Kebahagiaan adalah hal-hal yang kerap menjadi derita. Kita selalu berusaha untuk memiliki sesuatu atau berkompetisi mencapai titik tertentu. Kita kuyup dalam persaingan di ajang pemilu, unggahan sosial media, PNS, atau saling cepat menikah. Seakan-akan semua itu adalah tolok ukur kebahagiaan. Namun, kebahagiaan adalah gas, dapat terasa tapi tak mampu digenggam. Apa yang bisa digenggam bila kematian demi kematian melintas? Novel Gas karya Nanoq da Kansas terbitan Bali Kauh Publishing, mampu membuat kita memahami arti sebuah kebahagiaan serta makna kematian dalam ruang hiruk pikuk politik.
Novel Gas adalah sekuel dari Novel Plitik yang telah terbit pada Maret, 2019. Secara garis besar, kedua novel ini mengangkat isu sosial politik. Novel Plitik (bisa baca: https://tatkala.co/2019/03/30/paradoks-politik-dan-etnisitas-dalam-novel-plitik-karya-nanoq-da-kansas/) cenderung sebagai bentuk gugatan terhadap ketidakadilan yang terjadi di tanah air dikemas secara kritis, satir, namun ringan. Kisahnya berawal dari percakapan kakek dan cucunya. Tokoh kakek merupakan tokoh politik yang disegani. Alur pun berjalan saat pergunjingan yang terjadi dengan Dagang Es Serut. Tokoh itu menjadi pematik berkembangnya cerita yakni pada saat dagang tersebut ketahuan memiliki stiker salah satu capres dan berlanjut sampai insiden penabrakan.
Cerita Dagang Es Serut itu pun berlanjut di novel Gas tentang kronologi kematiannya yang terasa istimewa karena menjelang pemilu. Novel ini diawali dengan pembahasan seekor kucing beserta calon presiden. Ini cukup menarik. Kehadiran tokoh kucing mampu mengembangkan alur. Mulai dari kucing yang diperdebatkan, kucing yang menjadi penyebab pembunuhan, dan kucing yang menjadi saksi kematian. Personifikasi semacam ini muncul sebagai perspektif baru. Biasanya, pembahasan tentang politik tidak jauh dari tikus, buaya, atau kecebong.
Meski sama-sama berlatar politik, Gas masih memiliki tema yang lebih sublim mengenai upaya menggenggam kebahagiaan. Psikolog Alfred Alder menyatakan bahwa tujuan dari sikap kita adalah sebuah nilai kebahagiaan yang terletak dari perasaan sosial. Tiga konsep kebahagiaan ini adalah (1) penerimaan diri (2) keyakinan pada orang lain (3) kontribusi terhadap orang lain. Gagasan ini muncul sebagai bentuk dan teknik penulisan dari novel Gas. Ketiga poin di atas, bisa ditelesik dari teknik penulisan di setiap bab. Menariknya, judul-judul bab dibuat sangat puitik. Cinta yang tulus di dalam hatiku bersemi karenamu judul bab ini menjadi pembuka hal-hal romantik tentang calon presiden, kucing, aktivis, hingga pemulung.
Upaya Penerimaan Diri
Sapardi Djoko Damono (2020) menjelaskan bahwa sastra bukanlah sekadar pencerminan masyarakat; sastra merupakan usaha manusia untuk menemukan makna dunia yang semakin kosong dari nilai-nilai sebagai akibat adanya pembagian kerja. Penemuan makna tersebut bisa dilihat pada penggalan berikut,
Dalam pelukan, seorang anak kecil bisa menjadi siapa saja. Dalam pelukan, seorang anak kecil bisa menjadi anak, menjadi sahabat, menjadi malaikat. Dan malaikat ini menahan tumpah air mataku (hal. 92).
Penggalan tersebut tersirat makna dari sebuah pelukan. Pemaknaan ini sebagai bentuk penerimaan diri terhadap derita yang dialami. Perspektif anak kecil ini membawa kedamaian di tengah carut marut intrik politik.
Dengan sering tersenyum berarti kita murah senyum. Murah senyum bukan berarti kita orang murahan. Kalau kita tersenyum kepada hidup dan kehidupan barangkali hidup kita terasa lapang. (hal. 79).
Penerimaan diri pada paragraf ini terlihat saat kita mampu tersenyum dalam berbagai jenis situasi. Nanoq seperti menggambarkan bahwa masalah ternyata hanya perlu diberikan senyuman untuk melepaskan ketegangan. Terlebih pada penggalan berikut,
Sudah lama bahkan aku belum pulang. Mungkin karena aku tersesat dan lupa arah menuju pulang. Sampai sore tadi sebuah mobil sedan menabrakku dari belakang. Kepalaku pecah. Aku belum bisa pulang. (hal.103).
Jadi, gerobak es serutku berada sebelum peti mati. Maka, dengan gerobak es serut ini, aku ikut memelihara negeriku yang besar ini. (hal.76).
Kedua paragaf di atas adalah perenungan atas penerimaan diri dan penyerahan terahadap apapun yang terjadi. Selain itu, kemunculan Dagang Es Serut ini cerminan pekerjaan rakyat yang jauh dari sorotan namun menjadi korban perpolitikan.
Keyakinan Kepada Orang lain
Grebstein (1968) menyebutkan bahwa karya sastra tidak dapat dipahami selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkan. Gagasan yang ada dalam karya sastra sama pentingnya dengan bentuk dan teknis penulisannya.
Gagasan yang ditawarkan Nanoq pada novel Gas ini cukup experimental. Maka, tidak salah bila Robbe Grillet berpendapat bahwa eksperimen itu sahih sebab melalui bentuk itu kenyataan zaman bisa lebih dijelaskan. Nanoq mengupayakan sebuah narasi yang tak terduga sebagai upaya menyuarakan aspirasi masyarakat. Selain itu, ada banyak repetisi untuk penegasan terhadap ide. Seperti penggalan paragraf berikut,
Kerena senyum tidak (belum) dilarang, maka marilah kita tersenyum. Marilah kita tersenyum saat berkawan. Marilah kita tersenyum saat bekerja. Marilah kita senyum saat kelaparan. Marilah kita tersenyum melihat bagaimana negara ini diatur oleh para pemimpin kita. (hal.77).
Penggunaan kata ‘marilah kita tersenyum’ menguatkan paragraf ini dan memunculkan sindiran-sindiran halus kepada pemerintah. Inilah ciri khas teknik penulisan Nanoq da Kansas, repetitif, satir, dan ekspresif.
Ia akan menjual baliho bekas itu. Uangnya akan ia tabung untuk membeli sepeda motor hitam seperti yang digunakan pak presiden dulu “Pada saatnya nanti aku akan keren seperti pak presiden” gumamnya pada diri sendiri (hal. 55).
Sebuah keluarga, adalah sekumpulan persoalan-persoalan yang kita sepakati bersama. Di samping itu, sebuah negara juga adalah sebuah rumah sakit jiwa yang kita besarkan bersama. Dan, sebuah keluarga adalah bilik rumah sakit jiwa yang kalian sertifikasi atas nama berdua menjadi hak kelola. Semoga kalian berbahagia!” kata Kakek memberi wejangan (hal.45).
Kedua paragraf di atas adalah sebuah gagasan Nanoq yang membicarakan hal-hal miris di negeri ini. Kehadiran tokoh pemulungan lalu dikontraskan dengan tokoh Kakek sangat unik. Perspektif pemulung yang hanya mencita-citakan sepeda motor agar sama seperti idolanya yakni persiden, kemudian berlanjut pemaknaan sebuah pernikahan yang tak beda halnya dengan sebuah negara.
Kontribusi Terhadap Orang Lain
Gagasan-gagasan Nanoq pada novel Gas ini tidak sebagai bentuk propaganda, melainkan sebuah kesadaran berkontribusi terhadap orang lain. Saling empati, saling berbagi. Sejalan dengan Sapardi Djoko Damono (2020) kegiatan kreatif seorang pengarang, sebagai anggota masyarakat, ada hubungannya dengan kehidupan sebagai man of action ‘manusia tindakan’. Maka, setiap konflik yang dihadirkan di novel Gas adalah tindakan Nanoq untuk berkontribusi terhadap kesadaran sikap berpolitik masyarakat. Seperti pada paragraf berikut,
Marilah berderma dengan senyum. Dermakan senyum kita kepada orang-orang melarat. Dermakan senyum kita kepada terpidana. Dermakan senyum kita kepada para teroris. Dermakan senyum kita kepada para pejabat yang karena sibuk sekali jadi lupa diri (hal.78).
Kawasan permukiman para pemulung itu dihias sedemikian rupa oleh para tetangga. Berbagai barang bekas dan barang rongsokan disulap dan ditata sedemikian rupa sehingga menjadi ornamen-ornamen seni bernilai tinggi di sekitar pelaminan (hal.44).
Ada juga yang mendesaknya dengan alasan bahwa kondisi sosial masyrakat tradisional saat ini sudah sangat individual sehingga perlu dibuatkan semacam tempat pertemuan nonformal yang kalau bisa suasananya agar seperti di rumah sendiri (hal.5).
Ketiga potongan paragraf di atas adalah upaya masyarakat saling berbagi dan saling berkontribusi satu sama lain. Hal-hal yang terasa sangat individual, seperti halnya senyuman, pelaminan, dan ruang pertemuan nyatanya mampu mewujudkan sikap-sikap sosial.
Novel Gas sangat menarik karena banyak hal-hal baru yang disajikan Nanoq da Kansas.
Pertama, penokohannya dari sudut pandang Dagang Es Serut. Meskipun sebenarnya tidak ada tokoh tunggal yang mendominasi. Penokohan ini mungkin strategi Nanoq untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru dalam pembentukan tokoh seperti halnya pula kehadiran tokoh kucing, anak-anak lugu, fans band, dan aktivis binatang.
Kedua, tempo yang dinamis. Novel gas ini hadir dengan tempo yang cepat di tandai oleh banyak tokoh yang bermunculan dengan respon-respon satir. Respon yang singkat antartokoh membuat novel ini terasa kegentingannya terlebih bentuk repetitif banyak hadir untuk penegasan konflik. Ketiga, terdapat potongan-potongan puisi dan potongan cerpen yang menjadi penguat emosi. Ada baiknya bila novel ini lebih mendominasikan pendeskripsian tokoh, latar tempat, dan penggambaran situasi yang lebih detail.
Novel Gas karya Nanoq da Kansas berpotensi dialihwahanakan menjadi naskah drama, naskah monolog, atau dalam bentuk pertunjukan teater. Gas adalah sebuah upaya eksperimen menyuarakan pendapat, cerminan dari kegelisahan masyarakat, dan keberanian untuk memaknai kebahagiaan. [T]