20 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Benten+62

Benten+62

“Kolaborasi Apa Adanya” | Catatan Pra Release Benten+62

Agus Noval Rivaldi by Agus Noval Rivaldi
March 15, 2021
in Esai

Pada masa-masa seperti sekarang ini, produktifitas pasti dipertanyakan. Ditambah lagi bagaimana kita mengidentitaskan diri sebagai seorang “sok seniman”. Yang artinya sebagian kawan atau orang yang mengenal kita akan mempertanyakan suatu hal yang lumrah. Misal dengan pertanyaan, “ada projek apa sekarang?”, atau “eh, Guk gimana Teater Kalangan? Ada garapan apalagi sekarang?”. Pertanyaan-pertanyaan itu bakal lumrah ditanyakan oleh teman dekat kita ketika bertemu. Baik dari lintas disiplin manapun. Yang akhirnya mau tidak mau sebagai seorang yang bergerak dibidang kesenian selalu mencari jawaban yang benar-benar “nyeniman”.

Sebagai sebuah pertanggungjawaban atas diri sendiri dan juga atas kelompok. Saya akhirnya menjaga diri tetap awas jika suatu waktu bertemu teman dan pertanyaan itu keluar. Akhirnya haus produktifitas terjadi. Ditambah lagi dengan situasi seperti ini. Jarang ada konser musik, pentas teater dan kegiatan nyeni lainnya. Sebagai orang yang sering berkegiatan di arena kultural seperti ini keresahan pasti timbul. Mencari kemungkinan lain untuk menjaga ide-ide kreatif tetap ada.

Kemudian mulai menalaah lebih jauh lagi. Apa yang sekiranya bisa dilakukan di situasi seperti ini? Membaca diri pada hari ini. Apa saja kecendrungan kegiatan yang sering dilakukan saat masa-masa sulit seperti ini. Akhirnya saya menemukan jawaban. Belakangan ini saya sering mendengarkan musik, menonton arsip pertunjukan teater, dan lain sebagainya. Sebagai sebuah perasaan rindu terhadap kegiatan di hari-hari normal. Banyak ide yang kemudian muncul dan mengendap di kepala. Ingin buat ini itu di saat nanti pandemi sudah berakhir. Tapi adakah kemungkinan lain yang bisa direalisasikan dari ide-ide yang mengendap belakangan ini?

Kalaupun nekat sepertinya bisa saja saya membuat sesuatu dan mengadakan acara dengan memanfaatkan situasi seperti sekarang. Saat segala pertemuan dibatasi. Saat segala pertemuan memiliki kapasitas yang distandarisasi. Memaksakan diri untuk membuat sesuatu dan bertemu oleh publik yang banyak, memang mustahil terjadi belakangan ini. Ibarat menjemput kematian dengan sengaja. Ternyata banyak pula kemungkinan buruknya yang mesti ditawar.

Tapi jika kemudian dibaca ulang, ada cara bertemu dengan publik luas tanpa harus melakukan pertemuan dan mendatangkan massa yang banyak. Membaca seberapa jauh akhirnya media sosial mencapai ruang-ruang pribadi kawan sekitar. Bahkan lebih, dia bisa mengakses dan muncul pada beranda orang yang bahkan tidak kita kenal. Katakanlah misalnya Instagram, Youtube, Twitter dan aplikasi lainnya. Yang sangat membantu kita untuk bertukar kabar lewat dunia maya. Pada hari ini segala kegiatan dan waktu kita hampir habis berada di depan smartphone pribadi kita. Saya mulai membaca ulang bisakah pengendapan ide kreatif saya menyentuh ruang-ruang itu?

Apalagi di saat kelompok sendiri sedang menyiapkan sesuatu yang panjang, saya pribadi butuh sebuah tantangan tersendiri sebagai angin segar. Sembari menjalankan apa yang sedang disiapkan oleh kelompok pada waktu mendatang. Apa yang dapat saya lakukan dalam waktu dekat ini? Berkolaborasi. Kolaborasi yang melibatkan pertanggung jawaban individu tanpa melibatkan kelompok. Walaupun pada akhirnya orang akan tetap membaca saya sebagai bagian dari Teater Kalangan. Kebetulan waktu itu teman saya Hendra Harmanda atau yang akrab saya panggil Ginting, menghubungi untuk mengajak kolaborasi.

Ginting memiliki sebuah grup band bernama Benten+62, sebuah band bergendre rock alternative asal Denpasar. Yang beranggota 4 orang anak muda mahasiswa yaitu Ginting (Vocal/Gitar), Dona (Gitar), Edo (Bass), dan Acong (Drum). Ginting dan bandnya hendak merilis sebuah single yang ingin dijadikan bentuk film pendek, atau video clip. Ginting kemudian menguhubungi saya untuk mengisi peran dalam video clipnya. Saya mengiyakan. Ternyata, tidak hanya mengisi peran dalam video clip saja. Tapi saya juga ditugaskan untuk mengisi vokal utama dalam lagu tersebut.

Bertanya saya kepadanya, “liriknya mana, Ting?”. Dia menjawab dengan nada yang santai, “kau dah yang buat, Guk.” Saya kaget bukan kepalang, apa-apaan saya yang notabene tidak punya latar belakang menyanyi dan menulis lirik kemudian dimintai pertanggung jawaban atas hal ini. Tapi Ginting tidak melempar hal itu dengan begitu saja. Dia tetap mendirect seperti seorang sutradara dalam sebuah pementasan teater. Dia intens mengajak saya untuk bertemu. Membicarakan segala konsep yang hendak direalisasikan oleh ide-idenya. Sebagai orang yang diajaknya dalam penggarapan ini tentu menempatkan diri bak gawang yang menerima segala idenya.

Kemudian setelah beberapa pertemuan akhirnya kami merasa bahwa bentuk kasar dalam apa yang hendak dibuat sudah terbayang dalam pikiran. Kemudian pengembangan ide pasti terjadi. Bagaimana sudut pandang memandang ide awal itu pasti memiliki perkembangan antara saya dan Ginting. Ide memang harus terus berkembang sampai nanti penggarapan berlangsung. Kemudian selang beberapa hari Ginting kembali mengabarkan bahwa akan mengajak salah satu teman nongkrong kami untuk ikut dalam kolaborasi ini. Galih, seorang mahasiswa Sastra Indonesia teman kampus Ginting. Tergabung dalam penggarapan ini sebagai orang yang nanti mengatur pengambilan gambar dan video.

Artinya, kini ada tiga kepala dan satu ide. Yang kemudian menjadikan ide awal yang disepakati menjadi berhamburan kesana kemari. Segala macam reverensi masuk. Sagala macam bentuk diceritakan sesuai pengalaman antara kami memandang video clip sebuah band. Tapi dari segala percakapan soal ide awal yang kini sudah jauh berkembang, akhirnya kami harus menyadari bahwa ide tersebut tidak bisa kami biarkan begitu saja ejakulasi.

Kami harus dengan sadar mendisiplinkan diri untuk mengetahui batasan-batasan ide. Kami seolah harus memberi pagar dalam semua ide yang diutarakan. Akhirnya kami menyepakati konsep sederhana yang hendak kami garap. Kami menghabiskan waktu dua minggu untuk sekedar membicarakan ide tersebut. Intensitas pertemuan di antara kami terawat dijaga. Hampir setiap hari kami berusaha bertemu walau hanya 1-2 jam untuk membicarakan penggarapan mendatang.

Menyatukan sebuah gagasan dengan sudut pandang berbeda-beda memang sangat tegang sekaligus seru. Bagaimana menyampaikan suatu gagasan dari lintas disiplin yang biasa intens dilakukan. Seperti saya yang berlatar belakang sebagai aktor dalam sebuah kelompok teater. Ginting sebagai anak band yang berkutat pada musiknya. Dan Galih seorang mahasiswa Sastra yang tidak sastra-sastra banget, yang berusaha menampung ide antara kami untuk divisualkan.

Saya rasa letak kolaborasi itu berada pada titik ini. Bagaimana kami dengan latar belakang yang berbeda tidak saling tumpang tindih dalam mengambil keputusan. Menyusun segala persiapan dengan pertanggung jawaban yang pasti. Agar kemudian jika nantinya yang kami lakukan dipertanyakan oleh teman atau kalangan manapun, pertanggung jawaban atas karya itu ada.

Beberapa waktu mendatang kami akan merilis sebuah video clip untuk band Benten+62, berkolaborasi bersama saya dan Galih. Berjudul “Penguntit”, yang lirik kami tulis dengan kesepakatan bersama dan mengalami perombakan yang berulang. Penempatan dan pemilihan ruang yang kami jadikan set utama dalam video clip-pun telah kami sepakati bersama. Bagaimana kostum dan segala simbol lainnya sudah kami pikirkan dengan matang. Tapi pada catatan pra realese ini saya tidak akan mengintervensi para penonton. Kami biarkan apa yang kami godok bersama menjadi sebuah hidangan yang dinikmati publik. Kami tidak akan memberitahu resep yang ada dalam tiap detik lagu dan video clip nanti. Kami biarkan hal tersebut terjadi begitu saja pada pikiran penotnon. Tapi sebagai sebuah pertanggung jawaban, nantinya akan ada juga catatan paska realese. Itupun kami susun bukan untuk membunuh segala interpretasi penonton paska menonton video clip “Penguntit”. Tapi yang sudah kami sepakati, itu hanya sebuah pertanggung jawaban kami dari tiap kolaborator dalam merealisasikan maksud dan idenya.

Menceritakan ketegangan dalam ruang diskusi dalam penggarapan video clip tersebut. Video clip “Penguntit”, tidak seseram dan setegang bagaimana catatan pra realese ini ditulis. Kami menggarapnya dengan sebegitu sederhana. Alat yang apa adanya, ruang yang apa adanya. Segala yang apa adanya. Dan hasil yang apa adanya.

Setidaknya di antara kami sama-sama puas ketika ide itu menjadi berguna. Ya walaupun sekali lagi jika nanti hasilnya apa adanya, dinikmati saja. Karena memang begini adanya. Catatan inipun ditulis apa adanya. Tidak menggebu-gebu. Sebagai penutup, FYI nantikan video clip “Penguntit” dari Benten+62, berkolaborasi dengan Agus Noval Rivaldi salah satu anggota dari Teater Kalangan dan AA Gita Galih Gumalang seorang mahasiswa Sastra Indonesia yang tidak sastra-sastra banget.

Untuk info lebih lanjut, teman-teman bisa pantau media massa Benten+62. Di akun Instagramnya : bentenofficials, Twitter: @bentenofficials dan karya-karya dari Benten+62 dapat didengarkan di Spotify: Benten 62, Soundcloud: BENTEN+62, dan digital platform lain kesayangan kalian. Salam 😊 [T]

Tags: Benten+62Teater Kalangan
Agus Noval Rivaldi

Agus Noval Rivaldi

Biasa dipanggil Aguk. Asal Singaraja, Buleleng. Semenjak tahun 2017, diajak kakaknya Heri Windi Anggara hijrah ke Denpasar biar ga kena pergaulan bebas. Kini aktif di Teater Kalangan.

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi dari penulis
Dongeng

Si Manusia Kodok

by I Ketut Suar Adnyana
April 17, 2021
I Gusti Putu Rakadhanu (kiri) dengan moderator Made Sugianto dalam workshop Lagu Pop Bali di Taman Budaya Denpasar
Kilas

Riwayat Lagu Pop Bali, Di Denpasar AA Made Cakra, Di Singaraja Gde Darna

Parade Lagu Daerah Bali selalu menjadi salah satu primadona di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) setiap tahunnya. Untuk memantapkan parade ...

March 13, 2020
Tobing Crysnanjaya || Ilustrasi tatkala.co || Nana Partha
Esai

Tentang Kopi [1] – Menjadi Bule di Buleleng

Bak “Buta tumben kedat” (orang buta tumben melihat), peribahasa Bali ini bisa menjadi pembuka dari cerita singkat saya berkenalan dengan ...

June 24, 2020
Esai

BALAH

Edisi 2/9/2019 KOPLAK tidak suka jika hidupnya terlalu banyak diatur, hal inilah yang saat ini jadi masalah yang membuatnya selalu ...

September 2, 2019
Sanggar Seni Kelakar di Festival Seni Bali Jani
Esai

Relasi Tubuh Sanggar Seni Kelakar dengan Puisi Sungai Karya Kim Al Ghozali

“Alih media dari teks ke pertunjukkan” dan juga “Meng-adegankan puisi dalam bentuk drama” itulah dramatisasi puisi menurut Desi Nurani pembina ...

November 5, 2019
Pak Subur pegang senso. Foto: Aryana
Peristiwa

Pejabat adalah Relawan – Melihat Pak Subur Bikin Toilet di Posko Pengungsian

  BEGITU status Gunung Agung ditingkatkan ke level akhir, yakni level Awas, maka zona 12 kilometer dikosongkan. Warga mengungsi ke ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Dok Minikino | Begadang
Acara

[Kabar Minikino] – Indonesia Raja 2021 Resmi Diluncurkan Untuk Distribusi Nasional

by tatkala
April 17, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Gejala Bisa Sama, Nasib Bisa Beda

by Putu Arya Nugraha
April 13, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (69) Cerpen (163) Dongeng (14) Esai (1456) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (353) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (343)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In