Saat itu hari minggu, sekitar jam 10.00 WITA. Saya melintas di kawasan kuliner Kampung Tinggi, tepatnya di Jalan Surapati Singaraja, seusai bersepeda keliling kota. Dalam benak saya, terlintas keinginan untuk mampir sejenak ke sebuah warung makan yang terletak di pojokan gang kecil persis di seberang Warung Syobak Khe Lok.
Saya memarkir sepeda, tepat di depan sebuah rombong atau gerobak jualan berwarna biru tempat Komang Adit dan istri memajang dagangannya. Mereka adalah generasi kedua dari Almarhum Pak Kardi, pendiri warung itu. Mereka berdualah kini menjalankan warung makan tersebut.
Setelah mengambil tempat duduk saya memesan bakwan babi dan setengah porsi nasi kepada Ibu Adit, dengan senyum yang ramah, dia menyiapkan makanan yang saya pesan. Komang Adit, saat itu sedang sibuk menata rombongnya, dan setelah selesai dia duduk persis di depan saya. Sementara sang istri menyiapkan pesanan, saya bertegur sapa dengan Komang Adit.
“Usaha warung makan ini, sudah dirintis lama oleh bapak saya, Pak Kardi, berdampingan dengan warung jajanan milik Pak Dewa,” kata Komang Adit saat saya Tanya tentang warung makan itu.
Usaha ini konon telah dirintis sejak tahun 1965. “Saya dan istri mengambil alih usahanya ini sepeninggalan beliau, sekitar tahun 2005,” tutur Komang adit. mengenang masa lalunya. Ada raut kesedihan dari wajahnya saat ia menceritakan masa lalu.
Aroma bakwan sudah sangat tercium jelas di hidung, Ibu Adit menyajikannya sesuai dengan pesanan yang saya minta. Terlihat bakwan babi yang sangat menggoda lidah, maklum saja saya belum sarapan sebelum bersepeda.
BACA JUGA:
- Mie Pangsit Merta Sari, Legenda Mie dari Kawasan Taman Lila Singaraja
- Bubur Ayam Pak Karya, Legenda Kuliner dari Kota Singaraja
- Kopi Susu + Telur Ayam Arab Setengah Matang | Legenda Ngopi di Kota Tua Singaraja
Bakwan ini lengkap dengan campuran mie, potongan lemak babi, sayur kol dan juga taburan bawang goreng. Kuahnya sangat bening, bahkan jika kita ingin menambah selera sesuai cita rasa kita, sudah disediakan kecap manis meliwis, kecap asin dan juga cuka untuk menambah rasa segar di mulut serta sambal pedas yang pedasnya sangat membakar lidah.
Nasi putih juga dihiasi dengan sepasang tusuk sate babi dengan bumbu plecing yang sangat nikmat dan lezat, rasa pedas dan manis yang memanjakan selera. Kuah bakwan saya seruput, rasanya gurih, lebih-lebih dengan tekstur bakwan yang kenyal dan sangat terasa rasa daging babinya.
Begitu juga dengan mie yang sangat lembut dilidah, menikmatinya seakan akan ada persilangan rasa yang tak bisa diungkapkan dengan kata. Tidak nikmati kalau menikmati bakwan ini tanpa nasi, sendok demi sendok nasi saya nikmati dengan kesadaran penuh, lebih-lebih ketika melumat daging sate plecing babinya, sungguh pengalaman kuliner yang tak terhingga. Rugi kalau ke Singaraja, tidak menyempatkan diri ke warung ini.
Komang adit yang berperawakan gempal ini juga bercerita bahwa langganan warung makan mereka berasal dari semua kalangan, bahkan ada yang langsung datang dari Denpasar, dan menyempatkan diri untuk selalu mampir di warung mereka.
Salah satu pelanggan mereka adalah Surya Permadi. Kebetulan saya bertemu dengan dia di tempat ini. Dia datang setelah saya selesai makan.
Surya sangat familiar dengan warung bakwan Pak Kardi, sebab dia sudah sering diajak makan di tempat itu sejak masih sekolah bangku sekolah dasar oleh orang tuanya, sekitar tahun 1980 .
“Rasa yang dulu pernah ada!” Begitu ungkapan Surya untuk mengenang kenangan masa lalunya. “Kualitas rasa makanan di tempat ini tidak pernah berubah,” lanjutnya.
Komang Adit mengaku sangat bersyukur karena ditengah kondisi pandemi seperti ini, usahanya masih tetap berjalan, walau dengan pemasukan yang menurun dibandingkan dengan kondisi normal.
Pria yang memiliki dua anak laki-laki ini juga menuturkan kalau seporsi bakwan dan nasi dijualnya dengan harga sekitar Rp. 15.000. Selain bakwan, dia juga menjual sate plecing babi. Warung bakwan Pak Kardi buka dari jam 8.15 sampai habis.
Makin siang pelanggan yang datang makin banyak. Tidak enak rasanya harus berlama-lama duduk sementara makanan yang saya pesan sudah habis. Saya dan Surya Permadi kala itu akhirnya menyudahi obrolan santai dengan Komang Adit dan kami pamit pulang,
Surya mengambil sepeda motor sementara saya mengambil sepeda gayung untuk melanjutkan perjalanan pulang. [T]