14 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
ILustari tatkala.co | Nana Partha

ILustari tatkala.co | Nana Partha

Manusia, Kelahiran dan Subha Karma

IGA Darma Putra by IGA Darma Putra
June 2, 2020
in Esai
11
SHARES

Wararuci dan Waisampayana adalah dua nama Bhagawan, dalam dua teks berbeda tapi punya satu hubungan. Kedua nama Bhagawan itu dihubungkan oleh aliran sungai sastra. Sebut saja sastra Sarasamuccaya. Sara artinya wisesa. Kata wisesa sering dihubungkan dengan kesaktian atau kemampuan mistik semisal mengubah air liur menjadi obat, mengubah terang jadi hujan atau sebaliknya, dan seterusnya. Sehingga muncullah nama-nama lontar yang dibumbui dengan kawisesan.

Wisesa menurut kamus, tidak berarti demikian melainkan utama, tertinggi, unggul, terpenting. Bisa jadi karena keutamaannya, sebuah teks dianggap memiliki kekuatan tertentu. Atau barangkali karena dalam satu bagian dari teks Calon Arang, lontar yang dibawa oleh Calon Arang dan berhasil dicuri oleh Bahula disebut juga teks yang mawisesa. Meskipun belakangan, teks itu disebut dengan nama Lipyakara. Kata wisesa memang dalam beberapa kasus sangat sering dikaitkan dengan nama Calon Arang. Pengkaitan itu dilakukan oleh banyak orang karena Calon Arang dianggap sakti dan suka menyakiti manusia dengan ilmu mistik. Saya sendiri curiga, pengkaitan itu diwarisi turun temurun secara lisan dan terus diyakini bahkan oleh orang yang tidak pernah baca teks Calon Arang sama sekali. Teksnya sendiri tidak saja bernama Calon Arang, tapi ada yang menyebutnya Baradah Carita, ada juga yang menyebutnya Tattwa Mpu Baradah.

Tidak hanya Calon Arang yang saya pandang menjadi korban penilaian buruk orang-orang karena belajar lebih banyak dari orang kebanyakan. Begitu pula Basur, Balian Batur, Dukuh Jumpungan, dan lain sebagainya yang sudah terlanjur dikaitkan dengan kemampuan mistik nan ajaib. Semua nama-nama tokoh itu berada dalam garis hitam dalam pemikiran banyak orang. Orang banyak itu menggaris demikian karena memang tahu, paham, atau hanya sekadar ikut-ikutan. Percayalah, penilaian semacam itu masih hidup di tengah masyarakat yang menganggap dirinya modern sekarang ini.

Samuccaya artinya papupulanya, maksudnya ‘perkumpulannya’. Jadi Sarasamuccaya berarti perkumpulan dari segala hal yang utama, yang penting, yang tinggi. Tidak mengherankan, jika Bhagawan Waisampayana mengatakan pada raja Janamejaya bahwa ‘Segala penjelasan yang ada disini, pasti ada di tempat lain. Jika tidak ada disini, tidak akan ada di tempat lain’. Maksudnya, segala yang tidak ada dalam Sarasamuccaya tidak akan ada di dalam sumber lain. Saya pikir, inilah cara pembuatnya menunjukkan keutamaan dari Sarasamuccaya. Pernyataan tadi, tidak sepenuhnya benar. Karena tidak mungkin dalam Sarasamuccaya akan memuat cara-cara bersanggama sebagaimana dimuat dalam teks Tingkahing Pasanggaman, atau cara-cara memperbesar kelamin pria ala teks Aji Montong.

Lalu apa isi Sarasamuccaya? Kalau kita lihat mulai dari Sloka nomor 10, kita akan menemukan spirit agar semua manusia selalu optimis. Jangan bersedih! Demikian kata Sarasamuccaya. Kesedihan mesti dihilangkan agar kebahagiaan dapat dicapai. Pada gilirannya, kebahagiaan pun mesti dilampaui. Untuk sekarang ini, berbahagialah menjadi manusia meskipun terlahir dalam kelahiran yang paling buruk sekali pun. Karena konon tidak mudah untuk lahir menjadi manusia. Kelahiran menjadi manusia adalah utama.

Keutamaan lahir sebagai manusia adalah karena bisa menolong diri sendiri dari kesengsaraan. Dengan kata lain, lahir menjadi manusia tetaplah sebuah penderitaan. Bedanya, karena lahir menjadi manusia, kita bisa menolong diri sendiri dari penderitaan tak berujung itu. Bagaimana caranya?

Caranya adalah dengan subha karma. Subha karma berarti berperilaku baik. Perilaku yang baik, dimulai dari pikiran, menjadi kata-kata, terakhir menjadi tindakan. Baik dari dalam pikiran saja belum cukup, tapi juga harus baik dalam kata-kata. Tapi baik kata-kata juga tidak cukup, harus dilajutkan sampai baik pada tindakan. Kesinambungan antar ketiganya itulah yang disebut Subha Karma. Bagi orang yang tidak bersungguh-sungguh melakukan Subha Karma, tidak akan bisa lepas dari lautan penderitaan. Subha Karma seperti anak tangga untuk sampai ke Swarga. Maka sebaiknya selalu diusahakan melakukan Subha Karma. Lebih lagi melakukan segala hal yang menyebabkan kita tidak lagi lahir ke dunia yang dipenuhi penderitaan serta kematian ini.

Hidup di dunia ini, pada saat ini, adalah kesempatan untuk mengikis segala sisa-sisa karma. Sebelum mati, segerakan Subha Karma itu. Karena konon di alam sana, segala macam perbuatan tidak ada hasilnya lagi. Hanya di dunia inilah segala perbuatan mendapatkan hasil. Karena itulah, sudah saatnya kembali menyusun jalan setapak ini perlahan. Sudah waktunya, sudah saatnya, dalam hidup yang hanya sekejap ini segera kita lakukan Subha Karma. Tidak ada banyak waktu lagi. Tolonglah dirimu oleh dirimu.

Membicarakan tentang Sarasamuccaya, kita akan dihadapkan pada suatu teks yang berisi berbagai macam hal. Hal-hal itu seperti aturan etik sampai pengetahuan mistik. Pembicaraan sejenis ini, seringkali berhenti atau terpaksa dihentikan dengan sama-sama diam karena tidak menemukan jawaban dengan hanya bicara. Semua berhenti pada jejak-jejak yang samar. Karena samar, sangat sering menyebabkan keraguan dan kebingungan. Sangat sulitlah menemukan kelanjutan dari jejak yang samar-samar itu. Sama seperti mencari sisa kilatan petir di langit. Seperti memilah jejak ikan di dalam air. Kita yang berulangkali berebut kebenaran, tidak ada bedanya dengan orang yang berebut sisa petir dan jejak ikan. Kita diam tersungut-sungut tidak kemana-mana, saat keduanya terus berlalu. [T]

Tags: filosofifilsafatfilsafat balirenungan
IGA Darma Putra

IGA Darma Putra

Penulis, tinggal di Bangli

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Google
Opini

“Wahai Sekolah, Kini Aku Takut Padamu!”

ADA yang memilih jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), siap-siap dihina dengan sorakan siswa satu lapangan upacara. Memilih jurusan IPS (Ilmu ...

February 2, 2018
Foto-foto: Doni Marta
Peristiwa

JUS/t/KUSTIK di Apple Mart Singaraja: Buah, Musik, dan Hal-hal yang Menyehatkan

TAK perlulah dijelaskan lagi manfaat buah bagi kesehatan. Orang tua kita, apalagi saat kita kanak-kanak, mengatakan betapa bagusnya buah bagi ...

February 2, 2018
Esai

Tuak Adalah Nyawa: Tetap Macho, Jangan Kacau!

Betul sepertinya, apapun yang ada di dunia ini pasti ada gunanya. Segala ciptaan Tuhan memang seharusnya punya maksud kebaikan. Dalam ...

September 6, 2019
IGP Artha/ Foto: FB
Opini

IGP Artha dan Pertanyaan Tentang Politik Tanpa Ambisi Kekuasaan

  SEBAGAI orang yang merasa mengenalnya sejak tahun 1990-an ketika sama-sama belajar menulis puisi, apalagi kemudian pernah sama-sama menjadi orang ...

February 2, 2018
Kepala Desa Sampalan Tengah Wayan Mudiarta dan mahasiswa KKN Undiksha
Opini

KKN: Belajar Jadi Manusia, Belajar dari Figur Kades, dan Awas Ada Hantu LDR…

SELAIN sebagai mata kuliah wajib dan harus diikuti, Kuliah Kerja Nyata (KKN) bisa jadi merupakan ajang belajar mahasiswa untuk belajar ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Anak-anak di Banjar Ole, Marga, Tabanan, mengikuti workshop yang digelar CushCush Galerry
Acara

Burung Menabrak Pesawat, Lele Dipatuk Ayam | Charcoal For Children 2021: Tell Me Tales

by tatkala
April 13, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Esai

Gejala Bisa Sama, Nasib Bisa Beda

by Putu Arya Nugraha
April 13, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (68) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1456) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (11) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (343)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In