Hidup Made Parti seakan-akan diabdikan sepenuhnya untuk urusan ikan hias. Ia lahir di tengah keluarga nelayan ikan hias di Dusun Penyumbahan, Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng, Bali, 42 tahun lalu.
Kakeknya nelayan ikan hias, ayahnya nelayan ikan hias. Kini ia jadi generasi ketiga yang menggantungkan hidup pada ikan hias. Darahnya memang darah nelayan. Waktu kecil ia secara otomatis bisa berenang dan menyelam di lautan, tanpa belajar.
Alam mengajari Made Parti, tentu saja. Desa Les, tempatnya lahir dan tinggal, adalah wilayah berbukit dan sekaligus memiliki sekitar 2 kilometer garis pantai dengan pasir hitam berbatu-batu. Dan Dusun Penyumbahan ialah area dengan wilayah pantai terpanjang, hampir seperempat dari panjang garis pantai yang dimiliki Desa Les dengan sembilan dusun ini.
Made Parti memulai petualangan dengan dunia nelayan ikan hias sedari kelas tiga sekolah dasar, ketika umurnya masih sembilan tahun. Dengan berbekal potassium sianida, ia menyelam setiap sore sepulang sekolah. Cairan potassium disemprotkan, lalu tertangkaplah ikan-ikan hias di lautan.
Ikan hias itu dijual dan lumayan menambah uang saku pada masa itu. Harga ikan hias favorit saat itu, seperti Angel Batman, harganya Rp.250- 300 per ekor. Makin asyiklah ia menyelam, makin ahli juga ia menangkap ikan hias.
Petualangan Laut Hingga ke Wakatobi
Nelayan ikan hias di Desa Les sejak dulu memang terkenal suka bertualang. Mereka tak hanya mencari ikan hias di peraian Desa Les dan sekitarnya, namun juga ke perairan di pulau-pulau yang jauh, seperti di peraiaran Nusa Tenggara hingga Sulawesi.
Sekitar tahun 1995, ketika usianya sekitar 16 tahun, ia nekat ikut bertualang memburu ikan hias di lautan lepas lintas pulau. Saat itu ia bergabung dengan nelayan ikan hias lain, naik kapal (dalam istilah lokal disebut janggolan) menuju Kepulauan Selayar. Kapal itu ditumpangi dua puluh nelayan dengan satu juru kemudi (nakhoda).
Dari Desa Les mereka melaju di tenha laut menuju perairan Desa Kayuadi di Kepulauan Selayar, Sulawesi. Jalur itu adalah jalur pertama yang dilalui Made Parti dan pertama kali juga melakukan penyelaman di perairan pulau yang jauh dari desanya.
“Selama tiga hari tiga malam perjalanan. Di tempat itu menyelam selama lima sampai enam hari,” kata Made Parti.
Jadi, sampai balik lagi ke Desa Les, perlu waktu sebelas sampai dua belas hari. Mabuk laut hebat ketika memasuki Selat Lombok. Sungguh menyakitkan. Sambutan gelombang sampai di atas kapal adalah hal yang lumrah dialami nelayan. Dan Made Parti tak menyarah. Ia tetap bertualang pada hari-hari berikutnya.
Lombok , Gorsi di Sumbawa, Wakatobi (Wanci, Kalidupa, Tomia, Binongko), Flores, Kepul;auan Lambata, Kepulauan Marica, melalui Labuan Bajo, Kepulauan Sape, sampai Kepulauan Sanghyang, adalah spot penyelaman rutin yang secara rutin dikunjungi Made Parti, jauh sebelum keindahan tempat ini terkabarkan seperti saat ini.
Aktif di Konservasi Biota laut
Mulai tahun 2000 terjadi perubahan mendasar yang dilakukan para nelayan ikan hias di Desa Les, terutama perubahan pada alat dan bahan yang digunakan untuk menangkap ikan hias.
Pada masa-masa itu para nelayan mendapatkan pengetahuan yang penting bahwa penggunaan potassium sianida untuk menangkap ikan bisa merusak lingkungan laut. Untuk itu, para nelayan secara perlahan beralih dari penggunaan potasium sianida ke jaring untuk menangkap ikan hias. Pada tahun 2003 semua nelayan ikan hias memakai jaring.
Beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) secara estafet mengedukasi para nelayan ikan hias , termasuk Made Parti. Edukasinya, dari proses sertifikasi nelayan sampai pada level pelatihan untuk tujuan konservasi. Pelatihan saat itu diberikan LSM Bahtera Nusantara (2004) , MAC (Marine Aquarium Council).
Dan tahun 2008 sampai sekarang Made Parti ikut melakukan proses edukasi melalaui sejumlah LSM yang mengurus soal lingkungan laut. Dari pelaku ia menjadi pengedukasi bahaya penggunaan potasium sianida. Dalam urusan menyelam ia juga sudah mengantongi sertifikat Dive Master.
“Apa yang kita perbuat kita sadari dan semua adalah perjalanan dan selalu ada kesadaran pada setiap hal,” katanya.
Made Parti kini tetap melakukan perjalanan lintas pulau. Jika dulu menyelam untuk mencari ikan hias, kini ia berkeliling memberikan pelatihan ke beberapa daerah di Indonesia, seperti Bangsering Banyuwangi, Jawa timur, Kepulauan Seribu (Pulau Panggang), Lampung (Pulau Pahawang), Padang, Bungus di Sumatera Barat, hingga Kepulauan Mentawai,
Selain itu juga ke Makasar Pangka Kene Kepulauan (Pulau Badi dan Sarapo Keke, Balang Lompo), Kendari, Buton (Pulau Siompu) sampai Sulawesi Tengah (Kepulauan Banggai).
“Pengalaman dan perjalanan adalah samudera kehidupan,” kata Made Parti. [T][Editor: Adnyana Ole]
___