1 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Jalan Berliku Menjadi Dokter | SMA Jual Canang, Indekos dengan Tempe dan Saur

dr. Putu Sukedana, S.Ked.bydr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 29, 2021
inKhas
Jalan Berliku Menjadi Dokter | SMA Jual Canang, Indekos dengan Tempe dan Saur

Saya (penulis) bersama ibu dan foto Bapak serta adik

Pertama Kali ke Lombok

Brrrr… dingin Pelabuhan Padang Bai semakin membuat hatiku sedih. Di kejauhan bapak dan ibu melambaikan tangan membuatku sedikit lebih tegar. “Ini semua untuk mereka”, kataku di dalam hati. Kapal keberangkatan terakhir jalur Padang Bai-Lembar Lombok bergerak perlahan. Orang lain cerita indahnya bersama pergi ke Lombok, tapi saat pertama kali saya ke Lombok, saya seorang diri. Membuatku sedikit takut dan kesepian.

Jam di handphone jadulku menunjukkan pukul 00:28 WITA, handphone second yang kubeli dengan harga murah namun masih bisa digunakan untuk komunikasi. Bentuknya persegi panjang sekitar 10 cm x 5 cm dengan casing warna orange. Saya masih terengah-engah karna berlari dari parkiran ke geladak kapal, hampir saya ketinggalan kapal.

Segera kubalas lambaian tangan bapak dan ibu, berpura-pura tegar di depan mereka agar tidak khawatir. Sejujurnya mereka tak melihat air mataku menetes ke lantai besi kapal penyeberangan, suasana malam kala itu membuatnya tak begitu jelas terlihat.

Saat itu, saya ke Lombok untuk mendaftar kuliah Fakultas Kedokteran (FK) di Unram. Pagi sebelum ke Lombok, saya sebenarnya sudah ikut tes masuk FK di Unud. Jadi, pagi tes di Universitas Udayana, sore hari ada teman mengabarkan ada tes juga di FK Unram, jadi sebagai planing B saya coba juga tes di sana.

Hari itu juga dari Jimbaran langsung ke Singaraja, kemudian ke Pelabuhan Padang Bai sekitar jam 8 malam start dari rumah saya di Desa Tamblang, Kubutambahan, naik sepeda motor.

Beberapa teman memberiku nasehat jangan ke sana, namun toh hatiku tetap ingin mencoba peruntungan dengan kehati-hatian. Sampailah fajar di ufuk timur, saya sampai di Pelabuhan Lembar.

Senang akhirnya sampai sesuai rencana, sepeda motor bututku segera melaju ke arah kota. Dimana ya kotanya? Beruntung ada keluarga temen yang menjemput dan mengantarkan ke rumahnya. Lega sesaat karena setelah ini saya harus ke kampus Universitas Mataram mendaftar.

Di sana saya sadar, sepanjang ada niat maka pasti ada usaha. Niat, iya niat yang kuat dan besar. Setelah mendaftar di kampus itu, saya bertemu seorang dosen yang ternyata berasal dari Singaraja. Beliau memberikan nomor handphone-nya karena takut saya tersesat dan untuk saya hubungi saat emergency. Hari itu juga saya balik ke Bali. Tahun 2012 akan selalu saya ingat.

Makna Uang 20 Ribu hingga Jualan Canang

Di musim pandemi Covid 19 ini saya yakin adek-adek sedang di rumah bareng orang tua, orang-orang bilang belajar dari rumah. Yang indekos mungkin pulang ke kampung halaman. Okay, kehidupan indekos saya juga alami mulai dari SMP hingga kuliah. Percaya atau tidak saat itu saya kos dengan biaya 650 ribu setahun. Yak segitu.

Ukurannya sekitar 2 x 1,5 meter. Dindingnya lembab dan sedikit ada nuansa grafiti alami. Mirip kulit jamuran hehe karna memang disampingnya toilet dan mesin kulkas pembuat es balok. Alas tidur kasur tipis dibarengi semut-semut rajin mencuri lauk dan nasi saya. Berbaris tuk-wak-gak-pat, tuk-wak-gak-pat. Terkadang kalau lupa sembahyang bonus dicari sesuatu hehe jarang sih, semuanya baek-baek kok.

Seminggu sekali Bapak atau Ibu datang bawakan lauk seperti tempe kering, saur (sejenis olahan dari kelapa), ikan pindang kering plus beras. Terkadang kalau musim mangga bonus mangga harumanis nyam nyam nyam. Uang saku 20 ribu harus cukup untuk seminggu. Cukup? Yah dijawab sendiri deh

Tuntutan perut dan kebutuhan untuk sekolah akhirnya saya berpikir saya harus cari uang. Saat saya SMA awalnya kumpulin bunga kamboja untuk dijual, tapi karena lama prosesnya dapat uang saya memutuskan buat jualan canang. Analisisnya sederhana, selama orang-orang masih ingat Tuhan pasti perlu canang (salah satu sarana persembahyangan umat Hindu di Bali).

Sore-sore ke Pasar Banyuasri beli bunga, sam-sam (pandan yang dipotong kecil-kecil)  dan janur. Rangkai canang malam-malam atau subuh lalu dijual ke kelas-kelas di sekolah. Malu? Ya pastilah sebagai cowok ABG pasti itu, tapi masa bodoh saya yang penting bisa makan dan bantu orang tua.

Karena perlu tenaga ekstra dan saya sering kecapean setelah buat canang, maka akhirnya saya pikir lebih baik saya kerjasama sama orang lain. Singkat cerita setengah 6 pagi saya sudah harus ke Pasar Anyar di Singaraja dan membawanya ke kelas-kelas.

Saya sengaja pagi-pagi agar temen-temen semakin sedikit saya temui. Itu agar tuntutan perut dan rasa malu sedikit bisa dicarikan jalan tengahnya, haha. Sekolah saya adalah sekolah peninggalan jaman Belanda. Ada satu bangunan nan ikonik dengan tiga lantai.

Biasanya di lantai 2 dan 3 saya sudah melafalkan mantram Gayatri (salah satu doa menurut Hindu) karena sekolah masih sangat sepi hehe. Pengalaman diganggu? Syukurnya tidak pernah saat itu, mungkin “beliau-beliau” di sana iba melihat saya.

Cita-Citaku?

Sering saat memberikan materi untuk anak SD maupun SMP saya bertanya kepada mereka tentang cita-citanya kelak menjadi dokter. Biasanya banyak anak mengacungkan jari ingin menjadi dokter. Tapi jujur saja, saya waktu kecil hingga SMA awal tidak pernah bercita-cita menjadi dokter. Saat itu saya bercita-cita menjadi team angkatan bersenjata RI.

Rumah kami, dulu

Potongan rambut sering seperti para tentara saat SD karena dua alasan: 1) Memang ingin menjadi seperti Jendral Sudirman. Gagah, pemberani, membela nusa dan bangsa 2) Biar bisa hemat uang, haha, karena dengan potongan rambut seperti itu akan agak jarang potong rambutnya

Menjadi dokter adalah kata-kata yang paling saya hindari sewaktu kecil. Sebagai anak orang miskin, saya merasa profesi dokter maupun kesehatan lain terlalu sombong. Trauma di masa kecil membuat saya malas untuk bertemu dokter dan profesi kesehatan lainnya. Bukan karna takut disuntik lo ya haha

Namun takdir menuntun saya untuk menjadi dokter. Berawal dari kakek meninggal tahun 2009 dan peristiwa di tahun 2011 serta alasan pribadi lainnya yang belum bisa saya sebutkan di tulisan ini, yang jelas bukan semata-mata untuk cari prestise. Menjadi dokter adalah target yang mantap saya tancapkan di hati dan otak saya kala itu.

Pengumuman Lolos Seleksi Masuk FK

Setelah lama kunanti. Akhirnya pengumuman kelulusan saya di Fakultas Kedokteran Udayana (FK Unud) pun datang. Kala itu saya sedang bersiap-siap pergi ke Lombok untuk kedua kalinya. Seseorang menelepon dan mengatakan kalau nama saya muncul di koran. Saya tentu masih belum percaya dan akhirnya pergi ke kota mencari koran yang terbit untuk hari itu. Benar saja, saya lulus tes di FK Unud.

Hari itu suasana siang Kota Singaraja serasa sejuk. Saya berteriak di pantai dan melampiaskan semuanya. Akhirnya kami bisa. Untuk pertama kalinya keluarga kami ada yang bisa kuliah dan tembus kedokteran. Keluarga saya tidak ada yang kuliah saat itu. Jangankan kuliah, tamat SMA saja tidak ada. Kami rata-rata buruh maupun petani. Jujur, ini merupakan sejarah bagi kami karena anak pemetik kelapa bisa lulus menjadi calon dokter.

Tentang perasaan saya kala itu benar-benar susah digambarkan. Disini liku menjadi dokter  menanti. 

SPP 7 juta. What???

Sudah menjadi rahasia umum jika kuliah di kedokteran biayanya mahal. Namun karena keinginan dan kenekatan yang kuat membuat saya tetap ingin menjadi dokter. Bapak dan ibu sebenarnya melarang untuk kuliah di kedokteran karena permasalahan biaya. Takut jika tidak bisa mengikuti biaya perkuliahan saya.

Tentu saja saya harus merayu mereka. Dengan kata-kata saja tentu tidak akan setuju. Akhirnya berkat guru saya SMA namanya Bu Sukanadi saya mendapatkan info yang terang tentang beasiswa di perkuliahan. Beliau menelepon profesor yang kebetulan alumni SMA saya. Profesor tersebut menjelaskan bahwa di kedokteran ada banyak sekali beasiswa asalkan lulus tes dan ada prestasi. Dengan berbekal info ini bapak dan ibu menyetujui rencana gila saya sekolah di kedokteran. Kenapa saya bilang gila? Ya karena biaya tadi.

Setelah dapat FK seperti cerita di atas, ternyata mencari beasiswa cukup susah. Tapi berkat jalan-Nya, saya akhirnya mendapatkan 2 beasiswa penuh sekaligus. Pihak kampus menyarankan memilih salah satu dari beasiswa tersebut. Saya akhirnya memilih beasiswa Prof Mantra. Kenapa? Karena saat itu dengan beasiswa ini dijanjikan bebas SPP dan dapat uang saku 400 ribu per bulannya, hehe lumayan.

Setelah mendapatkan beasiswa, ternyata SPP 6 bulan pertama harus dibayarkan sebesar 7 juta rupiah. Seperti judul di atas WHAT??? Dari mana kami dapat uang sebesar itu. SPP pertama memang harus dibayar lunas dulu sehingga bisa kuliah. Walaupun akhirnya uang tersebut dijanjikan akan dikembalikan setelah dana beasiswa cair. Tetap saja waktu itu saya panik. Uang sebanyak itu susah dicari, akhirnya setelah bapak dan ibu meminjam uang, saya langsung bayarkan ke pihak kampus.

Aman??? Liat aja nanti.

Organisasi, hmmm…

Kesibukan belajar di kampus ternyata membuat jenuh juga. Saya harus cari cara agar bisa mencari pelarian yang positif. Saat itu saya ikut seleksi dua organisasi besar sekaligus yang berguna untuk soft skill saya dan relasi ke depannya. Saya memilih BEM dan Tim bantuan medis.

Ternyata seleksi di tim bantuan medis ketat dan melelahkan. Tapi karna sudah memutuskan ingin belajar kegawatdaruratan saya tidak menyerah. Walau akhirnya saya harus kehilangan sesuatu yang sangat berarti kala itu. Untuk pertama kalinya saya minum bir dan merokok. Minum bir bersama teman yang kebetulan sedang galau juga. Kami minum 1 botol bir berdua haha masalah minum saya cupu. Merokok saya hanya satu isapan saja lalu batuk dan kapok. Semenjak itu saya tidak pernah merokok.

Kondisi ini semakin membuat otak saya berpikir untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang positif. Banyak kepanitiaan saya ikuti agar pikiran-pikiran galau tidak menyelimuti. Akhirnya saya rasakan sekarang rencana Tuhan memang adalah yang terbaik. Berkat kejadian itu, saya punya teman dekat dan tahu sedikit pengalaman di berbagai kegiatan.

Organisasi menurut saya penting untuk teman-teman yang saat ini belum maupun sudah kuliah. Di sana perbanyaklah cari relasi. Dengan relasi, jujur saja saya dipermudah mengurus dokumen, mencari pekerjaan dan lain-lain. Namun, harus seimbang dengan tugas pokok kita untuk belajar.

Jangan organisasi dijadikan kambing hitam terhadap performa kuliah. Banyak yang dapat nilai bagus walau sibuk dengan organisasi.

KOAS : Enakkah?

Setelah lulus sarjana kedokteran tahun 2016, maka fase selanjutnya adalah mengikuti profesi dokter. Fase ini belajar di rumah sakit maupun puskesmas. Saya dapat bagian kardiologi/jantung pada fase pertama. Di bagian ini saya belajar bagaimana kita bisa mati kapan saja hanya dalam hitungan menit. Ya MENIT. Di lantai dua kala itu, ada seorang pasien dari daerah NTB, follow up jam 10 malam, masih stabil kondisinya bahkan asik bercerita tentang tanah kelahirannya. Saya cukup dekat dengan beliau. Namun sekitar jam 1 subuh kondisi pasien ini mengalami henti jantung dan akhirnya meninggal sekitar pukul 3 subuh.

Pernah juga saya melakukan sedikit eksperimen sederhana. Saya berdiri di dekat ruang jenazah selama 30 menit dan dalam waktu itu sekitar 3 pasien meninggal diantar oleh keluarganya ke ruang jenazah. Saya menangis seperti anak kecil yang mainannya diambil. Oh ternyata benar, nafas kita hanya titipan yang sewaktu-waktu diambil lagi.

Masa-masa koas terlalu banyak asam manisnya. Di bagian Kejiwaan banyak belajar bagaimana bersyukur terhadap situasi kita ini. Jangan sampai saya depresi karena koas. Di bagian anak semakin semangat, setiap ada anak kecil aku selalu gemas dengan senyum mereka. Walaupun pas bagian ini pula bapak saya meninggal Maret 2017 lalu.

Semenjak itu tekanan dalam hidup saya semakin meningkat. Ibu sedang hamil 4 bulan, apa yang bisa aku perbuat. Akhirnya aku dibantu oleh orang baik untuk jualan buah, nasi kuning, dan lain-lain untuk membantu ibu. Saya berdoa semoga orang ini selalu berkecukupan. Teman-teman seangkatan saya juga baik-baik sekali, saya berhutang budi kepada mereka semua.

Bersama Ibu, foto Bapak, dan adikku saat
umur 10 bulan

Lulus Ujian Dokter dan Wisuda Tanpa Bapak

Setelah koas, kami mahasiswa diwajibkan mengikuti Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD), semacam Ujian nasional saat kita SD-SMA. Astungkara saat 1 hari sebelum perayaan Nyepi tahun 2018, saya dinyatakan lulus. Jujur saja saya menangis bersama ibu, akhirnya perjuangan kami tidak sia-sia. Saya jarang menangis, tapi hari itu entah kenapa air mata mengalir tak terbendung.

Mei 2018, saya bersama kawan-kawan seperjuangan wisuda dokter di kampus. Senang bercampur sedih karena bapak kami tak tampak wujudnya menemani foto kami. Tapi saya yakin, beliau tetap hadir saat itu. Sebagai anak, saya membenci bapak karena sering mabuk dan merokok. Namun, bukan manusia namanya kalau tidak punya sisi positif dan negatif. Bapak saya sangat rajin bekerja, pagi-pagi sudah bangun untuk memetik kelapa. Rencana saya adalah saat sudah menjadi dokter, bapak akan saya pensiunkan. Tapi Tuhan sudah pensiunkan beliau terlebih dahulu.

Menjelang kematian beliau, sebenarnya Bapak sudah bisa menurunkan kebiasaan merokoknya dan minum alkohol. Saya sering memberikan ceramah agar beliau panjang umur dan bisa melihat cucu nanti maka harus stop kebiasaan tersebut agar lebih sehat. Jujur saja, saya membenci kebiasaan itu (merokok dan minum alkohol) karena sudah trauma dari kecil akan efek kebiasaan itu. Maaf kepada semuanya yang suka merokok dan minum alkohol. Bukan bermaksud menyudutkan, namun karena kebiasaan Bapak itu saya hampir tidak bisa sekolah waktu SMA dan keluarga sering terjadi percekcokan.

Terlepas dari itu, Bapak cukup baik kalau tidak dalam pengaruh kebiasaannya itu. Tahun 2006 saat hari ketiga saya indekos di Kota Singaraja kami menangis bersama karena saya homesick. Bayangkan tamat SD sudah harus indekos, biasanya satu rumah bersama sekarang harus ditemani nyamuk dan semut-semut di dinding, haha. Serius, kamar saya ada banyak nyamuk kala itu dan semut-semut mencari makanan masakan saya. Saya masak beras sendiri. Yak, Anda tidak salah baca. Saya masak beras lalu karena kurangnya pengalaman membuat nasi sering gosong, haha.

Well, berkat kerja keras bersama dan ijin Tuhan serta bimbingan guru-guru saya dari tingkat SD, SMP, SMA hingga kuliah di FK kami berhasil mencapai hingga ke tangga ini. Semoga ilmu yang dititipkan bisa berguna untuk keluarga dan masyarakat sekitar. Terima kasih. [T]

Tags: biograficeritadokterPendidikan
Previous Post

Romantisme Musik Underground Singaraja | Jejak Langkah yang Memudar dalam Skena

Next Post

Berguru Pada Brahmana Keling | Sendratari Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa

dr. Putu Sukedana, S.Ked.

dr. Putu Sukedana, S.Ked.

Founder Budiarsana Foundation, Manager BMMC, Staff Managemen Pasien RSU Kertha Usada, Mahasiswa S2 Ilmu Managemen Pasca Sarjana Undiksha

Next Post
Berguru Pada Brahmana Keling | Sendratari Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa

Berguru Pada Brahmana Keling | Sendratari Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co