Ada hal menarik pada dinamika kepemimpinan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Buleleng, terutama pada era reformasi saat ini. Setelah pernah dipimpin Ketua DPRD, lalu Bupati, lalu dipimpin direktur perusahaan daerah, kini organisasi olahraga terbesar di Buleleng ini dipimpin seorang wartawan, yakni Ketut Wiratmaja, yang dilantik sebagai ketua umum (ketum) di Lobi Kantor Bupati Buleleng, Selasa, 8 Februari 2022.
Meski bukan sesuatu yang baru di Indonesia, terdaulatnya seorang wartawan untuk memimpin KONI Kabupaten Buleleng tentu fenomena yang menarik. Selain bisa dianggap sebagai cerminan semangat reformasi yang sejak awal dibebani banyak harapan, tampilnya wartawan bisa dianggap sebagai pembaruan dalam gaya dan formula kepemimpinan dalam tubuh oraganisasi olahraga terbesar di sebuah kabupaten.
Janganlah bicara soal zaman Orde Baru, bahkan pada awal-awal era reformasi pun masih banyak kepemimpinan oraganisasi olahraga ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan politik dan birokrasi dan kepentingan-kepentingan di luar olahraga. Ada kesan, atlet sepertinya hanya “domba-domba” yang digembalakan oleh orang-orang di luar dunia olahraga, semisal politikus dan kalangan birokrat.
Di tubuh KONI Buleleng, terpilihnya Nyoman Sudarmaja Duniaji pada tahun 2000 menjadi ketua umum, yang mana saat itu ia sebagai Ketua DPRD, mungkin tak bisa dihindarkan dari pertimbangan-pertimbangan politik. Apalagi saat itu Sudarmaja juga menjadi pucuk pimpinan PDIP Buleleng, di mana PDIP saat itu sedang menjadi pemenang Pemilu.
Setelah Sudarmaja, tahun 2004, tampillah Putu Bagiada memimpin KONI Buleleng. Kita tahu Bagiada saat itu sudah duduk di kursi Bupati Buleleng. Bagiada memimpin KONI selama dua periode, 2004-2009 dan 2009-2013. Keterpilihan ini juga sulit dikatakan bersih dari pertimbangan politik, karena bagaimana pun kuasa anggaran, termasuk anggaran untuk KONI, berada di tangan seorang Bupati.
Kepemimpinan yang ditentukan dengan pertimbangan politik dan birokrasi tentu bukan hal yang melulu buruk. Tak bisa dijamin juga, jika organisasi olahraga dipimpin oleh seorang atlet berprestasi, lalu otomatis organisasi itu akan menjadi baik, lalu prestasi olaharaga otomatis bisa langsung meroket. Pengelolaan organisasi ditentukan oleh jiwa pengabdian, juga profesionalisme yang ketat, meski gaya kerjanya bisa saja berbeda-beda.
Kepemimpinan yang bertumpu pada rezim politik kekuasaan tentu punya dua sisi. Satu sisi, kekuasaan politik bisa memudahkan sejumlah urusan, salah satunya pengelontoran anggaran dan mobilisasi orang-orang. Namun di sisi lain, kekuasaan politik kadang-kadang, secara halus atau kasar, bisa memasukkan bias kepentingan politik yang amat praktis, semisal penggalangan suara politik dengan memanfaatkan tangan-tangan organisasi.
Apakah KONI Buleleng saat dipimpin Nyoman Sudarmaja dan Putu Bagiada—yang pada zamannya berada pada tampuk kekuasaan politik—disusupi kepentingan-kepentingan politik? Tentu saja ini hanya diketahui dan dirasakan sendiri oleh pengurus lain, pengurus cabang olahraga, atlet dan official yang bekerja dan bergerak pada zaman itu. Dan artikel ini tidak hendak bicara soal itu.
Gaya Kepemimpinan dan Hal-hal yang Dicapai
Mari kita bicara soal gaya dan kemajuan-kemajuan yang dicapai seorang pemimpin, baik dari kalangan politik dan birokrat maupun dari kalangan non politik. Seorang politikus atau seorang birokrat yang memimpin organisasi olahraga tentu saja berbeda gaya dengan seorang pengusaha atau wartawan. Ini yang menarik.
Dari sejumlah obrolan dengan mantan pengurus atau pengurus yang masih berada di KONI saat ini, memang ada kesan biroraktis dalam kepemimpinan Nyoman Sudarmaja dan Putu Bagiada. Dalam artian, pengurus harian rapat dan bergiat di lapangan, dan ketua umum lebih sering menerima laporan, lalu memutuskannya.
Namun diakui oleh sejumlah sumber di Buleleng bahwa gaya dan proses kerja semacam itu tak pernah menimbulkan masalah besar. Apalagi, sangat bisa dimaklumi, seorang ketua umum yang juga seorang Ketua DPRD atau seorang Bupati tentu memiliki banyak pekerjaan penting di kantornya, pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut kehidupan warga yang lebih luas.
Jangan kemudian diartikan bahwa “menerima laporan” artinya pasif. Baik Sudarmaja maupun Bagiada pada zamannya tetap aktif dengan gaya masing-masing, bahkan bisa disebut “penuh perjuangan” untuk membuktikan KONI Buleleng bisa bekerja baik dan atlet-atlet binaan di Buleleng bisa mendulang prestasi tinggi.
Wayan Merta, seorang pecinta olahraga yang setia menjadi pengurus KONI Buleleng dari zaman kepemimpinan Sudarmaja hingga kepemimpinan Ketut Wiratmaja saat ini, menyebutkan bahwa Sudarmaja dan Bagaiada adalah ketua umum yang tak bisa diragukan dedikasinya terhadap kemajuan olahraga di Buleleng, meski keduanya dikenal sebagai tokoh politik saat itu. .
Begitu Sudarmaja menjadi ketua umum, ia selalu menggenjot pengurus cabang untuk secara gencar melakukan pembinaan atlet. Bibit-bibit atlet dicari terus. Atlet-atlet muda digembleng untuk menjadi atlet professional dan berprestasi.
“Pada saat kepemimpinan Pak Komang Sudarmaja banyak atlet-atlet baru dan berprestasi muncul. Iin itu muncul sebagai pecatur muda berprestasi pada saat kepemimpinan Pak Komang Sudarmaja,” kata Wayan Merta. Iin yang dimaksud adalah Iin Dwijayanti, pecatur asal Buleleng yang namanya selalu diperhitungkan di tingkat nasional.
Pada zaman Sudarmaja pula KONI Buleleng bisa mendapatkan anggaran untuk pembinaan olahraga jauh lebih besar dari sebelum-sebelumnya. “Jika sebelum-sebelumnya anggarannya 30 juta, 50 juta, pada saat kepemimpinan Sudarmaja anggarannya bisa mencapai dua miliar,” kata Merta.
Jika pada zaman Sudarmaja hal yang menonjol adalah soal pembinaan, pada saat kepemimpinan Putu Bagiada kemajuan tampak menonjol pada pembangunan dan perbaikan sarana-sarana olahraga. Banyak tempat dan sarana olahraga dibangun pada saat kepemimpinan Putu Bagiada, terutama perbaikan sentra olahraga di kawasan lapangan dan stadion di Jalan Udayana.
“Pak Bagiada, meski sebagai bupati, cukup rajin melakukan inspeksi mendadak (sidak) untuk memantau pekerjaan di lapangan. Seringkali saya diajak sidak malam-malam,” kata Merta.
Bagaimana dengan kemimpinan Artha Widnyana?
“Wah, Pak Artha Widnyana itu orangnya total. Dia selalu berada di tengah pengurus lainnya dalam bekerja demi kemajuan olahraga,” kata Wayan Merta.
Hal senada juga disampaikan Nyoman Suasana alias Jenggo yang menjadi pengurus pada zaman kepemimpinan Artha Widnyana. Kata Jenggo, “KONI yang dipimpin Artha Widnyana sangat guyub, penuh semangat, penuh kekeluargaan, dan tetap profesional menuju target kemajauan, juga dalam penggunaan anggaran.”
Apa yang dikatakan Merta dan Jenggo tentu bisa dipahami. Artha Widnyana bukan pejabat politik atau birokrat. Ia adalah pengusaha, meski bekerja pada perusahaan daerah milik Pemkab Buleleng. Sebagai seorang direktur utama, gayanya bisa ditebak, tak akan jauh-jauh dari kerja sesuai perencanaan dan disiplin dalam menuntaskan target yang hendak dicapai. Jika di perusahaan targetnya keuntungan materi, maka di KONI targetnya adalah prestasi.
Sebagai orang yang bukan birokrat, dan tak memiliki kekuasaan politik, Artha Widnyana tentu harus mengeluarkan energi lebih banyak untuk mengejar anggaran ke pemerintahan, sekaligus penuh tanggungjawab dalam penggunaannya. Maka tak heran, kosakata yang sering muncul di Gedung KONI saat kepemimpinan Artha Widayana adalah kosa kata “kinerja” dan “prestasi”.
Untuk urusan prestasi, KONI zaman Artha Widnyana membuktikan perjuangannya saat Porprov di Tabanan. Sebelumnya, pada Porprov 2017, Buleleng berada di peringkat keempat. Lalu tekad dikuatkan untuk naik peringkat pada Porprov 2019. Dan Buleleng berhasil naik ke peringkat ketiga.
Nah, kini tiba saat Wiratmaja, seorang wartawan, memimpin KONI Buleleng. Gaya kepemimpinannya mungkin tak jauh-jauh dari gaya Artha Widnyana, karena Wiratmaja selama dua periode mendampingi Artha Widnyana sebagai pengurus. Dan karena ia seorang wartawan mungkin gayanya juga bisa berbeda untuk sejumlah hal dari pendahulunya itu.
Sebagai orang yang terbiasa bekerja cepat dengan deadline yang ketat sebagai wartawan, Wiratmaja tentu tak akan pernah menunda-nunda pekerjaan. Apa yang bisa dilakukan dengan cepat, hal itu akan segera dilakukan tanpa menunggu besok atau lusa.
Buktinya, sebelum dilantik secara resmi, Wiratmaja bekerja. Ia sudah melakukan pendekatan-pendekatan dengan berbagai pihak, termasuk pihak swasta, untuk melakukan kerjasama dalam pengembangan olahraga di Buleleng. Ia melakukan pendekatan kepada Yayasan Bhaktiyasa demi bisa meminjam gedung sekolah untuk dijadikan tempat pembinaan atlet yudo dan sejenisnya.
Bukan Lagi Bicara Peringkat, Tapi Small is Gold
Lalu, setelah dilantik, apa target yang ingin dicapai Wiratmaja dalam kepemimpinannya?
“KONI Buleleng tidak lagi berbicara peringkat. Pengurus baru ini sedang bertekad untuk meraih medali emas sebanyak mungkin. Sesuai dengan motto Small is Gold. Dengan mendapat banyak medali emas, otomatis peringkat akan mengikuti,” kata Wiratmaja usai dilantik secara resmi, Selasa siang.
Bicara soal Porprov 2022, rencananya, ada tiga tahap seleksi penjaringan atlet Buleleng untuk Porprov Bali tahun 2022. Pertama, di bulan Maret 2022 dilakukan seleksi fisik. Kemudian, seleksi dilanjutkan pada bulan JUni dan Agustus 2022. Seluruh rangkaian seleksi akan melibatkan ahli. Tidak hanya di bidang teknis melainkan juga akademisi dari Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja khususnya yang ahli pada bidang sport science.
“Juga akan ada tes psikologi. Sehingga, mereka yang akan tampil pada setiap kejuaraan adalah mereka yang benar-benar siap untuk meraih medali emas. Bukan sekedar jalan-jalan,” imbuh Wiratmaja.
Sementara Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana mengajak pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Buleleng masa bakti 2021-2025 untuk siap ngayah (bekerja tanpa mengharapkan imbalan).
Agus Suradnyana menjelaskan, dari segi prestasi dalam bentuk juara ataupun medali di sebuah daerah, fluktuasi tidak bisa dihindari. Ada kalanya prestasi naik dan ada kalanya turun. Menurut Agus Suradnyana, capaian tersebut tergantung dari para pengurus KONI sendiri. Itu dikarenakan para pengurus KONI bekerja secara ngayah tanpa gaji. “Jadi, kalau para pengurus ini semangat ngayah nya tinggi, pasti hasilnya bagus,” jelasnya.
Di samping itu, pengurus KONI diminta untuk terus membumikan olahraga. Ini bertujuan untuk mengolahragakan masyarakat. Jika olahraga menjadi suatu kebiasaan dari masyarakat, hidupnya akan menjadi lebih sehat. Pengurus KONI Kabupaten Buleleng yang bau dilantik diajak untuk melakukan hal tersebut. Dengan tetap memperhatikan olahraga-olahraga yang digandrungi masyarakat khususnya masyarakat Buleleng seperti voli dan sepakbola.
“Tidak pula melupakan cabang olahraga yang lain. Sehingga di samping prestasi dalam bentuk medali, kita bisa meraih prestasi dalam mengolahragakan masyarakat. Kan itu yang paling penting,” kata Agus Suradnyana.[T]