Kesejukan Ubud, Bali, pagi itu sangat berbeda dengan lima atau sepuluh tahun lalu. Akibat pandemi, jalanan telihat lebih lengang, tidak seperti biasanya yang selalu padat merayap dengan suara kelakson kendaraan yang bersautan bak suara kicau burung di pagi hari.
Saat itu Sabtu, 05 Februari 2022, saya dan teman-teman dari Koperasi Pangan Bali Utara berkesempatan untuk berkunjung desa wisata terkenal di dunia itu. Kami mengikuti kegiatan Ubud Artisan Market yang diadakan oleh Yayasan Mudra Swari Saraswati.
Menginjakan kaki di tempat ini, kami disambut oleh beberapa panitia yang terdiri dari anak muda yang sangat sigap menuntun ke tempat pameran, menurut informasi yang diterima bahwa peserta pameran ini melibatkan sekitar 67 vendor artisanal produk dari seluruh Bali.
Mereka menampilkan berbagai karya kreatif mulai dari fashion, olahan pangan, kerajinan tangan, olahan limbah hingga, lukisan hingga komoditi. Koperasi Pangan Bali Utara sendiri saat itu memamerkan beberapa produk komoditi dan olahan seperti biji sorghum, garam, gula lontar, nira (tuak manis), minyak kelapa, tepung sorghum hingga kerajinan tangan seperti tumbler bamboo, tumbler labu dan tas.
Acara ini dikemas dengan sangat apik, tidak hanya pameran produk, tapi juga dimeriahkan oleh hiburan-hiburan yang diisi oleh anak-anak muda seperti painting class yang dibawakan oleh Made Griyawan, Band dan DJ music. Event seperti ini memberikan ruang kepada anak muda untuk bisa mengekspresikan dirinya dengan cara-cara yang kreatif, inovatif dan kolaboratif.
Wisatawan dan masyarakat setempat terlihat berduyun-duyun datang ke acara, seperti apa yang disampaikan oleh Dodik, dia berkata bahwa semenjak pandemi jarang sekali ada event seperti ini diselenggarakan di Ubud, tidak mengherankan jika diacara ini banyak pengunjung yang datang, khususnya di malam hari.
“Rasanya segar sekali, manis dan autentik,” ujar salah satu Warga Negara Asing yang sedang mencicipi produk tuak manis yang dipasarkan oleh Koperasi Pangan Bali Utara.
Lantas kami respon, berbicara soal tuak manis itu sangat terkait tentang pelestarian lingkungan, karena ketika kita menanam aren, maka automatis kualitas nira yang baik bisa terus dihasilkan.
Bagi saya dan teman-teman dari Koperasi Pangan Bali Utara, kesempatan seperti ini sangat baik untuk memberikan pengalaman kepada kami untuk terus mempekaya pengetahuan dan pengalaman, tidak hanya dalam hal .pengetahuan produk tapi juga bagaimana belajar memasarkan produk hingga menambah jejaring pertemanan untuk bisa mempeluas jangkauan pasar yang nantinya akan berdampak pada peningkatan kuantitas penjualan hasil komoditas dan produk yang dihasilkan oleh masyarakat.
Kami menangkap animo yang sangat baik dari wisatawan mancanegara mengenai produk yang kami pamerkan, bahkan satu diantara mereka ada yang mencoba tuak manis (nira) dari hasil sadapan pohon aren, dia berkata bahwa rasa tuak manis yang diminum itu sangat segar, manis dan autentik. Saya menambahkan saat itu, bahwa kualitas tuak manis yang baik itu, didapatkan dari proses yang sangat detail, panjang dan beresiko, hingga sudah sepantasnya kita menghargai dengan layak apa yang telah dihasilkan.
Menyelam sembari minum air, kesempatan itu juga kami maksimalkan untuk memperkenalkan Bali Utara dengan segala kekayaan yang dimilikinya kepada wisatawan mancanegara, dan kami mengundang mereka untuk sesekali berkunjung untuk bisa merasakan, mendengar dan melihat laku keseharian masyarakat pedesaan yang sangat bergantung pada bentang alamnya. [T]