31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

CK, Nyepi dan Ogoh-Ogoh

Wayan SumahardikabyWayan Sumahardika
March 13, 2021
inEsai
Siasat Kerja Panggung Digital

Wayan Sumahardika [ilustrasi tatkala.co | Nana Partha]

Sewaktu SMA, ada candaan yang sempat populer di kalangan pelajar di Denpasar dalam merespon CK (circle K) sebagai tempat nongkrong anak muda 24 jam nonstop. Apabila semua tempat telah tutup, sementara kita masih ingin nongkrong, maka CK adalah jawaban paling tepat mengatasi masalah. Sebab CK selalu akan buka kapanpun, bahkan jika dunia kiamat. Yang mampu membuatnya tutup cuma satu: Nyepi! Terlebih, apabila CK berada pada jalur lintas ogoh-ogoh pada hari pengrupukan (sehari sebelum Nyepi), maka bisa dipastikan CK akan menutup lapaknya lebih awal dibarengi CK-CK lainnya.

Ketahanan CK yang terus menerus buka nonstop tentu patut diacungi jempol. Namun Nyepi yang mampu membuat CK tutup tak kalah jempolnya. Saya sengaja menyandingkan Nyepi dengan CK—bukan Nyepi dengan mall-mall, bandara, pelabuhan dan ruang publik lainnya—lantaran ada relasi yang saling tarik menarik antarkeduanya. Jika CK adalah ruang, maka Nyepi adalah waktu. Sebagai sebuah ruang, CK—serta minimarket sejenisnya—senantiasa hadir dalam keseharian. Kehadiran CK mampu menggeser posisi balai banjar sebagai tempat berkumpul anak muda Bali di masa lalu. Sementara Nyepi adalah waktu mengingatkan anak muda ini pulang menuju rumah. Berkumpul bersama keluarga untuk merayakan Catur Brata Penyepian.

CK membuka ruang pertemuan, dimana orang-orang bisa berkenalan satu sama lain hanya karena duduk di kursi yang sama; meminjam korek api; berpapasan di toilet; mengantri ketika kasir kebingungan mencari uang kecil untuk kembalian atau ketika sepasang kawan berjanji bertemu di depan CK, mengajak kawannya yang lain, lalu kawannya yang lain mengajak kawannya yang lain lagi, begitu seterusnya. Sedang Nyepi, justru berusaha menyekap akses ruang pertemuan ini. Menyediakan waktu bagi setiap orang untuk berkumpul intim dengan keluarga, menyediakan waktu renung buat bercakap dengan diri sendiri.

Dalam ‘pertarungan dua kontras ideologis’ CK dan Nyepi, yang tak kalah menarik adalah ketika kita mendudukkan posisi pengrupukan khususnya tradisi Ogoh-ogoh diantara keduanya. Jika CK adalah representasi dari ruang; Nyepi adalah representasi dari waktu; Jika Jika CK diibaratkan sebagai yang material, Nyepi boleh dikata sebagai yang eksistensial sedang Ogoh-ogoh adalah representasi ruang dan waktu itu sendiri; adalah representasi yang material sekaligus yang eksistensial.

Ogoh-ogoh menjadi representasi ruang dan waktu manakala mengusung rupa buta kala sebagai desain utama ogoh-ogoh. Sebagaimana yang kita ketahui, kala itu sendiri merupakan cerminan dari waktu. Kehadiran buta kala yang kasat mata dimaterialkan menjadi boneka raksasa ogoh-ogoh. Waktu yang dimaterialkan ini kemudian diusung dan diarak dalam setiap ruas ruang kehidupan masyarakat mulai dari balai banjar, jalanan, perempatan, hingga kuburan. Klimaksnya, di akhir arak-arakan, ogoh-ogoh dibakar jadi abu. Ogoh-ogoh yang semula dimaterialkan dibuat jadi tak ada.

Ketika  Nyepi dan Ogoh-ogoh dibaca sebagai sebuah kerja performatif, dimana masyarakat Bali ditempatkan sebagai penonton, sedang dunia yang sepi pada hari Nyepi; dunia yang riuh dan semarak saat Ogoh-ogoh diarak adalah pertunjukan itu sendiri, kita dapat merasakan perbedaan dramaturgi Nyepi dengan Ogoh-ogoh dalam menghadapi anasir luar yang hadir di Bali, yang dalam konteks ini disimbolkan sebagai CK.

Tak ada wilayah di Bali ini tanpa kehadiran CK atau minimarket sebangsanya. Sehari-hari, masyarakat senantiasa dihadapkan dengan sederet plang-plang berwarna merah-putih, kuning-merah-biru, hijau-kuning, dan beragam warna mencolok minimarket di sepanjang jalan tujuan. Nyepi jadi waktu buat kita untuk menghindari gempuran visual ini dengan cara menyepi, sedang Ogoh-ogoh seolah ingin menantang dengan membuat keriuhan.

Saat Nyepi, CK tutup lantaran adanya larangan adat, ditambah peraturan pemerintah yang seolah meneguhkan agama dan adat sebagai hierarki tertinggi yang mesti dihormati oleh segala macam kepentingan ekonomi, sosial dan politik. Sementara saat ogoh-ogoh diarak, tutupnya CK lebih banyak disebabkan karena kekhawatiran para pemilik dan pegawai CK yang akan menghadapi mobilitas masa pengarak dan penonton ogoh-ogoh.

Jika pawai ogoh-ogoh tercipta serupa festival-festival pariwisata pemerintah yang digelar biasanya, kehadiran masa pengarak dan penonton ogoh-ogoh tentu tentu jadi bernilai karena memberi keuntungan bagi CK dan minimarket sejenisnya. Sebagaimana masa festival umumnya, mereka mesti tunduk pada sirkulasi acara; gerak-geriknya terpantau melalui kamera CCTV, melalui pengawasan ketat tim keamanan; bahkan kapan dan dimana mesti parkir, berjalan, buang air kecil, berbelanja, hingga pemilihan spot pertunjukan dikontrol sedemikian rupa oleh panitia penyelenggara. Sedang pawai ogoh-ogoh bekerja dengan desain yang jauh berbeda.

Pawai ogoh-ogoh lebih banyak bergerak dalam serangkaian improvisasi pengarak dan penonton. Mulai dari area depan bank, mal, pertokoan yang sebelumnya tertutup rantai, tiba-tiba saja jebol menjadi tempat bebas parkir; jalan raya berubah fungsi jadi jalan masa pengarak dan penonton; area hijau tengah jalan jadi tempat istirahat; bahkan kerangka baliho jadi spot duduk paling asyik menyaksikan raksasa ogoh-ogoh digoyang-goyangkan, diputar setiap perempatan jalan; mendaki-daki lampu tinggi jalanan.

Segala peristiwa ini, termediasi dalam serangkaian improvisasi masa. Tak terbelenggu dengan sirkulasi acara, pantauan CCTV, pengawasan tim keamanan, atau segala macam aturan pihak penyelenggara. Maka masa-masa yang bergerak dalam kerja improvisasi ini, takkan bisa dikendalikan sebagaimana hari-hari biasanya. Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Bagi CK, ini tentu bukan lagi keuntungan bagi mereka, melainkan musibah yang sedapat mungkin mesti dihindari.

Ogoh-ogoh dan Nyepi, meski keduanya sama-sama merupakan serangkaian acara menyambut tahun baru Caka, namun tampak mempunyai nalar kerja yang jauh berbeda, khususnya jika dikaitkan dengan eksistensi CK. Ogoh-ogoh menghadapkan kita pada dunia reflek yang penuh respon, bergerak berdasar intuisi dan serangkaian improvisasi. Saat CK tengah berusaha memenuhi setiap lahan publik masyarakat yang kosong, menggeser posisi balai banjar sebagai tempat alternatif berkumpul anak muda, ogoh-ogoh jadi sebab untuk mengaktivasi kembali fungsi balai banjar, menjadi simbol mobilitas bagaimana semestinya masa merespon kenyataan.

Sedang Nyepi adalah dunia refleksi, yang mencurigai kenyataan sebagai ilusi. Saat sebagian sudut jalanan dipenuhi cahaya lampu plang CK, kita diajak diam sejenak (amati lelungan), menyadari bahwa terang paling jujur adalah gelap (amati geni). Saat kebahagiaan diinterpretasi dengan nilai ekonomi, maka diam (amati karya) jadi alasan untuk memikirkan apa sesungguhnya kebahagiaan (amati lelanguan) sejati.

Ogoh-ogoh dan Nyepi, meski sama-sama merupakan serangkaian acara menyambut tahun baru Caka, namun keduanya tampak diinterpretasi dengan cara berbeda. Dalam surat edaran lembaga agama dan adat serta peraturan pemerintah, dikatakan pengarakan ogoh-ogoh 2021 ditiadakan. Dalam konteks pandemi Covid-19 yang melanda, tentu keputusan ini memang tidak dapat dihindarkan. Namun jika alasannya lantaran pengarakan ogoh-ogoh bukan merupakan rangkaian wajib Hari Suci Nyepi, alangkah ciutnya proyeksi kita memandang hari suci.

Tak bisakah kita menempatkan Ogoh-ogoh dan Nyepi sebagai perayaan yang sama sucinya? Sama-sama merupakan serangkaian acara menyambut tahun baru Caka, sama-sama memberi nilai masyarakat dalam menatap kenyataan Bali hari ini. [T]

Denpasar, 2021

KLIK ARTIKEL LAIN DARI WAYAN SUMAHARDIKA

Wayan Sumahardika [ilustrasi tatkala.co | Nana Partha]
Tags: baliHari Raya Nyepiogoh-ogohrenungan
Previous Post

Magnetisme Personal Antarpuisi Putri Adityarini–Manik Sukadana

Next Post

Misteri di Balik Lagu Ogoh-Ogoh

Wayan Sumahardika

Wayan Sumahardika

Sutradara Teater Kalangan (dulu bernama Teater Tebu Tuh). Bergaul dan mengikuti proses menulis di Komunitas Mahima dan kini tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Pasca Sarjana Undiksha, Singaraja.

Next Post
Misteri di Balik Lagu Ogoh-Ogoh

Misteri di Balik Lagu Ogoh-Ogoh

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co