “ekstraksi” pada alam yang tidak berimbang. Kita sadari atau tidak, model peradaban saat ini telah banyak mengubah tatanan alam dan kualitas hidup. Toyib dan Siti contohnya.

Kendatipun cerita ‘Sumur’ nampaknya hanyalah sebuah kisah fiksi yang sangat personal tentang hidup Toyib dan Siti yang entah siapa mereka dan tinggal di desa apa. Tapi hanya dengan membacanya, saya (dan bisa juga anda) akan merasakan menjadi Toyib dan Siti bagaimana paceklik itu membunuh hidup mereka perlahan.

Kita akan sama-sama membayangkan, ada berapa Toyib dan Siti yang mungkin merasakan hal ini. Terutama jika kita berbicara perkara masalah penghidupan. Masalah personal Siti yang dikisahkan menjadi penjaga warung di kota membuat saya mengingat para pekerja rentan di kota, yang banyak juga datang dari pedesaan.

Bukankah mereka juga orang-orang yang sudah tidak bisa mengharapkan penghidupan layak di desa? Karena mungkin hanya dengan hidup di desa perut tidak bisa kenyang dan dapur tidak bisa mengepul.

Kajian Struktur dan Nilai Bahasa dalam Buku Kumpulan Cerpen “Joged lan Bojog Lua Ane Setata Ngantiang Ulungan Bulan Rikala Bintange Makacakan di Langite”

Lalu pada akhirnya kepada siapa kita harus meminta pertanggung-jawaban? Pada sistem yang eksploitatif dan absennya negara? Tentu seharusnya kita melihat problem ini sebagai hasil dari ketimpangan pada struktur. Namun ini pula yang menjadi pergumulan kita, tentang pertanyaan “bagaimana”

Mungkin sulit bagi orang-orang yang memiliki privilese untuk mengenyam pendidikan, bisa relate dengan kehidupan mereka yang untuk perkara makan masih harus berpikir keras. Orang-orang berpendidikan terus menggaungkan tentang persaingan di dunia global, perkembangan teknologi yang pada akhirnya bermuara pada industrialisasi dan lagi-lagi, eksploitatif pada lingkungan. Pertanyaannya juga, untuk siapa semua itu?

Dan bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki “privilese”? Mungkin jargon revolusi industri tidak akan berguna bagi mereka, toh, buat makan hari ini aja masih belum pasti. Dan lebih dari itu, cara kerja sistem saat ini juga telah banyak merusak penghidupan yang telah mereka lakoni dari generasi ke generasi, seperti yang terjadi pada beberapa komunitas adat, contohnya.

Dunia yang semakin timpang itu nyata, begitu pula perubahan alam saat ini. Tidak bisa lagi kita mengelak bahwa perubahan alam telah banyak memengaruhi kehidupan manusia. Sesungguhnya laku kapitalisme yang mengeksploitasi alam sudah terlalu kompleks untuk kita lemparkan pertanggungjawaban atas problematika kita, belum lagi jika kita tidak sadar akan hal itu.

Memahami Tuhan, Manusia, dan Keterikatan Dalam Tutur Damuhmukti

Meminjam istilah Syarif Maulana dalam tulisannya tentang demotivasi, mentok-mentok kita akan terus dicekoki dengan “motivasi artifisial” yang terlampau individualis seperti “jadilah pekerja keras” tanpa tahu bahwa sistem itu sendiri yang membuat kita tidak bisa sama-sama memiliki penghidupan layak dan terjerat dalam problem-problem klasik ketimpangan kelas. Dan lagi-lagi, telah tampak jelas masyarakat kelas mana yang paling terdampak.

Kita mungkin telah sampai pada tahap mengkhawatirkan kualitas hidup dengan kenyataan dunia masa sekarang, namun yang pasti menciptakan ruang “bebas” masih sangat bisa dilakukan. Menciptakan ruang bagi kita untuk berdiskusi, berserikat, dan berjuang untuk kehidupan masih harus terus berlanjut. Salah satunya adalah dengan melihat dan bertanya, karena dengan itu kita bisa tanamkan keraguan kita pada kehidupan “normal” saat ini. Barangkali juga dengan membaca ‘Sumur’ perasaan dilematis itu akan terbangun kembali dalam diri masing-masing kita.

Pada akhirnya, Sumur hanya menunjukkan kenyataan sosial dengan sangat jujur. [T]

Tags: BukuCerpenEka Kurniawanresensi buku
Previous Post

Iri Dulu, Berusaha Kemudian | Catatan Mahasiswa yang Biasa-Biasa Saja

Next Post

Gejolak Kenangan Pentas Teater “Rai Srimben” | Catatan Sutradara SMPN 1 Gerokgak

Putu Dinda Ayudia

Putu Dinda Ayudia

Mahasiswa ilmu komunikasi tahun ketiga. Menyukai fenomena dengan isu perempuan, adat, serta pendidikan. Saat ini punya dua hobi: main sama kucing dan nonton anime.

Next Post
Gejolak Kenangan Pentas Teater “Rai Srimben” | Catatan Sutradara SMPN 1 Gerokgak

Gejolak Kenangan Pentas Teater “Rai Srimben” | Catatan Sutradara SMPN 1 Gerokgak

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

by Emi Suy
May 29, 2025
0
Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

DI masa pandemi, ketika manusia menghadapi kenyataan isolasi yang menggigit dan sakit yang tak hanya fisik tapi juga psikis, banyak...

Read more

Uji Coba Vaksin, Kontroversi Agenda Depopulasi versus Kultur Egoistik Masyarakat

by Putu Arya Nugraha
May 29, 2025
0
Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Profesi Dokter

KETIKA di daerah kita seseorang telah digigit anjing, apalagi anjing tersebut anjing liar, hal yang paling ditakutkan olehnya dan keluarganya...

Read more

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co