31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Biar Kumiliki Segala Kenangan Itu, Bapak | Membincangkan Buku Puisi “Prihentemen”

Ari DwijayanthibyAri Dwijayanthi
March 23, 2022
inUlasan
Biar Kumiliki Segala Kenangan Itu, Bapak | Membincangkan Buku Puisi “Prihentemen”

Akhirnya, manusia datang pada simpulannya yang tak pernah lepas bernama ingatan. Ya, semasih ingatan ada, semasih ada yang diingat, susah melepaskannya. Manusia, ingatan, rasa, kenangan, semuanya kait mengait tanpa kemudian bisa diputus. Setidaknya, saat manusia merasakan desir yang sama, di sana manusia terdiam sejenak, untuk benar-benar menyadari rasa ngilu menjalar panas dingin di sekujur tubuh. Apakah mengenang itu selamanya menyakitkan?

Perpisahan apa pun bentuknya memang selalu melahirkan duka lara. Perpisahan yang paling dirasakan memisahkan adalah kematian (mati raga dan jiwa). Mereka yang mati, seolah-olah pergi begitu saja tanpa basa-basi guna sedikit saja memastikan yang ditinggalkan baik-baik saja. Mati yang mati, begitulah disebutkan pada Kekawin Sumanasantaka: kematian adalah caraku untuk tahu seberapa dalam kau mencintaiku.

Dunia sastra kawi itu memang memandang kematian adalah sebuah keromantisan, tak heran memang karya-karya yang lahir memang memiliki tujuan: manunggal. Satu. Sederhananya: mati.

Membaca “Sembahyang Bhuvana” Karya Saras Dewi Dari Perspektif Wittgenstein

Membaca Sumanasantaka, seketika bayangan kematian yang penuh derita itu sirna. Kematian digambarkan seperti hujan bunga-bunga dari langit, mereka yang mati maupun yang masih hidup sama-sama merasakan turunnya hujan itu dalam suka cita yang berbeda. Kematian juga digambarkan matinya manusia dengan begitu saja (tiba-tiba), ya bisa dikatakan bahwa hidup tidak lebih dari satu hembusan napas.

Lalu, pujian-pujian terhadap penguasa waktu (Kala) menjadi melodi dari puisi cinta para penyair pemuja kematian itu. Begini kurang lebih: Kala, kelak bila saatnya tiba, aku ingin mati dengan indah, aku mati begitu saja, saat bunga-bunga sumanasa (cempaka) itu berguguran lalu jatuh tepat di dadaku. Kala, aku akan menemuimu dalam kesempurnaan pujaku saat mataku terkatup, dadaku berhenti naik turun, dan senyumku manis mengembang. (salah satu bagian dari Kekawin Sumasantaka, bagian tokoh utama Putri Indumati menginginkan kematiannya).

Entah mengapa kemudian, ketika membaca karya sastra kawi saya selalu diajak jalan-jalan mengenal lebih dekat kematian. Teks-teks lontar itu mengajarkan pada saya, bahwa kematian itu nyata adanya. Lalu, bagaimana cara mengantar kematian orang terkasih kita dengan indah: puisilah mantranya.

Prihentemen, karya Kadek Sonia Piscayanti kembali mengajak saya menjenguk ingatan saya tentang apa itu kematian, apa itu kehilangan, dan bagaimana rasanya kehilangan seorang bapak. Lelaki yang tak lain adalah cinta pertama setiap anak perempuan. Menyebut kata: Bapak, seperti yang saya sudah katakan ada desir ngilu yang membuat sekujur tubuh panas dingin, adalah ribuan ingatan melesat serupa kilatan cahaya, berlompatan ke sana-sini.

Kepergian bapak bagi anak perempuannya adalah hari patah hati paling berat. Lelaki yang selalu hangat, penuh cinta, kasih yang melimpah ruah tetiba hanya terdiam tanpa mengucapkan apa pun. Tak ada lagi, genggaman hangat tangannya saat kita merasa dunia ini tak adil. Tak ada lagi, senyum penuh optimisme yang membangkitkan rasa percaya diri untuk tetap melangkah.

Atau tak ada lagi hal-hal konyol yang sering kita lewati bersama: menertawakan hal-hal sepele atau menjadikan hal-hal yang dianggap sepele bernilai luar biasa. Mengenang itu membuat kita gila, kadang tertawa sendiri, kadang berlinang air mata tanpa henti.

Benang Merah Wayang dan Realita | Antara Pesan dan Lelucon yang Dikehendaki

Prihentemen memuat sembilan belas puisi yang semuanya menguras rasa dalam membacanya. Rasa kehilangan itu nyata bila kita merasa memilikinya. Puisi-puisi ini seperti biografi Bapak dalam ingatan anak perempuannya. Seakan-akan tidak ingin cepat berlalu dan lupa, puisi-puisi ini menjadi luapan segala rasa yang mengamuk dalam dada seorang anak perempuan yang patah hati. Kematian yang indah dan begitu saja, tanpa pesan, hanya sendiri menempuh jalan sunyi.

[PRIHENTEMEN

Prihentemen dharma dumaranang sarat
“sunia memanggil manggil dalam gigil: lepaslah lepaslah dengan adil ]

Petikan puisi di atas bila dibaca berulang-ulang terasa getar serupa mantra, hangat yang mememuhi rongga dada seakan-akan api yang membakar seluruh raga Bapak. Setitik air mata menjadi semacam air suci yang meruwat segala kemalaan Bapak semasa hidup. Mata yang nanar adalah seberkas cahaya yang menerangi jalannya menuju penyatuannya dengan sunya.

Tubuh adalah tungku pemujaan, tubuh dan jiwa anak perempuanmu sedang melakukan upacara karang mengarang untuk mengantar kepergianmu yang indah itu, Bapak.

Seseorang yang belajar hakikat melepas tidak akan berhenti untuk senantiasa mengikhlaskan yang terjadi. Menerima sesuai dengan kadar ikhlas dalam dirinya dan berusaha mengatasi apa pun dengan memaksimalkan dirinya. Berkali-kali jatuh sedih, berkali-kali pula bangkit memerintahkan diri untuk tetap berjalan meski lorong kesunyian selalu terbuka. Hyang Sunyi penguasa kesunyian, seperti mengutuk  manusia menjadi  makhluk yang paling sunyi.

[SUNIA

Aku lahir dari kesunyian yang kau ciptakan
Semadi yang abadi

Pada tiap sel-sel yang kau puja dalam pori-pori
Pada api dan air yang menjadi energi
Pada rongga udara yang menerka cahaya
Aku ada pada semua getar debar sunia
Kau ada pada setiap tapak detak retak
Ruang ruang yang ning
Nun
Ngang
Ang Ung Mang…]

Hakikat manusia berjalan menuju rumah yang paling sunyi. Manusia mencari-cari rumah sunyi itu. Di mana? Katanya, dalam Kekawin Dharma Niskala letaknya dalam hati. Orang-orang sering menyebutnya puspa-hredaya, isinya hati, mekar kuncupnya hati, gelap terangnya hati, riuh sunyinya hati. Semuanya di hati.

Seperti puisi Sunyi, yang lahir dari kesunyian akan kembali dalam kesunyian. Mereka pemuja kesunyian, mendamba mati yang begitu saja, sebab waktu kematian selalu menjadi rahasia. Rindu untuk pulang ke rumah, adalah alasan menjenguk ingatan, seberapa dalam kenangan itu melekat. Bila belum sama sekali mengalami mohon agar tidak berpura-pura merasakan, sebab air mata selalu mengalir bahkan ketika mengenang kekonyolan sekali pun. Seberapa pun membangun benteng kesadaran, tetap saja kematian itu tidak bisa diterima sebagai sesuatu keadaan yang indah.

Tiga Cerpen Gunawan Maryanto | Tiga Pertunjukan Imajiner

Pikiran manusia sering merespon perasaan yang kemudian membiarkannya larut berlama-lama. Sadar bahwa diri sedang tak sadar, melarutkan perasaan itu menjadi semacam aktivitas untuk menyegarkan kembali berbagai peristiwa. Mengulang yang dialami dalam ingatan rasa. Respon-respon bermunculan, hantaman, hentakan, semuanya diulang berkali-kali oleh ingatan rasa. Penguasa rasa tak pernah berhenti bermain-main dengan perasaan. Sayangnya, ingatan itu selalu menang menyeret manusia.

Saya ingin selalu menjenguk Bapak dalam kesembilan belas puisi ini, karena saya merasa memilikinya. Mengenangnya meski dikatakan manusia terjebak dalam ingatan rasa, saya tidak peduli. Siapa yang peduli pada perasaan seorang anak perempuan yang patah hati? Hanya mereka [para anak perempuan] yang mengalami perpisahan abadi dengan Bapaknya yang [tahu, paham] bagaimana kenangan itu sangat mahal.

Sejenak, biarkan upacara kata dari Kadek Sonia Piscayanti itu juga mengantarkan para anak perempuan yang patah hati untuk merasakan kehadiran Bapak mereka di setiap kata yang ditulis dalam Prihentemen.

Bila reinkarnasi nanti, aku hanya ingin tetap menjadi anak perempuanmu, Bapak. Kumohon. [T]

  • Artikel ini disampaikan dalam sesi Book Launch Buku Puisi Prihentemen pada acara Mahima March March March di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Rabu 23 Maret 2022

Tags: buku puisiKadek Sonia Piscayantikumpulan puisiMahima March March March 2022Puisi
Previous Post

“Destination Branding”, Potensi Buleleng Luar Biasa, dan Bla Bla Bla…

Next Post

Bobit dari Les, Jual Nasi Jinggo di Denpasar | Omzet 90 Juta, Jika Sisa Digratiskan ke Pemulung

Ari Dwijayanthi

Ari Dwijayanthi

Bernama lengkap Ni Made Ari Dwijayanthi, lahir di Tabanan, 1988. Lulusan S2 Jawa Kuno, Unud, ini banyak menulis puisi dan prosa dalam bahasa Bali, antara lain dimuat di Bali Post dan Pos Bali. Bukunya yang berjudul Blanjong (prosa liris Bali modern) mengantarkannya meraih penghargaan Widya Pataka dari Gubernur Bali tahun 2014

Next Post
Bobit dari Les, Jual Nasi Jinggo di Denpasar | Omzet 90 Juta, Jika Sisa Digratiskan ke Pemulung

Bobit dari Les, Jual Nasi Jinggo di Denpasar | Omzet 90 Juta, Jika Sisa Digratiskan ke Pemulung

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co