31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

“My Document”, Alejandro Zambra | Bagaimana Cara Menceritakan Kisah-kisah Kecil?

Komang AdnyanabyKomang Adnyana
June 24, 2021
inUlasan
“My Document”, Alejandro Zambra | Bagaimana Cara Menceritakan Kisah-kisah Kecil?

Buku “My Document”, Alejandro Zambra | Amazon.com

Mari sedikit berhahahihi. Itu pun kalau bisa membuat hahahihi. Melucu bukan bakat saya, memang. Tapi baiklah, kita mulai saja.

Jadi begini. Ketika awal pandemi tahun lalu, banyak orang seperti punya hobi pengalihan baru untuk membunuh entah itu rasa bosan, rasa cemas, rasa gundah, dan rasa-rasa lainnya. Bonsai salah satunya. Saya termasuk orang yang kepincut dengan tanaman yang dikerdilkan ini. Bukan bonsai mewah tentunya. Bonsai kelapa (bonkla), yang sederhana dan bibitnya mudah didapatkan.

Saya ingat itu bulan Maret. Sebutir kelapa gading sisa daksina teronggok di salah satu sudut rumah. Pelepah daunnya sudah empat, cukup terlambat sebenarnya untuk menjadikannya bonsai. Akarnya sudah mencuat menerobos serabutnya dan begitu diangkat, ada aroma tanah basah yang menguar menembus hidung. Sekaligus aroma rayap yang bersarang di sana-sini.

Tapi karena saking ngebetnya ingin punya bonsai kelapa buatan sendiri, pelan-pelan saya bersihkan kelapa itu. Dari batoknya yang masih tersisa bekas-bekas serabutnya, memotong pelepah yang tua, hingga melakukan sayatan-sayatan di bagian pelepah yang satu dengan yang lain. Agar tunas yang tumbuh berikutnya bisa mengembang, dan agak menjuntai ke samping serupa bonsai pada umumnya. Sebuah pot kecil saya siapkan. Dan terwujudlah bonsai itu, yang meski masih harus menunggu waktu beberapa lama untuk memastikan pertumbuhannya.

Lalu saya ingat Alejandro Zambra, dengan novel pendeknya Bonsai. Beberapa kali saya mencoba memesannya secara online, namun stoknya kosong. Beruntung juga. Membeli buku pada masa pandemi jadi urutan kesekian setelah daftar kebutuhan utama. Saya coba-coba googling (tanpa bermaksud melegalkannya), mencoba mencari file pdf-nya. Ternyata nihil. Yang ada hanya berupa versi aslinya dalam bahasa Spanyol, bukan yang terjemahan ke Inggris. (Ketahuan sudah kalau sering memanfaatkan pencarian pdf di google, tapi tolong, demi gerakan literasi yang sesungguhnya, belilah aslinya, hargai jerih payah penulis dan penerbitnya).

Entah karena niat yang menggebu-gebu ketika itu, saya bahkan menyiapkan rencana untuk membuat esai kecil tentang bonsai ini. Judulnya pun sudah ada. Alejandro Zambra dan Bonkla Pertama Saya. Begitulah kira-kira judulnya nanti. Lalu saya akan memperlihatkan potret bonsai pertama saya itu, dengan pelepah menjuntai yang sudah mengalami pecah daun, hijau dan subur, dan akar coklatnya yang kemerahan terekspos di atas media tanam, bersanding dengan novel Bonsai Alejandro Zambra.

Sungguh, ini bukan sinisme, sindiran atau semacamnya, hanya menertawai kekonyolan diri sendiri. Percayalah, sesederhana-sederhananya manusia, naluri narsisistiknya kadang muncul juga. Serupa kanak-kanak yang tidak sabaran. Pada ending tulisan itu saya akan akhiri dengan kesimpulan: beginilah kira-kira kalau saya memaksakan menulis dua hal yang sejatinya tidak ada hubungannya sama sekali. Menyiksa si penulis sendiri sekaligus si pembaca bukan?

Lalu apa hubungannya dengan My Document? Kumpulan cerpen pertama Zambra ini ternyata didapat lebih dulu. Dan akhirnya dibaca lebih dulu. Kumcer ini menjadi buku keempat Zambra yang diterjemahkan ke bahasa Inggris pada 2015. Begitulah barangkali, dunia penerbitan, kalau sudah buku-buku sebelumnya diterjemahkan menjadi milik internasional, buku-buku berikutnya seolah tinggal menunggu waktu saja. Tapi tunggu dulu. Jangan berprasangka dulu.  

Seperti judulnya, My Document ibarat membuka folder bernama kenangan dalam sebuah komputer. Disana berderet beberapa judul serupa catatan harian yang menawarkan berbagai cerita. Kelihatannya datar, ringan, dan nyaris tanpa gejolak. Nyaris tanpa ledakan dan gaya berceritanya pun biasa-biasa saja. Kisahnya tak jauh-jauh dari kehidupan anak kecil, remaja dengan musik-musik 80-an, teman sekolah, sepakbola, pemuda dan percintaanya, suami istri berpisah, penulis serta cara pandangnya menghadapi kehidupan sehari-hari dan situasinya ketika itu.

Barangkali entah karena terpesona kepada pujian-pujian terhadap Bonsai, begitu juga dua novelnya yang lain, The Private Lives of Trees dan Ways of Going Home, saya melanjutkan membacanya, dari yang awalnya merasa bosan dan jemu. Dan benar saja, bercerita itu ternyata tak melulu soal gaya. Tak melulu harus penuh konflik yang pelik. Apakah persepsi saya sendiri yang sebenarnya sudah tak obyektif karena terditraksi oleh si Bonsai dan naluri narsisistik?

Cerpen-cerpen dalam kumcer ini memang awalnya terkesan datar. Namun menulis cerita yang terkesan ringan untuk menangkap suasana zaman dan masa yang tidak ringan ketika itu, barangkali juga perlu teknik khusus. Bagaimana caranya menceritakan kisah-kisah kecil macam cara menilai pribadi ayah, ibu, nenek dan juga anggota keluarga lain ketika bersentuhan dengan religiusitas agama (My Document), seorang teman masa kecil yang mengajarkan beberapa hal kocak dan nyeleneh termasuk menonton sepakbola, membandingkan Alexis Sanchez lebih baik dari Lionel Messi (Camilo), alienasi masa muda dengan pencarian jati diri dan relasi sosialnya (Long Distance), dengan tanpa konflik atau ketegangan yang berapi-api tapi tetap menarik?

Bagaimana kemudian cerita-cerita yang datar dan ditulis dengan nuansa agak bercanda itu menjadi solid meski kita beranggapan seolah tidak ada daya ungkap yang membuat masalahnya jadi terkesan urgen di dalamnya?

Menyampaikan yang berat dengan menyatukannya dalam keringanan. Barangkali itulah kelebihan Zambra dengan cerita-ceritanya. Dia benar-benar menangkap momen-momen dari sudut pandang orang yang seolah-olah sedang membuka memorinya, nyaris menyerupai gaya bercerita otobiografis, yang dekat dan akrab. Di saat bersamaan berbaur juga kreasi dan invensi-invensi yang sulit dibedakan dengan kenangan nyata yang sesungguhnya. Jarak inilah yang sekaligus menjadi keunikan tersendiri karena di satu sisi cerita-cerita ini seolah dekat, tapi di sisi lain bisa disadari bahwa apa yang dituliskannya bukan semata-mata sebuah upaya seseorang membongkar dokumen kenangannya yang tersimpan rapi dalam memori komputernya.

Kalau ada konflik-konflik zaman dan nuansa politik penguasa diktator yang tersirat di dalamnya, setelah atau selama era Pinochet, Zambra bermain dari sisi dampak personalnya melalui karakter-karakter tokohnya, yang bervariasi dari rentang usia, dan dalam skala kehidupan serta profesi mereka masing-masing, tanpa memaksakannya seperti sebuah tempelan atau gugatan belaka. Dia seperti meneropong kejadian yang telah berlalu lama, namun mendekatkannya dengan mengembalikannya lewat memutar ulang memori itu. Sesungguhnya dia perekam yang sangat ulung sekaligus pemutar yang terampil.

Salah satu cerpen favorit saya dari kumcer ini, True or False misalnya. Yang dibicarakannya pada intinya soal kesendirian. Pasca memutuskan berpisah, mantan sepasang suami istri harus mengasuh anaknya secara bergiliran. Si anak harus pindah dari rumah si ibu ke rumah si bapak secara bergantian. Dan ceritanya justru beranjak dari seekor kucing yang beranak, yang kemudian ujung-ujungnya jadi rebutan juga. Dialog-dialognya sangat apa adanya namun kuat. Kocak. Sesekali membuat tersipu sekaligus ironik.

Topik perpisahan yang sama tersaji dalam Memories of a Personal Computer. Benar saja, ceritanya memang dimulai dari sejarah kepemilikan komputer si karakter utama. Setelah beberapa halaman berkutat dengan komputer, awal-awal masa kemunculannya pada 2000-an, lengkap dengan internet yang mulai berkembang, hubungannya dengan seorang gadis, ternyata bukan disitu letak persoalan yang diceritakan. Zambra mengungkap kealfaan akan sebuah hubungan dengan cara penulisan yang memang menunjukkan kealfaan itu sendiri.

Caranya sederhana saja dan dimaklum-maklumkan saja. Setelah nyaris dalam delapan halaman tak sedikit pun disinggung, si tokoh kecil ini tiba-tiba dimunculkan di saat tokoh utama Max dan Claudia membuat akun profil baru di komputernya.

Deskripsinya kurang lebih cukup begini: …dan bahkan akun simbolis ketiga, atas permintaan Claudia, untuk Sebastian, putra Max. Iya, ini sungguhan, seharusnya dia muncul lebih awal – bahkan ini sudah berlalu lebih dari dua ribu kata baru dia muncul – tapi memang, Max seringkali lupa dengan keberadaan anak ini: dalam beberapa tahun ini dia hanya menemuinya sekali, itu pun hanya selama dua hari. Kurang datar apa coba?Sementara buat para penyuka satire sekaligus tragik komedi, dua cerpen terakhir boleh jadi pilihan, Family Life dan Artist’s Rendition.

Lantas bagaimana nasib bonsai kelapa saya dan Bonsai-nya Zambra kemudian?

Saya tetap belum membaca novel pendek yang katanya bagus ini dan cikal bakal masuknya Zambra dalam peta sastra Chili, bahkan dunia. Sementara untuk bonsai kelapa pertama saya, setelah sekitar sembilan bulan, tanpa sempat mengalami pecah daun, berakhir juga dengan menjadi penghuni tegalan bersama sampah lainnya. Tunasnya awalnya layu, kekuningan, lalu berubah merah, mengering, diikuti daun-daun pada pelepah lainnya, yang juga mengering, kecoklatan.

Akarnya mengisut, kering, meski sudah saya coba siram-siram dan semprot-semprot, tetap tak berhasil. Berikutnya sebelum seluruh daun dan pelepah-pelepahnya kering kerontang, pokok batangnya yang harusnya menempel ke ujung batok kelapa tempat awal tunas kecil itu tumbuh, juga terlepas. Potel. Pokok pohon dan batok kelapanya terpisah, dan tidak bisa diselamatkan lagi. Akar-akarnya pun tak berdaya, makin mengisut, mengisut hingga benar-benar kehilangan daya hidup. Lalu mati.

Barangkali bonsai ini mengerti, pemiliknya masih teramat sangat narsisistik. Jadi dia memilih mengorbankan dirinya demi menyadarkan si pemilik. Amboi, sungguh pengandaian yang baperan kata anak sekarang. Tapi bisa jadi sungguhan. Lihat saja ulasan My Document-nya sendiri hanya sembilan paragraf. Apa yang hendak saya ceritakan sebenarnya? Ketergesa-gesaan? Hahahihi? [T]

Tags: Alejandro ZambrabonsaiBukuceritaCerpenresensi bukusastra
Previous Post

Komang Ego | Kabur dari SD, Mengemis, Jual Gelang, Sekolah Lagi, Juara Olimpiade

Next Post

Hidup Made Parti untuk Ikan Hias | Menyelam di Laut Desa Les, Menyelam di Wakatobi

Komang Adnyana

Komang Adnyana

Penikmat cerita, yang belajar lagi menulis cerita.

Next Post
Hidup Made Parti untuk Ikan Hias | Menyelam di Laut Desa Les, Menyelam di Wakatobi

Hidup Made Parti untuk Ikan Hias | Menyelam di Laut Desa Les, Menyelam di Wakatobi

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co