3 March 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Made Adnyana Ole [Ilustrasi Nana Partha]

Made Adnyana Ole [Ilustrasi Nana Partha]

Dilarang Meniru Petani

Made Adnyana Ole by Made Adnyana Ole
January 18, 2021
in Esai

Yang kaya, yang rumahnya mewah, yang garasi mobilnya panjang seperti deretan blok perumahan di perumnas, ya, ya, memang sudah sepatutnya menanam tanaman hias, terserah di halaman depan, samping, belakang, atau di atas rumah tiga lantai. Terserah juga mau tanam anggrek langka seharga 100 juta sebatang, atau tanam keladi-keladian berdaun bolong seharga 25 juta per daun. Yang penting, jangan ikut-ikutan tanam sayur. Apalagi dengan alasan ngirit agar tak perlu beli sayur di pasar sayur. Itu namanya meniru-niru petani. Jika orang kaya meniru petani, lalu petani sayur yang hidupnya hanya bertopang pada hasil jualan sayur meniru siapa? Meniru orang kaya yang kerja enak gaji enak rumah besar beranak-pinak? Ah, itu mujair, eh mustahil.

Di Bali ada istilah “sing dadi memada-mada”. Artinya, tidak boleh menyama-nyamakan diri dengan orang berstatus-berderajat lebih tinggi. Misalnya, jika menikah, payas dan kostum pengantin dari keluarga yang biasa-biasa saja tak boleh serupa dengan riasan dan kostum pengantin keluarga raja. Raja tak boleh ditiru. Jika bengkung, itu namanya “memada-mada”. Sangsinya bisa hukuman mati, setidaknya bisa diselong, dibuang ke pulau seberang.

Yang dianggap mulia oleh orang berderajat tinggi, tidak boleh diikuti oleh orang biasa-biasa semacam petani sayur. Kemuliaan hanya milik raja, dan karena hanya milik raja, maka salahnya jika orang biasa ikut memiliki kemuliaan itu. Itu namanya “memada-mada”. Jika raja punya anak kembar buncing, itu kemuliaan. Jika rakyat jelata punya anak kembar buncing, hal itu malah dianggap leteh, sehingga, sesuai tradisi di sejumlah desa, anak kembar itu harus diasingkan ke luar desa.

Tradisi “membuang” bayi kembar buncing, sebagaimana pernah dikatakan ahli sejarah dari Undiksha I Made Pageh dalam sebuah diskusi di Komunitas Mahima, patut diduga dibuat oleh raja-raja di masa lalu. Tujuannya, ya, agar kemuliaan kembar buncing pada keluarga istana tak ditandingi oleh rakyat biasa. Rakyat biasa tak boleh meniru kemuliaan raja. Jika takdir mengharuskan sepasang pengantin dari keluarga jelata punya bayi kembar buncing, maka takdir pun dianggap salah. Intinya, rakyat biasa, apalagi rakyat dari keluarga petani tulen, atau dari keluarga petani sayur yang penghasilannya panas-dingin seperti musim kacau pancaroba, dilarang sama dengan raja, Perbedaan harus dipelihara, agar jelas mana rakyat mana raja.

Kalau dalam urusan bangunan bisalah kita maklum jika rakyat jelata tak boleh “memada-mada” untuk turut-serta membangun istana megah dengan pintu masuk yang besar dan penuh ukiran. Ya, karena jika dibolehkan pun mereka tak akan mampu. Berapa truk sayur harus terbeli setiap hari agar mereka bisa membangun istana dengan halaman penuh patung dan bunga-bunga hiasan? Nah, untuk hal ini, biarlah petani tulen tak perlu memaksa diri untuk “memada-mada”. Itu bukan lagi bernama tulah, tapi “telah” alias habis.

Tunggu dulu. Hukum “memada-mada”, larangan menyama-nyamakan, aturan meniru-meniru dan ikut-ikutan, kini tampaknya tak seketat dulu. Perlahan tradisi kuno yang kadang dianggap aturan baku itu kini tampaknya luntur dikikis zaman. Bahkan, kini seakan-akan ada gerakan baru untuk membuat semua menjadi sama derajatnya. Itu bagus tentu saja. Yang miskin digenjot dengan berbagai program agar mereka bisa kaya, atau dalam bahasa umum disebut sejahtera, sama dengan sejahteranya orang-orang kaya. Petani belajar dan diajari dengan berbagai cara untuk bisa menjadi kaya. Misalnya bekerja giat untuk meningkatkan hasil panen, atau dalam bahasa Orde Baru, dilakukan intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi pertanian. Banyak yang sukses, tampaknya lebih banyak yang gagal.

Cara yang lebih mudah juga banyak diterapkan pada zaman modern ini, misalnya ada petani yang kaya mendadak setelah menjual padi, sayur dan kolam ikan lengkap dengan semua tanah sekaligus sertifikatnya. Ada yang menjual dengan sengaja, ada juga yang menjual dengan terpaksa akibat sawahnya ditabrak jalan by-pass atau short-cut. Dan setelah kaya, ramai-ramailah mereka “memada-mada”. Mereka membangun rumah semegah puri, bahkan lebih megah dari puri-puri besar di masa lalu.

Gerakan petani miskin agar bisa jadi kaya akibat giat bekerja mengelola tanah sawahnya, lalu meniru-niru gaya orang kaya, tentu bisa disambut gembira. Tapi, gerakan meniru orang kaya dengan menjual tanah sawah tentu membuat miris.

Tapi, tunggu dulu. Ada hal yang sesungguhnya lebih membuat miris. Yakni, fenomena di mana banyak orang kaya “memada-mada” alias meniru-niru petani miskin. Salah satunya, orang kaya turut serta menanam sayur mayur di halaman rumahnya. Anehnya, gerakan-gerakan semacam ini kerap disambut gembira, bahkan kadang dilengkapi puja-puji dan decak kebanggan. Meniru petani miskin dengan ikut serta menanam sayur di halaman rumah mewah atau rumah megah, seakan-akan menjadi alasan mulia dan masuk akal untuk meningkatkan swasembaga pangan. Ah.

Maka dari itu, saya punya saran. Jika ada orang kaya membeli tanaman hias dengan harga yang sama dengan harga mobil untuk ditanam di rumahnya yang megah, janganlah mereka ditertawai, jangan disindir-sindir di media sosial. Rumah megah memang cocoknya berisi tanaman mahal. Jangan didorong-dorong untuk menanam sayur dan rempah-rempah dengan berbagai gaya dan metode modern. Jika mereka juga menanam sayur, lalu siapa yang membeli sayur milik petani yang mungkin saja biaya sekolah anak mereka bertopang sepenuhnya pada penjualan sayur?

Ingat, semahal apa pun tanaman hias dalam pot orang kaya di rumah megah, mereka tetap butuh sayur sebagai pelengkap menu sehari-hari. Belum pernah ada berita, daun janda bolong yang harganya selangit itu dipakai sayur. Tak pernah. [T]

  • Esai ini pertamakali dimuat dalam kolom Lolohin Malu di Bali Express (Jawa Pos Group) edisi cetak

Made Adnyana Ole

Made Adnyana Ole

Suka menonton, suka menulis, suka ngobrol. Tinggal di Singaraja

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi diolah dari gambar Google
Cerpen

Bagaimana Surat Pertama Ditulis | Cerpen Rudyard Kipling

by Juli Sastrawan
March 3, 2021
Satrio Welang
Kilas

Album Muspus Danumaya dari Satrio Welang || Terinspirasi Pria Eropa Timur

Danumaya, sebuah album musikalisasi puisi (muspus) diluncurkan oleh Teater Sastra Welang di penghujung tahun 2020 ini. Dalam desakan pandemi, Penyair ...

December 19, 2020
Google
Opini

Memangnya Politikus Saja yang Suka Rebutan Kursi? Mahasiswa juga…

KEBIASAAN rebutan kursi bukan hanya terjadi saat seseorang jadi politikus, melainkan juga saat seseorang jadi mahasiswa. Rebutan kursi politikus terjadi ...

February 2, 2018
Pelukis Gede Surya
Khas

Melawan Keterbatasan – Sosok Pelukis Gede Surya

  SIAPA yang tidak ingin hidup serba digampangkan? Tinggal tunjuk sana tunjuk sini, minta ini minta itu, seperti punya doraemon ...

February 2, 2018
Esai

Siapa Yang Tahu?

Kita tidak pernah benar-benar mengetahui. Itu pasti. Maksudnya, ada saja yang terlewat dalam usaha mengetahui. Buktinya, kita bisa melihat yang ...

February 26, 2019
Esai

Hal-hal Lucu Saat Wabah Covid-19

“Tersenyum di saat susah itu seperti berbagi di saat kekurangan.” Sedih dan cemas adalah perasaan milik setiap manusia bisasa. Perasaan ...

April 29, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jro Alap Wayan Sidiana memanjat pohon kelapa di Desa Les, Buleleng
Khas

Jro Alap, Kemuliaan Tukang Panjat Kelapa di Desa Les

by Nyoman Nadiana
March 2, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Dr. I. Made Pria Dharsana. SH. M.Hum
Opini

Tergerusnya Demokrasi Indonesia

by I Made Pria Dharsana
March 3, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (157) Dongeng (11) Esai (1419) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (343) Kiat (19) Kilas (196) Opini (480) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (103) Ulasan (337)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In