31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Benang Merah Wayang dan Realita | Antara Pesan dan Lelucon yang Dikehendaki

Kadek Sonia PiscayantibyKadek Sonia Piscayanti
March 15, 2022
inEsai
Benang Merah Wayang dan Realita | Antara Pesan dan Lelucon yang Dikehendaki

jJro Dalang Sembroli, Weda Sanjaya dan Adnyana Ole

Diskusi tentang wayang, Senin 14 Maret , menjadi sesi panel pertama Mahima March March March. Tajuknya, The Art of Wayang and Reality.

Di sini didiskusikanlah jarak rentang dalang dan penonton, mulai dari jarak cerita, jarak bahasa, jarak realita, dan jarak-jarak lainnya. Diskusi hangat ini sedang mempertontonkan bagaimana jarak bisa dikikis, diserut, dipipihkan, bahkan dilipat hingga pesan yang disampaikan tak lagi mengeluarkan banyak energi untuk sampai.

Tetapi apakah tujuan kita, tujuan penonton? Apakah memang ingin sampai? Bukankah menonton adalah proses perjalanan, yang tujuannya belum tentu satu, melainkan dua, atau bercabang-cabang.

“Menonton” diskusi wayang di Rumah Mahima, saya bahagia. Pertama ini adalah panel pembuka di festival Mahima March March March yang digagas Komunitas Mahima.

Lalu pembicaranya adalah sahabat saya, Jro Dalang Sembroli atau bernama lengkap Gusti Made Aryana, seorang dalang yang sudah sangat terkenal di Bali Utara, dan belum beberapa lama sempat mementaskan wayang di upacara tiga bulanan ponakan saya. Pembicara pendamping adalah Made Adnyana Ole, jurnalis penyuka wayang. Moderatornya adalah Gus Weda Sanjaya, peraih hadiah sastra Rancage tahun ini.

Dari diskusi ini disadari bahwa mendiskusikan wayang tak akan pernah ada habisnya, kita bisa kupas dari mana saja, perspektif apa saja, lapis mana saja. Ketiga, menyambungkan relevansi wayang dengan konteks seni pertunjukan masa kini. Sampai di mana wayang Bali Utara bicara. Apa yang menumbuhkannya dan kemana tumbuhnya.

Penonton Menuntut Dalang

Menurut Jro Dalang Sembroli, sebagai dalang, ada beberapa ‘teror’ yang kerap dia temui di lapangan. Penonton menuntut dalang agar lucu, cepat, langsung ke jokes, tanpa basa-basi. Tanpa pengantar, tanpa pembuka.

Ini adalah tuntutan yang luar biasa karena sesungguhnya wayang selalu dan harus dibuka dengan pembuka, dan barulah jembatan dibangun, lalu barulah masuk ke jalan cerita. Namun, semua konteks itu di masa yang instan ini ingin dikikis oleh penonton. Dalang dituntut langsung ngelawak. Padahal dalang bukanlah pelawak apalagi stand up comedian. Bukan.

BACA JUGA:

March March March | Komitmen Mendokumentasikan Gagasan Tumbuh di Bidang Bahasa dan Seni
March March March | Komitmen Mendokumentasikan Gagasan Tumbuh di Bidang Bahasa dan Seni

Tentu kita tak hanya bisa menonton wayang dalam rangka menuntut dalangnya mengeluarkan lelucon. Lagipula lelucon macam apa yang kita inginkan. Bahkan untuk menyepakati lelucon saja, bisa panjang referensi yang harus kita paparkan. Lelucon itu tidak bisa disebut lelucon jika konteksnya tidak pas antara audiens dan dalang. Konteks itu termasuk latar belakang budaya, isu sosial, dan pengetahuan yang disepakati bersama.

Sudut pandang lelucon tentu dibatasi (atau tidak dibatasi?) oleh imajinasi dan pengetahuan penonton. Dan lucu atau tidak lucu itu seharusnya tidaklah menjadi beban seorang dalang, namun biasalah netizen, ga lucu sedikit langsung meninggalkan komentar pedas.

Dalang Menuntut Penonton

Lalu Made Adnyana Ole membela dalang, harusnya bukan hanya dalang yang dipaksa-paksa menyesuaikan konteks cerita atau kelucuan, penonton pun harus diedukasi untuk menonton wayang.

Cerita wayang harus bisa disegarkan lagi, tak hanya melalui pelajaran agama, atau pelajaran seni budaya saja, tapi melalui obrolan sehari-hari, sebagai bagian dari cerita rakyat yang bisa mewarnai percakapan sehari-hari.

Namun tunggu dulu, siapa saja yang bisa bercakap-cakap soal wayang? Tentu hanya Ole dan beberapa gelintir pengamat yang hafal cerita wayang, lalu generasi mobile legend apa kabar? Seberapa sabar mereka harus menunggu cerita itu menjadi bagian yang relevan dari hidup mereka, serelevan mobile legends? Misalnya.

Katakanlah seorang anak usia SD ingin memahami wayang, lalu edukasinya mulai dari mana. Pastinya orang tua, bahkan harusnya sejak sebelum usia sekolah anak-anak setidaknya sudah dikenalkan dengan kisah wayang yang dramatis dan romantis sekaligus tragis itu. Sehingga anak-anak ini siap menonton wayang.

Lalu, berapa persenkah orangtua yang bisa menceritakan kisah wayang dengan sederhana kepada anak-anaknya. Belum lagi persoalan bahasa. Bisakah bahasa wayang diganti dengan bahasa Indonesia atau bahkan bahasa Inggris? Begitulah pertanyaan netizen.

Sabar, ini sudah meluas. Persoalan mengedukasi penonton wayang belum selesai benar. Kini sudah masuk persoalan Pendidikan bahasa. Di manakah kita memulai?

Persoalan cerita yang relevan telah menjadi inti diskusi kemarin malam. Bagaimana jarak makna bisa ditipiskan agar anak-anak memahami cerita yang lebih sederhana. Katakanlah diambil inti sari maknanya. Bisakah wayang menjadi sebuah pertunjukan yang menyentuh hati anak-anak dan membuat mereka merenung akan hakikat kemanusiaan mereka?

Dalang Punya Jalan, Selalu Punya Jalan

Akhirnya kita kembali pada dalang. Sebagai yang punya jalan, tentu dalang yang membukakan jalan bagi penonton. Dalang juga manusia biasa, yang punya keterbatasan. Keterbatasan dalang dapat diatasi dengan dirinya sendiri, menyadari bahwa tidak semua karakter harus persis seperti karakter yang secara mainstream dibentuk.

Dalang bisa menjembatani makna dengan menawar keterbatasannya dengan teknik bercerita, teknik bersuara, dan teknik mengatur adegan. Bahwa cerita harus dibuat agar kontekstual dan relevan, tentu dalang punya siasat sendiri. Bagian mana yang paling relevan untuk dibuat cerita yang dekat dengan realitas. Namun tidak semua realitas juga ada referensinya di dunia wayang, sama seperti tidak semua referensi di dunia wayang dapat direalitaskan.

Ada bagian yang memang harus menjadi semacam gagasan di luar realitas, gagasan yang tidak mungkin dipaksakan menjadi realitas. Itulah yang memang selalu ada. Ada angan, ada realitas. Disanalah wayang memainkan peran ulang alik sebagai jembatan.

Pada isu-isu tertentu yang sangat dekat dengan audiens, dalang mampu membangun chemistry dengan penonton, meskipun chemistry dapat dimaknai dengan berbeda-beda pula. Jero Dalang mengamati penontonnya. Bahkan menyadari bahwa penonton memiliki dunia sendiri ketika menonton wayang. Ada adegan yang sesungguhnya tidak diniatkan menjadi sedih, namun ada penonton terisak isak.

Ada apa? Barangkali sang penonton mengingat hal sedih justru dari hal lucu. Hal lucu yang sedih. Atau hal yang lucu yang mengingatkan pada seseorang yang dirindukan yang telah tiada. Barangkali, jika hal lucu itu membuatnya sedih, itu bukanlah kesedihan atas pertunjukan yang gagal, namun atas respon yang mendalam yang membuat penonton menghubungkan rasa-rasa kompleks di dalam dirinya. Jero justru merasa disana pertunjukannya berhasil.

Wayang adalah Simbol Alam Semesta

Yang menarik dari diskusi kemarin adalah kehadiran penonton secara virtual yang menyimak diskusi secara live baik dari zoom maupun dari Youtube Komunitas Mahima. Seorang penonton, Dokter Arya Nugraha, menyimak diskusi dari ruang praktek. Beliau bertanya apa makna gunung yang dipakai sebagai pembuka dalam pertunjukan wayang.

Dijawab oleh Jero Dalang bahwa gunung adalah simbol semesta, apa yang ada di gunung sebagai semesta besar ada di diri kita, semesta kecil kita. Maka memahami wayang adalah memahami diri sebagai manusia dan memahami konteks kemanusiaan kita. Memahami wayang adalah memahami warna dunia. Demikian Jero Dalang dalam statement akhirnya.

Sementara Ole meyakini bahwa wayang akan hidup dan terus hidup sepanjang masa. Kisah wayang adalah kisah semesta yang tiada habisnya dibagikan dan bahkan semakin dibagikan semakin tidak terbatas.

 Penonton merasa masih haus pertanyaan, tapi waktu telah menunjukkan hampir satu setengah jam diskusi.

Sampai jumpa di diskusi berikutnya. Di Mahima March March March. [T]

Diskusi selengkapnya bisa ditonton di kanal youtube Komunitas Mahima:

Tags: Dalangkisah pewayanganKomunitas MahimaMahima March March March 2020Mahima March March March 2022wayang
Previous Post

Antena Keaktoran Dalam Membaca Biografi Diri Sendiri

Next Post

Lisna Baktiari dari Kaliasem | Perempuan Muda Juga Bisa Kelola Bank Sampah

Kadek Sonia Piscayanti

Kadek Sonia Piscayanti

Penulis adalah dosen di Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Next Post
Lisna Baktiari dari Kaliasem | Perempuan Muda Juga Bisa Kelola Bank Sampah

Lisna Baktiari dari Kaliasem | Perempuan Muda Juga Bisa Kelola Bank Sampah

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co